Delapan Bidak

Jimmy Alexander
Chapter #13

Bab 12

Saleh mengarahkan mobil memasuki halaman parkir Bank Kartika. Dengan sabar ia menunggu ketika sebuah mobil Ford merah di depannya yang hendak keluar. Para pengunjung di bank ini sering mengeluh karena sempitnya lahan parkir yang tersedia. Ia merasa bank seramai ini punya lahan parkir paling sempit di kota ini.

Nina mengeluarkan cermin kecil dari tas Guccinya. Ia memastikan penampilannya untuk terakhir kali. Sesuai dengan profesinya sekarang sebagai seorang kepala perwakilan yayasan internasional ia hanya mengenakan pakaian yang cukup ringkas. Kemeja berlengan pendek dengan emblem yayasan di dadanya dan celana panjang berbahan katun. Rambutnya dicat berwarna pirang yang tidak terlalu mencolok. Ia berusaha tampil berbeda dari penampilan sehari-harinya sesuai permintaan ‘skenario’. Bagaimanapun seorang Cinderella tidak perlu mengenakan gaun paling mewah untuk terlihat cantik.

“Bagaimana penampilanku?” tanya Nina pada pria yang duduk di belakangnya.

“Cantik tapi tetap terlihat wajar.” Doni mengacungkan kedua jempolnya. Ia sendiri hanya mengenakan kacamata berbingkai tebal sebagai samarannya. Ia sengaja membiarkan brewok tipisnya tumbuh menghiasi separuh wajahnya.

“Kita masuk sekarang?”

“Tentu saja. Tunggu apalagi?”

“Ingat namaku Gladys dan kau Rio.” Nina mengingatkan untuk terakhir kali.

“Dan ingat kau adalah kepala perwakilan Yayasan Milton dan aku bawahanmu.”

 “Dengan senang hati,” jawab Nina tersenyum seraya meraih handle pintu mobil.

Kemudian keduanya turun dari mobil sewaan mereka dan berjalan menuju panggung pertunjukan dengan percaya diri.

“Jangan memandang kamera secara langsung,” bisik Doni ketika mereka semakin dekat dengan pintu. Ia dan Nina berjalan menunduk agar sorot kamera tidak menangkap wajah mereka dengan jelas.

Udara dingin dari bank menyambut mereka sesampainya di dalam ruangan. Walaupun jam masih menunjukkan pukul 08.35 nasabah yang datang terlihat hampir memenuhi bangku-bangku yang tersedia. Ada yang sibuk dengan ponselnya ada pula yang menonton tanyangan TV dengan santainya. Semuanya tampak sabar menanti giliran mereka.

Satpam bertubuh tegap datang dan menanyakan maksud kedatangan mereka. Nina menyampaikan keinginannya bertemu dengan pimpinan. Setelah bercakap-cakap sejenak satpam tersebut mengarahkan mereka untuk bertemu dengan wakil pimpinan yang duduk di balik ruang kaca.

Bu Eva—demikian rekan-rekan pegawai memanggilnya—menjabat sebagai pimpinan bagian pelayanan nasabah. Tanggung jawabnya meliputi semua aktivitas yang berhubungan dengan nasabah. Itu berarti ruangan banking hall adalah wilayah kekuasaannya. 

Ia segera berdiri ketika satpam mengantarkan dua tamu dari Jakarta masuk ke ruangannya. Nalurinya mengatakan kedua orang di depannya bukan orang sembarangan. Namun tidak sedikitpun ia berpikiran buruk. Dengan senyum ramah ia mempersilahkan mereka duduk.

“Perkenalkan nama saya Gladys dan ini pak Rio,” kata Nina memperkenalkan diri. “Kami berdua dari Yayasan Milton Internasional dan merupakan yayasan yang memberikan bantuan dalam bidang pendidikan, kesehatan dan bencana alam. Saat ini kami belum memiliki kantor perwakilan di Indonesia. Kantor pusat kami berada di daerah Ohio, Amerika Serikat dan kantor perwakilan kami yang terdekat berada di Filipina. Saya merupakan pegawai di sana.”

Bu Eva terperangah. “Saya tak menyangka ada orang Indonesia yang kerja di yayasan luar negeri,” puji Bu Eva.

“Ya. Saya sudah tiga tahun bekerja di Filipina. Dan mereka mengutus saya kemari karena mereka prihatin atas kejadian yang terjadi di kota ini.”

“Dan secara kebetulan anda juga orang Indonesia.”

“Ya benar. Kurasa itu alasan lainnya mereka mengutus saya kemari.” Nina tertawa.

“Jadi bu Gladys, apa yang bisa saya bantu?” tanya Bu Eva dengan sikap ramah.

“Bencana yang terjadi di Palu empat bulan lalu ternyata menyita perhatian dunia Internasional. Kami menerima donasi yang jumlahnya cukup besar. Mereka berniat meringankan beban warga Palu dan sekitarnya yang terdampak bencana. Karena itu kami berniat membuka rekening di sini untuk penyaluran donasi. Terus terang kami belum memiliki rekening yayasan di Indonesia.”

Mata Bu Eva tiba-tiba berbinar senang. “Oh, jadi kedatangan ibu untuk membuka rekening untuk yayasan anda. Kalau begitu nanti saya bantu.” Dengan sigap ia segera mengangkat pesawat telepon dan memanggil salah satu petugas customer service andalannya.

Tak lama kemudian pegawai itu datang dengan langkah cepat-cepat menuju ruangan kaca.

“Linda, ibu Gladys dan pak Rio bekerja di Yayasan Milton. Mereka berniat untuk membuka rekening untuk yayasan. Tolong dibantu. Bawa saja formulir-formulir kemari biar mereka bisa mengisinya di sini.”

Setelah memahami perintah atasannya petugas customer service berbalik ke mejanya untuk mengambil formulir-formulir yang diminta. Kemudian ia meminta persyaratan-persyaratan administratif pada kedua orang di depannya. Setelah selesai mengisi segala formulir dan berkas administratif yang diminta, Nina menyerahkannya kepada pegawai yang berdiri di sisinya. Selanjutnya pegawai tersebut membawa berkas-berkas itu kembali ke meja kerjanya.

Lihat selengkapnya