Satu minggu kemudian.
Tiket pesawat yang dipesankan oleh pihak HRD untuk keberangkatannya Audrey ke Bali selama satu minggu, tergeletak di atas meja kerjanya Audrey. Dia memandangi amplop berisi tiket pesawat yang akan mengantarkannya untuk mengikuti seminar Pharmaceutical Product Working Grup di Nusa Dua, Bali, minggu depan.
“Semua info terkait current regulatory-nya harus kamu simak, pahami. Bukan cuma kamu baca slide-nya, lalu kamu pake waktu seminggu di sana cuma buat jalan-jalan,” Bu Sofi berkata tegas dari balik kacamatanya.
Audrey yang masih duduk di atas kursinya──barusan Bu Sofi muncul tiba-tiba di depan meja kerjanya Audrey──mengangguk, berusaha tersenyum. “Baik, Bu. Akan saya lakukan.”
Bu Sofi hanya melirik ke arah Audrey, lalu melangkahkan kakinya menjauh, ke arah ruangan berdinding kaca yang ada di seberang ruangan.
“Fiuhhh,” Audrey menghela napas lega.
“Lo harusnya seneng, akhirnya lo bisa tugas ke luar kota lagi,” Sara, seorang perempuan berusia tiga puluh tahun yang meja kerjanya ada di samping kanan meja Audrey, memundurkan kursinya hingga kini dia duduk berhadapan dengan Audrey.
“Kenapa sih mesti gue yang mesti berangkat?” keluh Audrey.
Sara, yang selalu tampak jauh lebih muda dari usianya yang sesungguhnya karena wajah baby face-nya itu, melongo menanggapi ucapan Audrey. “Hellooo, yang punya tanggung jawab buat ngurusin regulasi produk farmasi kita, siapa coba?”
Audrey menangkupkan kepalanya di atas kedua tangannya yang sekarang terlipat di atas meja. “Gue, Bu Sofi, lo, dan empat orang staff Regulatory Affairs yang lainnya,” jawabnya dengan suara tidak jelas.
Sara cekikikan. “Nah, tuh lo tau. Di antara orang-orang RA[1] di sini, cuma lo dan Bu Sofi yang beruntung buat happy-happy ke Nusa Dua.”
“Happy-happy? Gigi lo happy-happy,” celetuk Audrey sarkas, yang lalu mengangkat kepalanya dan tertawa.