Glotak!
Suara kayu bertabrakan dengan bebatuan. Tubuh Delmina terguncang, kepala dan bahunya terasa sakit. Pikirannya perlahan membuka tapi tidak dengan matanya, ia masih ingin tidur. “Tara benar, kau memang bodoh Sela. Lihat, rodanya lepas lagi.”
Samar-samar Delmina mendengar orang bicara.
“Bukan akunya yang bodoh Bar, tapi tukang pasangnya lho. Kan ia nggak tau berat beban yang diangkut.”
“Hah? Kau bisa mengira dari berat badanku, atau bawa saja aku.”
“Lho, kamu nggak bilang mau ikut.”
“Hah.”
“Diamlah. Cepat kalian ikat tali ke kotak kayunya, yang kuat dan jangan berisik.”
Masih menahan perih dan kantuk Delmina berhasil mengenali suara di sekitarnya. Suara terakhir pasti suara Taramina. Dia berusaha bergerak, tapi terasa sempit sekali, ia ingin menyentuh sesuatu tapi tidak mengerti mengapa tangannya berada di belakang tubuhnya. Delmina ingin memanjangkan kakinya, tapi terantuk sesuatu. Dia tahu ia harus bangun, jadi ia berusaha membuka matanya, meski tersisa rasa kantuk.
“Selesai. Kita tinggalkan saja gerobak ini di sini, lalu kita tarik kotak ini sekuatnya. Bantu aku menurunkannya.”
“Astaga Tara, ia berat sekali.”
“Diam Bar, jangan mengeluh.”
“Sini, biar aku saja.” Suara ‘buk’ kecil berlanjut dengan gesekan dirasakan oleh Delmina yang sudah bisa membuka mata dan menyadari betapa kacau situasi dirinya. Matanya berusaha mencari sumber cahaya dan hidungnya berusaha keras menukar aroma kayu yang masih baru dengan udara segar. Serbuan tanya merayap. Apa yang dilakukan kakak-kakaknya? Mulutnya disumpal dan kedua tangan serta kakinya terikat! Delmina berusaha bergerak pelan-pelan dan makin keras.
“Apa yang terjadi? Dia bangun?”
Dari dalam kotak kayu persegi di mana Delmina meringkuk, suara tanya Barmina bergetar. Serentak mereka menghentikan tarikan dan membiarkan benda di depan mereka bergerak-gerak. “Kok bisa sih?” Selamina mengamati bingung. Sementara Taramina menaruh telunjuk di bibir dan berbisik, “ssst.”
Tapi, adegan itu tidak berlangsung lama, Delmina merasakan dirinya ditarik lagi. Lebih keras dan terburu-buru. Dia juga tidak mau mengalah dengan keadaan, ia mengentakkan kakinya ke sisi kayu yang ia bisa. Delmina meronta, memaksa dirinya untuk berteriak, sekuatnya mengeluarkan gumpalan kain dengan lidahnya.