Percuma menyesali pertemuan dengan Raga. Hati Grita yang sempat melayang saat Raga bertanya apakah Grita bersedia menjadi kekasihnya, berubah menjadi kekesalan luar biasa saat sadar pria itu hanya bercanda. Satu-satunya yang membuat Grita tetap waras hanya rasa syukurnya.
"Tapi maaf, nih, aku gak pacaran sama anak kecil."
Itulah yang Raga katakan malam itu. Alasan konyol bagi Grita karena merasa mereka sudah sepakat bahwa dirinya bukanlah anak kecil. Sadar diri memiliki hubungan asmara dengan orang asing yang baru pertama kali ditemui pasti terlihat aneh bagi siapapun, membuat Grita tidak lagi berminat membahas tentang cinta dengan Raga, walau tidak mampu membohongi hati yang telanjur terperosok jurang pesona.
Ragu menyusup di hati Grita. Siapa tahu Raga memang sudah memiliki kekasih? Pria dengan wajah tampan dan postur tubuh tinggi sepertinya pasti disukai banyak gadis.
Grita menyembunyikan segala hal tentang Raga dari orang tuanya, Yohan, bahkan para sahabatnya. Dia marah saat mengakui pikirannya yang setuju dengan Raga, bahwa suatu hal baik saat Raga memutuskan tidak memberikan nomor telepon hingga mereka tetap terhubung di aplikasi melalui fitur anonim tanpa perlu dicurigai orang lain.
Perasaan Grita setelah bertemu dengan Raga sangat berwarna dalam artian yang sesungguhnya. Kesal, senang, terpesona, ragu, terpana, malu, aneh, juga membingungkan. Semuanya berganti-ganti di setiap percakapan yang terjadi di aplikasi setelah Raga mengantar. Gelapnya malam menyembunyikan keberadaan mereka saat itu. Berada di kawasan rumah yang sepi menguntungkan Grita karena kedua orang tuanya tidak akan mendapatkan desas-desus aneh dari tetangga.
"Bengong aja, Ta," protes Emi saat menyadari salah satu sahabatnya mematung di sebelah patung badut berambut merah keriting.
Hawa menyenggol bahu Grita dengan bahunya, "Ta?"
"Apa?" tanya Grita yang masih menatap layar ponsel.
Hawa menunjuk ke arah konter pemesanan, "Jangan bengong. Giliran kamu yang order, tuh."
Grita memasukan ponsel ke saku. Dia baru saja berkirim pesan dengan Raga hingga sengaja menepi agar layar ponselnya tidak terlihat siapapun selain dirinya sendiri. Dengan beberapa langkah panjang menuju konter, dia memesan es krim vanila dengan tambahan permen jeli dan butiran sprinkle warna-warni.
Hawa mengajak Grita duduk di sekeliling meja kosong yang berada di depan gerai es krim, "Kamu lagi ada masalah?"
"Gak ada," jawab Grita sambil menyendok permen jeli.
"Abis kayaknya belakangan ini megangin hape terus. Jarang ngobrol juga," selidik Hawa.
Grita tersenyum canggung karena menyadari perubahan sikapnya terlihat jelas bagi orang lain, "Gak pa-pa. Belakangan ini lagi nyari informasi soal kampus mana yang bagus."
"Ya ampun, ini masih semester ganjil kali. Udah nyari kampus aja?" protes Emi.
Kani heran, "Loh, kamu belum? Padahal aku udah nyari kampus dari sebelum kenaikan kelas."
Emi terkejut, "Hah? Kalian mau ambil jurusan apa?"
"Kehutanan," jawab Kani.