Hari ini – Bandara Internasional Bali
"Pasti Rangga bakal senang bertemu denganmu Sar."
"Iya Cit." jawab Sarah rendah diri.
"Apalagi momennya yang sudah lama seperti ini."
Sarah mengangguk setuju.
"Eh, kamu nggak makan makananmu itu? Keburu dingin tahu." tanya Sarah.
"Hmm, nggak kayaknya. Aku kurang berselera."
"Apa jangan-jangan karena perkataan awalku tadi?"
Sarah dan Citra saling tertawa.
"Enggaklah Sar, memang dari awal aku sudah kenyang kok. Iseng aja mengambil."
"Tapi kamu sudah makan kan?"
"Sudah kok."
"Soalnya umur-umur kita seperti ini memang harus pintar menjaga pola makan..... Lewat sedikit lambung bakal kena."
"Betul banget."
"Teman kerjaku ada tahu yang sampai pneumonia karena asam lambung."
"Wah serius kamu?" tanya Citra penasaran.
"Beneran deh, itu asalnya dari gerd gitu pokoknya." jawab Sarah menambahkan.
"Ih ngeri juga ya, soalnya kan setahu aku pneumonia itu daerah paru-paru kan?"
"Iya Cit, bisa kena sana kan ngeri dong berarti." pungkas Sarah.
"Tapi kalau penyakit Rama bagaimana?"
"Terakhir aku nanya sih dia cuma maag biasa aja, kalau telat makan baru kambuh. Begitu."
"Tapi kan harus diperiksakan juga Sar."
"Iyalah Cit. Makanya aku bilang ke dia kalau kerja itu bawa camilan. Kayak aku sering bawa snack bar gitu."
"Sama Sar, kadang aku bawa begituan, tadi aja di pesawat aku makan. Tapi sekarang sudah habis, belum beli lagi."
"Mau beli sekarang?"
"Ah entar aja deh. Gampang itu."
Sarah dan Citra pun terdiam untuk memberi jeda di antara waktu. Tapi tak berselang lama, tubuh Sarah kembali miring menghadap Citra.
"Eh tapi kamu makan nasi enggak sih?"
"Makan kok. Tapi porsinya aku kurangi, kalau di apartemen sih biasanya shirataki."
"Shirataki?"
"Iya Shirataki, seperti nasi tapi dia berbeda."
Sarah mencoba membayangkan apa itu shirataki, hingga akhirnya Citra membantunya dengan mencari gambar shirataki di ponselnya.
"Ini Shirataki..."
"Oh ini.... Tapi bentuknya beda sekali ya dengan beras."
"Iya Sar..."
"Lalu rasanya bagaimana?"