Krrrriiiinnggg
Bunyi alarm di pagi hari di kamar Ditia dengan cepat menyadarkan dirinya. Ia mudah terganggu dengan suara jika tertidur. Jadi bukan hal sulit membangunkan seorang Ditia.
Kamar dengan nuansa vintage dengan cat tembok berwarna peach, gorden floral soft pink, sebuah mesin jahit berwarna pink putih di sudut kamar. Dan banyak aneka pernak-pernik yang sudah ia buat untuk pesanan para customer.
Hari ini adalah hari pengambilan ijazah setelah pengumuman kelulusan SMU seminggu yang lalu.
Terbangun dari tidur, Ditia segera merapikan tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi setelahnya.
Ditia gadis yang rapi, teratur dan juga sangat menjaga kesehatan karena tubuhnya yang lemah.
Selesai mandi ia berjalan kembali menuju tempat tidur dan duduk di sisi tempat tidur, ia membuka nakas yang berada di sana mengambil kotak obat yang sudah ia urutkan berdasar waktu dan hari. Mengambil obat di kotak itu dan meminumnya, menyemprotkan anti septik keseluruh tangan, kaki, pakaian dalam rambutnya. Seperti yang selalu diajarkan sang bunda.
Ditia anak satu-satunya, kondisi tubuh yang lemah membuat kedua orang tuanya menjadi ekstra khawatir jika sesuatu yang buruk akan menimpa anak gadis kesayangan mereka.
Setelah selesai ia berjalan turun menuju ruang makan. Tak lupa membawa tas yang akan ia bawa ke kantor sang guru.
Berjalan ke ruang makan dengan langkah cerianya. Senyuman manis tak pernah ditinggalkan Ditia. Ia memang selalu seperti itu Tersenyum seolah kebahagiaan ada di sekitarnya.
Sampai di meja makan ia mengecup pipi sang Bunda dan juga merangkul sang Ayah.
"Pagi Bun, yah," sapanya seraya duduk di kursi yang berhadapan dengan bunda.
"Pagi sayang," jawab bunda.
"Hari ini jadi kan Yah? Ambil ijazah?" Tanya Ditia excited.
Ayah mengangguk sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
Ditia bergerak mengambil nasi goreng dihadapannya.
"Eeh,"bunda menghentikan gerak Ditia.
"Kenapa bunda?" Tanyanya bingung.
"Jangan yang itu, itu pedes." Larangnya. "Yang di situ." Ucap bunda sambil menunjuk piring lain yang telah terisi nasi goreng lainnya.
Ditia tersenyum memamerkan gigi-giginya yang berjejer rapi. Sebenarnya, ia sudah melihat nasi goreng yang disiapkan bunda. Hanya ia sedang ingin makan nasi goreng yang sedikit pedas. Tapi, pada akhirnya ia mengurungkan niat. Dan melahap nasi goreng buatan sang bunda. Enak, tapi tak menantang batinnya.
"Obatnya udah dibawa?" Tanya bunda.
Ditia mengangguk.
"Anti septik, masker, jaket?"
Lagi-lagi ditia mengangguk mendengar pertanyaan sang bunda.
"Bagus, jangan sampai ada yang ketinggalan,"
"Iyaa, bunda." Jawab Ditia sedikit mendayu. "Bunda habis pulang aku boleh mampir ke toko kain yang ada di dekat kantor Bu Susi?"
"Boleh, asal ...,"
"Jangan lupa minum obat dan makan bekal bunda, aku juga udah bawa masker dan jaket kok bunda." Ucap Ditia.
"Pulangnya?"tanya sang Bunda lagi.
"Aku nanti naik taksi,"
Bunda kemudian mengangguk dan mengusap kepala Ditia. "Hati-hati."
"Siap bunda." Ucap Ditia yakin seraya meletakkan tangannya di kening dengan sikap hormat ke arah sang bunda.
"Ayo sayang, ayah sudah siap." Ucap ayah sambil merapikan kemeja kantornya kemudian bangkit dan berjalan keluar dengan sebelumnya mencium kening Nyonya Mita.
Ditia dengan cepat meminum susu kedelai hangat buatan sang bunda. Sambil berjalan, menyerahkan gelas ke tangan Bunda dan mengecup pipi Bunda.
"Aku jalan bunda." Ia segera berlari mengejar Tuan Dirga.
"Jangan lari sayang!"
Ya, teriakan Nyonya Mita memang terlambat. Ditia bahkan sudah berada di ambang pintu rumah. Berlari keluar mengejar sang Ayah.
"Kemana kamu ?" Tanya Brian saudara sepupu Ditia yang entah kapan tiba.
"Brian?" Gumam Ditia, menatap pria itu serius, dan menyebabkan tubuhnya limbung hampir saja terjatuh. Beruntung btiany menggapainya.
"Kamu nggak biasanya ceroboh begini."ucapnya Brian kemudian.
"Kapan kamu sampai?" Tanya Ditia.