"Kenapa, Ta?" tanya Kani curiga.
Grita menggeleng sambil meneguk minumannya yang tersisa seperempat. Sahabatnya tidak boleh tahu dirinya sedang bermain api dengan meladeni pesan pria tidak dikenal. Hatinya bersyukur karena memiliki sahabat yang saling mengingatkan.
Saat kelas sepuluh, mereka berada di satu kelas yang sama. Kedekatan mereka dimulai dari rasa kesepian yang senada karena terpisah dari teman-teman SMP masing-masing. Di akhir minggu kedua, mereka membuat aliansi dengan mendeklarasikan diri sebagai sahabat satu sama lain. Bahkan setelah terpisah selama lebih dari setahun terakhir karena berada di kelas yang berbeda, mereka tetap bersahabat.
Mereka tidak memiliki nama tetap untuk menyebut persahabatan yang terjalin. Namun, orang lain menyebut mereka "GHEK" yang merupakan gabungan nama mereka berempat. Grita si gadis yang sulit diam dengan sikap yang terkadang di luar nalar; Hawa si kalem yang menjadi penengah saat ada yang bersitegang; Emi si pembawa kabar berita alias gudang pengetahuan tentang kehidupan sosial sekolah; sedangkan Kani si paling overthinking dibanding yang lainnya.
Orang lain menganggap Kani sebagai pemimpin karena paling menonjol jika dilihat dari segi penampilan dan kecerdasan. Sesungguhnya Grita yang lebih sering menjadi otak dari segala tingkah laku dan keputusan yang dibuat. Sifat Grita yang impulsif dan mengikuti kata hati sulit ditolak oleh yang lainnya, walau pada akhirnya Kani yang akan mencari solusi jika mereka berempat terlibat masalah.
Pernah terjadi, dua tahun yang lalu di hari jumat tenang yang seharusnya menjadi penghujung hari yang melelahkan, terpaksa menjadi hari paling melelahkan karena Grita mengajak membolos di jam terakhir saat kelas kosong tanpa adanya guru yang memberikan materi. Guru tersebut mengganti proses belajar-mengajar dengan memberikan tugas tertulis yang harus dikumpulkan sebelum pulang.
Dengan segala keyakinan, Grita berhasil membuat sahabatnya menggunakan ruang OSIS yang kosong sebagai tempat persembunyian. Mereka masuk melalui jendela yang tidak dikunci untuk menonton film dari ponsel sambil makan mi instan mentah yang dihancurkan dan diberi bumbu, padahal tidak ada satu pun dari mereka yang merupakan anggota OSIS.
Saat tertangkap basah, Kani berargumen bahwa mereka sudah mengerjakan tugas. Namun, sebagai ganjaran atas kelancangan dan ketidakdisiplinan, mereka mendapatkan hukuman menyapu seluruh kelas sepuluh, perpustakaan, ruang guru, dan halaman sepulang sekolah.
Tragedi lain terjadi saat mereka berjalan-jalan di mal. Grita menyembunyikan sekotak pancake durian yang dibeli di supermarket ke restoran yang melarang membawa makanan dan minuman dari luar. Mereka terpaksa membayar denda karena sama-sama menikmati pancake hingga habis tanpa sisa.
Setelah berada di kelas dua belas, mereka masih saja melakukan hal-hal konyol walau jarang ketahuan oleh orang lain. Hawa sudah berkali-kali mengingatkan Grita untuk berpikir lebih jauh sebelum melakukan sesuatu, tapi Grita masih saja melakukan semuanya sesuka hati.
Getaran di ponsel Grita yang tergeletak di meja karena mendapatkan pesan dari Yohan membuatnya terpaksa pamit lebih dulu. Saat Grita berlari menjauh, Emi terkikik geli, "Hati-hati kepincut Yohan."
"Yang bener aja Grita jadian sama Yohan?" Kani terheran dengan celetukan Emi yang menurutnya tidak mungkin.
Emi tersenyum nakal, "Siapa tau? Mereka, 'kan, sepupu. Boleh nikah, kok."
"Jangan bikin gosip aneh-aneh kalau gak mau dipecat jadi sahabat Grita," tegur Hawa dengan nada rendah sambil terus menatap Grita di kejauhan yang sepertinya tidak mendengar percakapan mereka, walau Grita sempat menoleh saat Emi tertawa terbahak-bahak.
Grita menyayangkan waktu bersama sahabatnya yang hanya sebentar. Kedatangan Yohan yang lebih cepat dibanding janjinya membuat Grita menggerutu saat menaiki motor Yohan, "Katanya kelas kamu mulai jam empat?"
"Gak ada salahnya dateng ke kampus lebih cepet. Kamu juga gak ada kegiatan lain." Yohan menyodorkan helm dengan tenang. Sebagai orang yang memprotes Grita agar mempercepat gerakan, suara dan gestur tubuhnya sangat bertolak belakang.
Grita menatap Yohan melalui spion sambil memakai helm, "Tau gak? Tadi aku nyoba chat pakai fitur anonim. Ada cowok ngajak ketemuan minggu ini. Dia ngirim foto selfi segala. Kita kerjain, yuk."
Yohan tersenyum simpul sambil menyalakan mesin, "Masih kepo mau ngerjain om-om dari aplikasi itu?"
"Yang ini katanya bukan om-om."