"Sugeng Enjing, Nyai." Ayu mengucapkan selamat pagi, Dedes masih mengumpulkan nyawanya. Betapa masam wajahnya saat terbangun, dia masih berada di Tumapel.
"Aishhh! Kenapa gua gak bangun di rumah? kenapa masih di tempat ini? Hiks...." Dedes merengek-rengek kesal, lalu mengacak-acak rambutnya dan berteriak frustasi.
"yaaaa!!" Dedes berteriak.
"Nyai, jangan lakukan ini. Astaga, saya bisa mendapatkan hukuman jika Nyai menyakiti diri sendiri." Ayu berusaha menahan Dedes yang terus mengacak-acak rambutnya, Dedes benar-benar belum bisa menerima kenyataan dia berada di era yang sangat jauh dari kehidupan sebenarnya.
"Ayu, gimana cara hidup di dunia ini?" tanya Dedes sembari menatap Ayu.
"Eh, maaf bagaimana? Nyai sudah hidup di dunia ini." Ayu tampak kebingungan.
"Huwaaa...." Dedes kembali frustrasi, Ayu berusaha menenangkannya namun usahanya sia-sia. Siapa yang tidak takut? Jaman ini mengerikan di mana saling membunuh bisa terjadi.
Ametung datang karena khawatir mendengar tangisan Dedes, Ayu membungkuk hormat memberi salam lalu meninggalkan mereka berdua. Ametung terlihat bingung, bagaimana cara membuat Dedes tenang.
"Apa yang kamu takuti, wahai Nareswari Ken Dedes? Kamu tidak perlu takut, aku bukan orang yang jahat. Apakah kamu ingin pulang?" kata Ametung, sembari menatap tenang mata Dedes.
Dedes menatap pasrah wajah Ametung, mau bagaimana lagi? Mungkin dia harus menjalani semua ini. Dia sangat takut, benar dia ingin pulang, tapi yang Ametung maksud pasti pulang ke rumahnya di sini. Sedangkan Dedes tidak tahu rumahnya berada di mana, karena dalam sejarah tidak diceritakan jelas alamat rumah Dedes.
"Mau mencari udara segar? Susana pagi sangat segar, mungkin kamu dapat merasa lebih baik, Des,"
kata Ame sembari tersenyum, Dedes mengangguk pelan.
"Baiklah, kamu akan diantar Ayu untuk mandi terlebih dahulu, setelah itu kamu bisa berkeliling untuk membuat perasaan dan pikiranmu lebih baik." Ame mengusap lembut kepala Dedes, lalu tersenyum hangat.
"Kamu tidak ikut bersamaku?" tanya Dedes, terlihat Ame menggelengkan kepalanya. "Hari ini aku harus pergi menghadap sang Raja, untuk melaporkan keadaan wilayah yang aku pimpin saat ini. Mungkin lain kali kita bisa mencari udara pagi bersama," jelas Ame, Dedes tersenyum lalu mengangguk.
Dedes mengenakan kebaya yang cantik dan pas untuk dirinya, rambutnya disanggul rapih, wajahnya dirias dengan peralatan yang sangat tradisional. Ditemani Ayu, dia melihat aktivitas rakyat yang sangat tradisional.
"Apakah Nyai tertarik membeli sesuatu?" tanya Ayu yang terlihat bersemangat, dia menjelaskan barang hingga makanan terbaik wilayah Tumapel. "Aku ingin makanan yang kamu katakan tadi, bisa belikan untukku?" kata Dedes.
"Tentu, Nyai. Tunggu sebentar, aku akan segera kembali." Ayu segera membelikan apa yang Dedes inginkan. Dedes berjalan-jalan melihat orang-orang yang makmur, banyak anak-anak berlarian, serta para pedagang yang begitu bersemangat.
"AWAAASS!!!" teriak seseorang, lelaki dengan rambut berantakan itu menabrak Dedes hingga terjatuh. Dedes sangat kesal, dia sudah susah berjalan mengenakan rok dari kain batik ini, malah ditabrak hingga terjatuh.
"Arghh, bukannya menyingkir!" kata Lelaki yang habis menabraknya, lalu bangkit dan pergi meninggalkan Dedes.
"Kyaa!! Lo yang nabrak gua ya sialan, mau kemana minta maaf dulu sini!" Dedes berteriak kesal, lalu bangkit dan mengangkat rok nya hingga betis lalu berlari mengejar lelaki yang habis menabraknya.