Delmina dan Sang Pembaca

lidhamaul
Chapter #3

#3. Delmina dan Askun

Delmina melompat-lompat meraih dahan murbei terendah dan menekuk bibir ketika tidak berhasil. Setelah beberapa saat harapannya tidak sia-sia, dengan menadahkan tangan, satu per satu murbei berjatuhan ke dalamnya. Murbei itu ia masukkan ke kantong yang tersedia di kedua sisi bajunya. Dua murbei hitam digigitnya nikmat sembari tersenyum pada ranting-ranting yang tersebar di atas kepalanya. Bercak-bercak murbei yang terhempas di dalam saku bajunya menimbulkan warna baru yang berbeda dengan pakaian itu.

Kain di pinggangnya diikat tidak sama panjang. Bawah bajunya sendiri sudah berwarna coklat sejak ia mengelilingi tanah basah. Rambut kusut Delmina menjuntai hingga melewati belakang bahu. Delmina sendiri tidak peduli dengan cuaca siang itu. Hujan dan panas baginya adalah kawan. Jika ia ingin bermain dengan keduanya, ia rela kulitnya gosong atau mengeriput karena dingin.

Sebenarnya ia bisa saja memanjat pohon itu. Sejak kapan pohon murbei menjadi begitu tinggi dan sulit dinaiki? Jika saja ayahnya –Tuan Barto– tidak mendapati dirinya terjatuh dengan lutut memar beberapa hari lalu. Setelah hari itu, ia berjanji tidak akan menaiki pohon mana pun sampai memarnya berkurang atau ayahnya melupakan perintahnya.

“Lihat! Kita bisa pakai pijakan ini,” Askun, bocah lelaki kawan bermainnya berlari mendekat, membawa pijakan setinggi lututnya. Lalu berdecak bingung.

“Habis?”

Delmina mengangguk tersenyum, memamerkan lidahnya yang berubah warna. Dia meraup murbei dari sakunya dan membanjiri tangan Askun dengan buah itu.

Askun menduduki kursi dan bertanya, “Bagaimana caranya? Kau menaikinya?” Delmina menggeleng lambat dan melambaikan tangan untuk membuat tanda.

Askun menghabiskan kunyahannya sembari menatap murbei hijau yang belum masak di atas kepalanya. Kemarin mereka sudah berjanji akan bersama-sama mengambil murbei. Askun memastikan buah-buah yang akan menjadi milik mereka dengan menandai murbei yang akan matang sempurna lewat telunjuk dan menghitung jumlahnya yang tersebar acak. Delmina hanya mengangguk kala itu. Askun pandai memanjat, ia akan mengambil murbei yang lebih tinggi, sementara yang terendah akan diberikan pada Delmina. Setiap membayangkannya Delmina akan mengangguk dan terkikik geli.

Siang ini Askun mendadak ditimpa rasa bersalah saat sebelah kakinya mendarat di sebuah batang terendah. Jika ayah Delmina tahu Askun mengajak Delmina memanjat pohon, habislah mereka. Namun, membatalkan mengambil murbei, akan membuat Askun tambah bersalah.

Askun berkata lagi, ia akan mengambil sebuah pijakan dan meminta Delmina menunggu. Awalnya Delmina tidak mengerti apa beda bagi Askun mengambil murbei dengan berdiri di atas pijakan dan naik di atas pohon. Kemudian Delmina menaruh sebuah kata di dalam kepalanya. Seperti sebuah ide yang terlintas, hanya saja itu bukan sebuah ide, melainkan kesimpulan. Tantangan. Memanjat pohon rasanya sangat menantang dibanding hanya berdiri di atas pijakan. Delmina tersenyum bangga pada dirinya sendiri, karena mengira itu benar.

Lihat selengkapnya