"Dimana anak itu?"
Seorang bapak-bapak berkacamata dan berkumis tipis berwarna abu-abu tampak baru saja keluar dari dalam ruangan sebelah.
"Oh? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya yang menyadari keberadaanku dalam toko tersebut.
"Ah? Ya."
"Apa kau punya ...."
***
"Terimakasih," ucap bapak itu setelah menerima uang dariku.
"Sama-sama," balasku bergegas pergi dari toko itu.
"Ah, maaf. Apa kau tadi melihat gadis pendek berambut cokelat disini?"
"Dia anakku. Aku menyuruhnya menjaga toko tadi, tapi sekarang malah menghilang."
"Ah, ya, aku melihatnya."
"Dia buru-buru pergi tadi saat aku datang."
"Oh, dasar anak itu. Selalu saja pergi tidak pamitan."
Pria paruh baya itu terlihat sedikit kesal dan, sedikit lelah, mungkin, saat mendengar jawabanku barusan.
"Eh, baiklah, nak. Terimakasih, ya. Maaf, bukannya melayani pembeli, dia malah pergi begitu saja."
"Tidak apa-apa. Aku pikir, kau juga tidak mau anak perempuanmu melayani pembeli yang mencari benda seperti ini, bukan?" ucapku menunjukkan kantong plastik berisi sebuah buku yang baru saja kubeli dari toko ini kepada pria paruh baya itu.
"Ya, kau benar," ujarnya sedikit tersenyum malu.
"Dunia ini sudah sangat berantakan."
"Sejujurnya, aku merasa menyesal memilih tinggal di kota rusak ini. Aku takut anak itu akan tumbuh menjadi binatang seperti kebanyakan orang di kota ini."
"Sepertinya anakmu sudah mulai menjadi binatang, paman," batinku mengingat kembali kejadian beberapa menit yang lalu.
"Tenang saja, paman. Dia akan baik-baik saja. Namanya Angel, bukan?"
"Dia akan memiliki masa depan yang cerah dan akan menyelamatkan kota busuk ini suatu hari nanti, seperti namannya. Itu harapanmu dengan memberikan nama itu kepadanya, bukan?" ujarku menghibur pria paruh baya itu.
"Oh, bagaimana kau tau?" tanya pria paruh baya itu terkejut.
"Ah?! Aku melupakan sesuatu. Aku harus pergi sekarang," jawabku kikuk.
"Kalau begitu, aku pergi dulu, paman. Sampai jumpa."
"Ya, terimakasih," ucap pria paruh baya itu masih kebingungan.
"Kring."
Seorang pria berpakaian hitam masuk ke dalam tokoh tersebut tepat saat aku keluar dari dalam toko tersebut.
"Huh ... kenapa aku malah membelinya?" ucapku melihat kembali majalah dewasa dalam kantong plastik itu saat aku berjalan keluar dari toko buku tersebut.
***
Aku terus berjalan menyusuri berbagai sudut neraka ini tanpa punya tujuan yang jelas.
Karena merasa ada sesuatu yang salah, aku memutuskan untuk menghentikan sejenak langkah-langkah kakiku.
Aku melihat sekitar, dan kembali hanya ada kekacauan dan kebobrokan dimana-mana.
Mobil-mobil polisi, ambulans, dan mobil pemadam kebakaran tanpa henti berlalu-lalang di sepanjang jalanan beraspal yang tidak rata dan penuh lubang.