Salju turun lagi semalaman, butirannya menutupi pinggiran jendela, membuat pandangan menjadi pias diselimuti kabut. Atap terselubung salju hingga beberapa inchi, membuat chalet, rumah salju kecilnya atau log cabin, semacam gubuk kayu, seperti gumpalan kapas. Sejauh mata memandang hamparan putih menyelimuti pegunungan. Ranting pepohonan berubah menjadi siluet kristal yang berkilauan.
Cormoran tidak bisa tidur memikirkan ancaman yang ia terima. Sepucuk surat yang digantung di depan cabin, berisi potongan-potongan kata dari guntingan koran, seperti majalah dinding sekolah Catherine putrinya. Pengirimnya sengaja mengirimkan sinyal ancaman bahwa ia ada di dekatnya, sedang santai mengintainya.
Tak ada satupun orang yang dikenalnya yang bisa dijadikan tertuduh. Membuat Cormoran sama sekali tak bisa menebak siapapun sebagai tersangka pelakunya. Semua orang seolah punya alibi di tengah cuaca buruk seperti sekarang.
Dengan memakai jaket camo putih, Cormoran seperti bunglon sedang mimikri sebagai gumpalan salju, ia memutuskan untuk tetap memeriksa jebakan rusa yang dipasangnya sebelum korbannya mati beku. Demi menghindari ancaman penyerang, Cormoran memilih keluar melalui pintu belakang, meskipun ia harus memutar hampir 360 derajat untuk bisa sampai ke beberapa titik dimana jebakan rusa telah dipasangnya. Paling tidak rusa kecil bisa membuatnya bertahan seminggu dalam badai di atas gunung dekat pinggiran hutan yang dijadikannya tempat untuk menjauh dari keramaian.
Sebagai seorang peneliti yang butuh privasi, Cormoran berpikir menjauh di gunung beku selain bisa membuatnya lebih konsentrasi, juga membantunya menyelesaikan fase terakhir dari rangkaian penelitian serum yang sedang ia kembangkan. Apalagi serum itu membutuhkan atmosfir dingin ekstrim agar aman dari kontaminasi bakteri dan virus yang bisa mengacaukan semua kerja kerasnya demi Mary.
Menurutnya dengan beberapa percobaan lagi, mungkin ia sudah mendapatkan serum yang ia harapkan. Beberapa catatan sudah ia masukkan dalam file khusus yang sangat dirahasiakannya. Lalu kertas-kertas coretan itu ia musnahkan dengan melemparkannya ke perapian. Ia tak mau rahasia serumnya itu jatuh ke tangan orang-orang yang tak bertanggungjawab. Ia tahu banyak mata mengincarnya sejak ia memutuskan memulai eksperimen serum itu.
Apalagi sejak kematian Sheraan asistennya karena kecelakaan, Cormoran berpikir seperti seorang phobia, semacam trust issue—kehilangan rasa percaya kepada orang lain—mungkin lebih tepatnya semacam obsessive compulsive disorder, dorongan yang terus-menerus muncul menyebabkannya cemas karena trauma yang menekannya setelah semua peristiwa itu.
Setiap urutan percobaan yang dibuatnya itu bernomor. Memiliki kode Pigeon 2.1 dan nomor urut percobaan memiliki catatan khusus semua detil hasil penelitian terbarunya, dengan tulisan kusut seperti resep dokter.
Pikirannya melayang ke rumah, mengingat Mary Weather istri yang begitu dicintainya—yang sedang bertahan dengan kanker yang telah menggerogotinya sejak 5 tahun lalu. Cormoran tak mau kehilangan Mary setelah sebelumnya putrinya Catherine juga didiagnosa menderita penyakit yang sama, dan ia tak bisa berbuat apa-apa.
Apalagi ketika kemudian ia tahu ternyata Mary menjadi carrier—pembawa genetik kanker yang bisa saja membuat Jonnah juga mengalami nasib buruk yang sama seperti putri pertamanya. Temuan bahwa Mary terinfeksi virus hepatitis B kronis tetapi lama kemudian baru terdeteksi selama lebih dari 6 bulan membuat Cormoran cemas. Apalagi setelah dia sendiri yang melakukan tes darah dan menemukan HBsAg--hepatitis B surface antigen. Protein dalam darah di permukaan virus hepatitis B (HBV), yang memastikan Mary terinfeksi virus hepatitis B.
“Sayang, bagaimana kabarmu hari ini.”