Deathskull

Rama Sudeta A
Chapter #9

Countdown

Sepuluh buah helikopter Black Hawk melaju dengan kecepatan tinggi dibawah langit malam yang suram, menerjang hujan, menembus awan, menuju ke arah menara tertinggi di kota Utopia, "The Tower of Light".

Malam semakin gelap, hujan semakin lebat, dan suasana semakin mencekam. Kilatan-kilatan cahaya petir pada kesepuluh elang hitam itu semakin menambah kesan kengerian yang akan dibawa oleh para predator udara itu.

Hanya satu tujuan yang memaksa mereka mengudara pada malam berbadai itu, memburu sesosok iblis yang sudah mengacak-acak dan mengacaukan sarang nyaman mereka, sesosok iblis yang mereka sebut dengan "Deathskull" atau sang tengkorak kematian.

Disaat para pemburu sudah mulai bergerak, sang iblis justru masih terlelap dalam tidurnya, di atas puncak menara cahaya, di bawah bintang-bintang yang tertutup kegelapan malam, sang tengkorak kematian sedang sibuk menikmati setiap tetes hujan yang berjatuhan di atas kulitnya.

Suara deru mesin dan baling-baling sang penguasa udara semakin mendekat dengan cepat. Kesepuluh bersaudara itu seperti sudah tidak sabar untuk segera menikmati jamuan makan malam mereka.

Di tempat lain, tepatnya di atas daratan yang basah karena hujan, sebuah konvoi pasukan militer, dengan ratusan personel dan beberapa kendaraan tempurnya, juga sedang melaju dengan kencang ke arah sang menara cahaya.

Menara kuning keemasan setinggi ratusan meter dan bermandikan cahaya lampu sorot disekelilingnya itu kini benar-benar menjadi sebuah, bahkan, satu-satunya sorotan dalam kota impian, pada malam yang mencekam tanpa gemerlap cahaya bintang itu.

Seluruh distrik sudah diisolasi, para warga dilarang keluar, dan pertempuran siap disajikan.

"Kami melihatnya, ganti," ucap salah satu pilot Black Hawk pada radio.

"Dia sedang tidur di puncak menara. Menunggu perintah selanjutnya, ganti."

"Tembak," balas suara dari dalam radio.

"Dia berada di puncak, Pak."

"Aku bilang tembak."

"Tapi, Pak. Menaranya ...."

"Dengar, prajurit. Dia sudah membantai seperempat warga kita dalam hitungan hari, dan sebagian besarnya hanya dalam waktu satu jam, satu jam, nak. Dan bagian terburuknya, itu terjadi satu jam yang lalu, malam ini. Jadi, persetan dengan menara sialan itu, jika kau tidak mau disalahkan atas apa yang akan terjadi, lakukan saja perintahku dan tembak mati si iblis sialan itu! Mengerti!?"

"Ya, Pak."

"Bagus. Aku juga tidak peduli jika kau membakar seluruh kota asal iblis sialan itu mati malam ini."

"Tembak dia dan pastikan dia kembali ke neraka."

"Siap, Pak."

"Bagaimana?" tanya rekan disamping sang pilot.

Pilot tersebut nampak sedikit ragu-ragu sebelum menjawab, "tembak."

"Habisi dia."

Setelah mengatakan itu, pilot tersebut memberi perintah kepada helikopter yang lain untuk mengikutinya dan menyerang sang iblis, tengkorak kematian, secara langsung.

Sepuluh helikopter Black Hawk itu bermanuver dengan cepat ke arah menara dan langsung menembakkan rudal-rudal mereka tepat ke puncak menara cahaya, dimana sang iblis, atau tengkorak kematian, masih terlelap dalam tidurnya.

"Boom!!!"

Rudal-rudal itu berhasil mendarat dengan tepat pada sasaran, membuat puncak dari menara cahaya hancur dan berjatuhan ke daratan.

Seluruh pasukan militer sudah mengepung area menara, baik dari darat maupun udara.

Sepuluh ekor elang hitam masih mengudara di posisi masing-masing, berusaha memastikan kematian sang tengkorak kematian. Sedangkan di permukaan, ratusan tentara sudah bersiap dengan senapan mereka masing-masing, fokus pada sasaran, menunggu perintah atasan, dan siap melancarkan tembakan.

Lihat selengkapnya