Delapan Bidak

Jimmy Alexander
Chapter #22

Bab 21

Mobil ambulance itu berjalan dengan kecepatan normal melintasi daerah pegunungan yang berkelok-kelok. Mobil itu diikuti mobil Innova berwarna hitam yang juga berjalan dengan kecepatan yang sama. Sudah hampir 1 jam perjalanan mereka lewati kini dan kini mereka akan memasuki Desa Bunga yang cukup ramai.

Ketika mereka mendekati perbatasan desa mereka heran melihat antrian kendaraan yang cukup panjang.

“Ada apa pak di depan?” tanya Saleh pada salah satu pengendara motor yang sedang mengantre.

“Ada pemeriksaan dari kepolisian.”

Wajah Andre dan Saleh seketika berubah pucat.

Pemeriksaan kepolisian?

Aku harus memberitahu Doni.

Saleh segera menghubungi Doni yang berada di belakangnya.

“Pemeriksaan kepolisian? Cepat bunyikan sirene kita harus melawati mereka.”

“Baik,” jawab Saleh singkat. Dengan cepat ia menghidupkan tuas sirene di sampingnya.

Anehnya sirene itu tidak mengeluarkan suara apa-apa. Saleh mencobanya sekali lagi tetapi sirene itu tetap membisu.

Saleh kembali menghubungi Doni dan mengatakan kendala yang ia hadapi.

“Sialan!” umpat Doni. “Sirene itu mati. Siapa yang memasang sirene itu?”

“Di depan kulihat ada pemeriksaan polisi. Semua kendaraan di geledah,” kata Tarmin yang mengendarai Innova.

 “Mobil ambulance itu tidak boleh digeledah,” ujar Nina yang berada di samping Tarmin. 

Di tengah kepanikan yang melanda tiba-tiba Saleh melajukan mobilnya melewati mobil-mobil lainnya yang sedang menunggu giliran pemeriksaan.

Tarmin yang berada dibelakangnya terpaksa mengikuti aksi yang dilakukan Doni.

Mobil ambulance itu berhenti tepat di depan polisi penjaga. Seorang polisi penjaga bergerak mendekati mobil ambulance.

Andre yang mengenakan seragam polisi turun dari ambulance dan berdiri menunggu polisi itu.

“Ada pemeriksaan apa?” tanya Andre dengan tegas. “Kami mendapatkan perintah untuk melakukan razia semua kendaraan yang lewat di sini.”

“Aku membawa mayat dari rumah sakit. Kami akan pergi ke Desa Tongoa untuk penguburan besok. Jenazah yang kami bawa adalah pensiunan polisi. Keluarganya berada di mobil Innova itu.” Andre menunjuk mobil Innova di belakangnya. “Jadi tolong biarkan kami lewat.”

“Tunggu di sini. Aku harus lapor komandan dulu.” Polisi penjaga itu kemudian balik ke pos penjagaan untuk melaporkan situasi yang terjadi. Beberapa detik kemudian ia muncul kembali dan memberikan isyarat agar mobil ambulance itu diperbolehkan lewat.

Tanpa membuang waktu Saleh bergerak perlahan melewati pos penjagaan dan meneruskan perjalanan.

Tetapi ketika mobil Innova mencoba mengikuti ambulance di depannya, polisi penjaga itu menahannya. Polisi tadi berjalan mendekati mobil.

Suasana berubah tegang.

Nina yang duduk di kursi depan tidak kehilangan akal. Dengan cepat ia mengambil syal yang dibawanya lalu membalut kepalanya seperti kerudung.

Polisi itu mengetuk pintu mobil.

Doni, Tarmin, dan Anto menahan nafas.

Nina menurunkan kaca mobil sambil menangis terisak.

“Ibu istri almarhum?” tanya polisi itu.

Nina mengangguk sambil terus terisak. Ia menutupi sebagian wajahnya dengan kerudung dan pura-pura menyeka air matanya yang tidak ada.

“Kami turut prihatin bu. Silahkan lewat.” ujar polisi tadi dengan prihatin.

“Terima kasih Pak,” kata Nina dengan suara lirih. Ia lalu menutup kaca mobilnya.

Lihat selengkapnya