Corida terbangun di tengah malam buta. Bukan oleh mimpi buruk yang mengerikan, melainkan justru oleh suara merdu, sayup-sayup di kejauhan. Suara yang asing. Suara itu makin lama makin terasa mendekat. Makin keras, tepat di dekat telinga kirinya. Tangan mungil itu menggapai-gapai, mendapatkan ponselnya dan memaksakan matanya untuk terpicing.
Siapa yang menelpon di malam buta begini?
“Hallo ...?” suaranya serak ketika bertanya.
Tak segera terdengar jawaban.
“Halloooo ...?” Corida mengulang sapanya.
Suara berkeresek, suara angin.
“.... Cori .... Cori ...”
“Ya? Apa? ... Siapa?”
“..... kupu-kupu itu ... kupu-kupu kita ...”
“Apa? ... ini siapa?”
Telepon terputus. Corida menghembuskan nafas kesal, melempar ponselnya ke samping bantal dan membenamkan kepalanya ke bantal. Rasa kantuk yang tak tertahankan, mengingat ia belum genap setengah jam tertidur tak mampu membuatnya mau berpikir banyak. Huh, penelpon iseng!
Corida mendengkur halus, meneruskan tidurnya tanpa bermimpi.
∞ ∞ ∞
Pagi harinya Corida meneliti catatan panggilan di ponselnya, dan ia mendapatkan nomor penelepon terakhir di jam 00.08. Dan itu adalah sebuah nomor yang aneh. 8.
Corida mengernyitkan dahinya. Panggilan dari nomor telepon 8. Tak mau berpikir panjang, Corida segera memijit tombol call. Setelahnya ia tertawa sendiri, karena tak ada bunyi apa-apa. Bodohnya! Tentu saja tak ada pemilik nomor telepon 8, bahkan andai itu operator selular atau apapun.
Corida meneliti sekali lagi dan memastikan siapa penelepon misterius yang ia terima di jam 00.08. Penelepon terakhir yang menghubungi ponselnya. Ya, hanya nomor 8. Aneh!
Benar-benar aneh!
“Kau ingin terlambat lagi, Cori?” teguran dari luar pintu kamar memaksa Corida melemparkan ponselnya ke atas kasur. Mama akan mengungkit semua kesalahannya, dan utamanya kegilaannya pada facebook dan twitter kalau ia sampai kesiangan masuk sekolah lagi.
Corida berusaha melupakan telepon misterius itu ketika sudah berada di depan meja makan, menghadapi susu dan sereal.
“Jam delapan nanti kau jadi mengantar mama, Cori.” Mama menambahkan sesendok sereal lagi ke mangkuk Corida yang masih penuh. Mama selalu berpikir, sesendok sereal mampu sedikit menggemukkan badan Corida yang kurus.
“Jam delapan?” Corida mencoba mengingat-ingat. “Oh, ya! Ke galeri Tante Yoan, kan?”
Mama mengangguk. Corida ingat, Mama butuh gaun baru untuk menghadiri acara di kantor Papa. Papanya dipromosikan ke divisi baru yang lebih menjanjikan dan akan ada acara serah-terima jabatan, atau syukuran, atau ... entahlah. Intinya sebuah acara cukup resmi di kantor Papa dan Mama harus mendampingi sebagai istri yang cantik.
“Kenapa enggak siang aja, Ma?” Corida mencoba berkelit dengan halus. Ia berharap Papa pulang dari tugas luar kotanya siang ini juga dan ia terbebas dari tugas mengantar mama untuk suatu acara yang menurutnya tidak menarik sama sekali. Pergi ke butik dan selamanya tidak pernah tertarik dengan baju-baju yang ribet dan hanya akan menjadi bahan tertawaan saja saking rumit dan anehnya baju atau gaun itu.
“Jam delapan malam Mama sudah deal ketemu langsung sama tante Yoan. Kau tau, diskon sepuluh persen cukup lumayanlah.”
“Oke, Ma.” Corida menghabiskan serealnya dengan cepat. Jam enam kurang sepuluh menit, Corida melirik jam dinding. Ia meninggalkan meja makan dan menyambar handuk birunya.
Di depan pintu kamar mandi yang selalu tertutup, Corida mendengar bunyi mendesis. Mama kurang rapat menurup kran, pikirnya. Corida membuka pintu kamar mandi dan tiba-tiba sesuatu itu menerjangnya.
“Mamaaaaa ....!!!” Corida menjerit sangat keras sambil mempertahankan keseimbangan tubuhnya.
Dari dalam bilik kamar mandi itu berhamburan ribuan kupu-kupu segala macam warna, terbang melesat dari dalam kamar mandi, menabrak tubuhnya, menyapu wajahnya dan begitu banyaknya kupu-kupu yang saling bertabrakan satu dengan lainnya. Beberapa diantaranya jatuh ke lantai. Mungkin sekarat. Seolah ada angin topan yang menghempaskan tubuhnya, Corida terdorong ke belakang, punggungnya tertahan almari baju dan itulah yang menyelamatkannya dari kejadian yang lebih fatal.
Ribuan kupu-kupu itu terbang melesat, melintasi koridor menuju pintu garasi yang setengah terbuka.
“Cori?!”
Cori mendongak menatap mamanya dengan pandangan kosong. Mama agak panik ketika menarik Corida, memaksanya untuk berdiri. “Kau kenapa?”
Plak!!!