“Apa lo pikir gue buta?!”
Audrey terenyak kaget saat dia baru saja membuka pintu apartemennya tanpa mengecek terlebih dahulu siapa yang datang, mendapati Saskia yang tengah berdiri dihadapannya dengan ekspresi yang seakan ingin mencabik tubuh Audrey hidup-hidup.
Ada gejolak panik yang Audrey rasakan. Tapi, bukankah dia yang memang memulai semuanya? Mencari gara-gara dengan kehidupan pernikahannya Saskia dan Galang.
“Oh, udah tau rupanya kalau suami lo masih pacaran sama gue?” Audrey tersenyum sinis, hal yang lantas saja membuat Saskia melangkah maju dan mencengkram bagian atas kaus yang Audrey kenakan.
“Lo mau ngebales apa yang gue lakuin ke Deira, hah?!” Saskia memekik. “Lo sengaja ngirim foto lo sama Galang yang lagi mesra-mesraan?!”
Audrey tidak menjawab. Memang begitulah kenyataannya. Dia mengirimi fotonya bersama Galang ke ponselnya Saskia. Tentu saja, Audrey bisa dengan mudah mengirim gambar-gambar itu melalui WhatsApp ke nomor Saskia yang dia dapat dari contact number di ponselnya Galang──ponsel yang bisa dengan mudahnya Audrey pegang ketika dia sedang bersama dengan Galang.
Seakan ada api di kedua mata Saskia karena gelegak amarah yang ditujukan kepada Audrey. “LO HARUSNYA TAU APA YANG KAKAK LO LAKUIN SEBENERNYA! APA MENURUT LO, GUE YANG MEMULAI SEMUA INI, HAH?!” suara Saskia semakin meninggi, yang lalu disusul dengan tangisnya yang pecah memenuhi ruangan apartemennya Audrey.
Melihat pemandangan di hadapannya, dengan apa yang baru saja dikatakan Saskia kepadanya, Audrey langsung tertegun.
“APA LO PERNAH NANYA SAMA KAKAK LO, APA YANG DIA LAKUIN KE GUE?! APA LO PIKIR GUE YANG BIKIN DEIRA HAMPIR BUNUH DIRI?!” teriakan Saskia semakin histeris.
“LO HANYA WANITA JALANG!” Audrey berkata dengan penuh emosi, memandang marah pada Saskia yang sekarang malah menyudutkan Deira.
PLAKKK!!!
Sebuah tamparan keras lalu melayang ke pipi Audrey, membuat tubuh Audrey terjajar ke belakang hingga jatuh terjengkang di atas lantai.
“ALDI ITU PACAR GUE! CALON TUNANGAN GUE! DEIRA YANG NGEREBUT ALDI! DIA BAHKAN PURA-PURA HAMIL DAN NGANCAM BUAT BUNUH DIRI, BIAR DIA BISA NGEREBUT ALDI DARI GUE!
Detik itu, Audrey merasa ada petir yang menyambar tubuhnya.
Audrey termangu di depan monitor. Masalah pekerjaannya di kantor seakan terlibas dengan apa yang terjadi tiga malam yang lalu, ketika Saskia melabrak dan menampar dirinya; juga mengatakan kalau apa yang Deira katakan selama ini kepada Audrey, hanyalah bohong belaka.
Setetes air mata jatuh membasahi pipi Audrey. Diraihnya ponselnya yang tergeletak di atas meja, hendak menelepon Deira.
Namun, kala Audrey mengingat bagaimana kondisi Deira yang tidak stabil bertahun-tahun yang lalu, dia mengurungkan niatnya itu. Dia lebih memilih untuk bangkit dari kursi kerjanya dan berjalan menuju toilet──menangis sejadi-jadinya di salah satu booth yang ada di sana.
***
Kehilangan satu tender bernilaian miliaran rupiah hanya karena alasan sepele──tidak bisa datang tepat waktu saat tender berlangsung──adalah salah satu bagian neraka dunia untuk Panji.
Jam empat sore, dia duduk di belakang meja kerjanya dengan tatapan menerawang. Kertas-kertas desain bangunan berukuran A3 dan A0 berserakan di atas meja kerjanya itu, bertumpuk satu sama lain. Cangkir putih berisi kopi yang baru saja ditandaskan olehnya, ikut berdesak-desakkan di atas mejanya itu.
Dia menopang kepalanya dengan kedua telapak tangannya, tidak menjawab ketika beberapa saat kemudian, seorang lelaki muncul di hadapannya.
“Gimana rasanya kehilangan tender hanya karena alasan tolol seperti itu?”
Kepala Panji langsung mendongak, melihat ke arah seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.
Galang tengah berdiri menantang, tiga meter dari meja kerjanya Panji.
“Sekarang lo nggak perlu sibuk-sibut buat ngurusin kerjaan gue.”
“Ralat. Kerjaan lo yang harusnya jadi tender yang gue menangin seandainya lo nggak kabur meeting pagi tiga hari yang lalu,” sahut Galang datar. Dia duduk di sofa hitam yang ada di tengah ruangannya Panji, menumpangkan kaki dan mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan yang bernuansa hitam-putih.
“Kayaknya ruangan ini bakalan jadi ruangannya gue?” Galang tersenyum sinis, membuat Panji harus setengah mati menahan emosinya agar tidak melemparkan monitor laptopnya ke arah wajah Galang yang tengah menyeringai, mengejek dirinya yang kalah.
Kalah dalam urusan pekerjaan.
Juga kalah dalam urusan… Audrey.
“Lo kekanak-kanakkan banget kalau lo mikir, lo bisa jadi pacar Audrey beneran,” Galang berkata santai, mengeluarkan pemantik api dari dalam jas hitamnya.
Dimain-mainkannya pemantik api itu, seakan berniat ingin membakar semua yang ada di ruangan kerjanya Panji. Termasuk, menghabisi si empunya ruangan yang sedang menatapnya tanpa berkedip.
“Audrey punya gue, camkan itu,” Galang berkata tegas. “Dan gue rasa, gue nggak harus ngasih tau lo sejauh apa hubungan yang gue punya dengan Audrey, kan?”