"Hahahahahaha!!!"
Mereka bertiga terus menertawakanku tanpa henti selama bermenit-menit lamanya, meninggalkanku sendiri berdiri menatap kesal ke ketiga sosok absurd itu.
"Ha ... ha ... ha ... ha ... lucu sekali," kata si iblis merah kelelahan.
"Apanya yang lucu?" tanyaku.
"Kau, kau yang lucu, Pangeran."
"Aku sudah mengatakannya padamu, kau tidak akan berhasil, berusaha bermain sebagai Tuhan? Yang benar saja. Aku sendiri tidak akan pernah melakukannya."
"Apa maksudmu?"
"Kau benar. Kau lupa ingatan. Ingatan lamamu menghilang karena kejadian itu. Tapi tenang, mereka hanya menghilang, tersembunyi dalam bayangan. Bukan terhapus sepenuhnya. Aku akan membantumu mengingat semuanya kembali, semua rencana kekanak-kanakanmu itu."
"Bangunlah, Pangeran," kata iblis merah itu menatapku tajam dengan kedua bola mata hitamnya.
Bagaikan berteleportasi atau melakukan sebuah perjalanan waktu, tempat gelap, panas dan pengap yang terbakar disekelilingku tadi tiba-tiba berputar-putar tak tentu arah dengan kecepatan yang sangat luar biasa, kemudian berhenti dengan sangat lembut saat neraka tersebut berubah menjadi sebuah taman kanak-kanak dengan berbagai permainan di dalamnya.
Aku melihat dengan sangat jelas, seorang anak berusia sekitar 4 tahun sedang duduk terdiam di salah satu sudut taman kanak-kanak tersebut, sedang menatap kosong ke arah anak-anak lain yang terdengar begitu berisik dan marah-marah, menangis, merengek, bahkan beberapa memaki-maki kepada ibu mereka hanya karena menginginkan sebuah atau beberapa buah mainan dan makanan.
Disaat anak-anak lain sibuk dengan urusan mereka, bocah berseragam pink-putih, dengan sebuah dasi kupu-kupu berwarna pink, yang terpasang dengan rapih dan sempurna pada bocah dengan potongan rambut yang rapih tersebut, hanya duduk diam tanpa rasa bagaikan sebuah boneka yang sibuk mengamati dan menjelajah alam semesta melalui pusaran ruang waktu dengan pikiran dan jiwa polosnya.
Anak itu terus duduk dalam diam, bahkan saat semuanya menghilang, bocah itu masih terus terpaku di tempatnya.
Setelah itu, aku kembali merasa dilemparkan dengan keras ke dalam lokasi selanjutnya, sebuah ruang tamu yang cukup besar dengan keramik-keramik hijau yang melekat pada lantainya, dengan tiga buah sofa panjang berwarna marun dan sebuah sofa single berwarna senada yang mengelilingi sebuah meja kaca persegi panjang berukuran sedang dengan sebuah taplak meja bermotif bunga berwarna krem yang melapisi permukaannya.
Di salah satu sudut ruangan terdapat sebuah lemari jam yang digunakan sebagai tempat penyimpanan untuk berbagai mainan action figur di dalamnya, yang bisa dilihat dengan jelas melalui kaca-kaca pelapisnya.
Lalu, di pinggir sebuah jendela kaca yang dilapisi oleh besi-besi berwarna emas pada sisi dalamnya, bocah boneka berseragam pink tadi terlihat berdiri termenung menatap kepergian dari seorang wanita muda berusia sekitar pertengahan atau akhir 20 tahun-an dengan sepeda motor bebeknya yang melaju perlahan menuju pintu keluar dari sebuah rumah yang cukup besar, yang dikelilingi oleh tembok-tembok tinggi disekitarnya, yang terletak di sebuah daerah yang masih cukup sepi dengan rumah-rumah penduduk. Hanya terdapat semak-semak belukar dan pohon-pohon bambu yang berdiri kokoh disekitar kawasan istana tersebut.
Bocah laki-laki tersebut kini tampak mulai meneteskan air matanya dengan tubuh yang bergetar mencoba menahan ledakan emosi dalam tubuh mungilnya.
Dia terus menangis meratapi kepergian wanita tersebut dalam waktu yang lama, tidak bergeser sedikitpun dari tempatnya, bocah itu benar-benar tenggelam dan membeku dalam sebuah perasaan kesepian.
"Apa kau mengingatnya? Apa kau bisa mengingat bocah yang menyedihkan itu?"
Iblis merah tadi tiba-tiba sudah berada di sampingku dan membisikkan sepasang pertanyaan yang mengganggu pikiran dan ingatanku dengan jarak yang sangat dekat dari telingaku hingga aku bisa merasakan betapa panas udara yang dihembuskannya pada lubang telingaku.
"Apa kau masih belum bisa mengingatnya?"
"Kalau begitu, kita akan pergi ke tempat selanjutnya."