Hampir semua penjuru di ruang apartemennya Panji tampak seperti kapal pecah. Kertas-kertas berserakan di segala penjuru; sofa, lantai, karpet, meja makan, dan banyak titik lainnya. Bungkus-bungkus makanan juga ikut berserakan, tidak mau kalah dengan kertas-kertas yang dipenuhi dengan gambar-gambar itu. Termasuk, lebih dari lima cup mi instan yang bertebaran sesuka hati, seakan sudah menjadi bagian dari desain interior apartemennya itu.
Panji berbaring di atas sofa, sebelah kakinya terangkat ke bagian atas sofanya itu. Mulutnya sibuk mengunyah keripik kentang. Tangan kanannya memegangi remote, berusaha bersabar menghadapi TV-nya yang sepertinya tengah bersekongkol dengan segala aspek lain di dalam hidupnya, yang ingin membuat kekesalan yang dirasakan olehnya semakin menjadi──tidak ada acara TV yang mencuri perhatiannya. Atau setidaknya membuatnya lupa dengan status ‘pengangguran-selama-dua-minggu’ yang kini dijabatnya. Juga tentang hubungannya dengan ibunya yang semakin meruncing.
Panji marah besar saat Pak Danu──penjaga makam di tempat Terre beristirahat selamanya──memberitahu Panji kalau Rayhani datang ke sana. Panji masih tidak bisa memaafkan ibunya yang tidak berhenti mengecewakan dirinya: perceraian ibunya itu dengan ayah kandungnya Panji belasan tahun yang lalu, juga kenyataan kalau wanita itu lah yang meminta Terre untuk pergi dari kehidupan Panji.
Tidak lama setelah tahu kalau Terre mengandung anaknya Panji, Rayhani mengajak Terre untuk bertemu di satu malam, delapan tahun yang lalu. Dan setelah pertemuan itu, Terre mengalami kecelakaan mobil hingga membuat perempuan itu tewas di tempat. Ironisnya, dua hari sebelum kejadian itu, Rayhani mengirim Panji ke Manado untuk menengok kakeknya Panji yang sedang sakit──saat itu, Rayhani berdalih tidak bisa ikut ke Manado bersama Panji karena bisnis developer yang ditekuninya, sedang tidak dapat ditinggalkan. Sampai akhirnya satu minggu kemudian Panji kembali, tanpa tahu bagaimana kabar Terre yang seakan tiba-tiba menghilang dari kehidupannya.
Lalu, lima tahun yang lalu, Rayhani baru mengakui apa yang sesungguhnya terjadi──satu hal yang membuat Panji semakin membenci ibunya. Rayhani lah yang membuat Terre menghindar dari Panji dan memutus semua jalur komunikasi dengan Panji, dari sebelum Panji pergi ke Manado.
Pikiran Panji ditarik kembali ke saat ini. Pertemuan dengan ibunya satu minggu yang lalu di makam Terre juga lah yang membuat Panji kehilangan salah satu tender pekerjaannya, yang juga membuatnya diskors selama dua minggu──pertemuan dengan ibunya itu menjadi salah satu pemicu perkelahian Panji dengan Galang di kantor.
Saat Pak Danu memberitahu Panji kalau Rayhani datang ke makamnya Terre, gelegak amarah kembali mencuat di hati Panji, membuat logikanya seakan dia buang jauh-jauh ke udara. Dia bergegas pergi ke makamnya Terre, ingin ibunya itu segera pergi dari sana; mengabaikan semua permintaan maaf yang diucapkan oleh ibunya.
Setelah perdebatan selama dua jam dengan ibunya di tempat parkir pemakaman umum itu, Panji sudah tidak bisa berpikir jernih. Bahkan, dia lupa akan proses tender yang harus dihadirinya.
Memang terdengar bodoh. Tapi semua hal yang berhubungan dengan kepergiannya Terre, selalu menjadi sisi paling sensitif dan paling lemah yang dirasakan oleh Panji.
Belum cukup dengan semua hal yang membuat kepalanya terasa akan pecah, pikiran Panji juga tersangkut pada satu nama yang belakangan ini tidak bisa dia singkirkan dari kepalanya.
Audrey.
Panji tahu, kalau cinta pertamanya adalah Terre.
Perempuan yang akan selalu dikenangnya adalah Terre.