Delmina dan Sang Pembaca

lidhamaul
Chapter #16

#16. Sang Pembaca

Ketika semua mengerutkan kening dan tidak ada satu pun yang ingin bertanya, Tota melanjutkan ceritanya, “Tapi Sang Pembaca tidak bertindak atas perasaannya sendiri. Mereka sangat taat pada sebuah buku yang disebut Buku Kehidupan Taruktu yang memang hanya mereka yang berkemampuan untuk membacanya.”

“Mengapa harus Sang Pembaca? Mengapa tidak Raja?” tanya Bibi Mindu.

Tuan Tota menjawab, “Bagian ini adalah kesimpulanku, Raja adalah pelaksana, pemikir, sekaligus pengambil keputusan banyak hal. Cerita selanjutnya akan menunjukkan bahwa Raja tidak mungkin bisa melakukannya. Dalam kisah ini adalah raja kita, Gathan.”

Tuan Tota melanjutkan lagi setelah mengingat cukup dalam, “Awalnya aku pun tidak mengerti hakikat Sang Pembaca. Jadi, saat aku berkenalan dengan Tuan Dasta, aku hanya merasakan ketenangan yang luar biasa. Aku benar-benar merasa ikhlas, lega atas apa yang terjadi dalam hidupku. Sekarang aku pikir bahwa sebenarnya ia sudah mengawasiku dari awal, mungkin aku adalah petunjuk dalam Buku Kehidupan Taruktu. Mungkin ia sudah menanti kedatanganku. Sekali lagi ini hanya kesimpulanku, karena ia tidak mengatakan ini. Saat kami bercakap-cakap pertama kali, aku langsung menaruh keyakinan padanya. Saat aku mengatakan penyebab aku ditahan, ia mengatakan padaku, ‘kau tidak membunuhnya Tota. Kau bukan pembunuh. Aku sungguh-sungguh percaya padamu.’ Seketika aku kaget. Nama tahananku Hamburmin, nama Tota sudah lama mati bagiku. Tiba-tiba aku bagai anak kecil yang diberi kepercayaan, aku menangis sesunggukan di depannya, dan ia meraihku seperti seorang ayah padahal ia lebih muda dariku. ‘Kau akan menjadi orang kepercayaanku sejak hari ini. Kau akan bebas, sungguh-sungguh akan bebas,’ ucapnya. Walau aku tidak paham, tapi aku mengiyakan apa pun yang ia mau. Sebegitu percayanya aku padanya. Tapi ia tidak buru-buru melakukannya, ia melakukan pendekatan sampai aku benar-benar nyaman atas tugasku.” Kali itu Tota menatap Delmina.

“Bayi mungil cantik yang sangat dicintai kedua orang tuanya. Tetapi, Tuan Dasta mengatakan akan ada sesuatu yang terjadi padanya dan Taruktu, jika ia tidak dibawa pergi. Aku tidak tahu ‘sesuatu’ yang dimaksud, pikirku itu sesuatu yang buruk, itu saja. Kami menyusun rencana, tanpa sepengetahuan Raja tentu saja. Aku harap kalian paham, bahwa tugas itu tidak mungkin dilakukan Raja Gathan, memisahkan bayinya dari ibunya. Tugasku adalah membawa bayi itu ke tempat dari mana aku berasal, dan menitipkannya pada perempuan yang tinggal di dekat sungai, yang kelak akan kehilangan bayi perempuannya.”

Semua mata menatap Bibi Mindu yang mulai berkaca-kaca. Ada ketegangan tersirat di ruangan itu. “Anda tidak bermaksud mengatakan... ?” tanya Bibi Russ tak tuntas.

Tuan Tota melanjutkan, “Perempuan itu tinggal di rumah pertama di dekat sungai, tanpa ada rumah lain yang mengitarinya. Dia adalah perempuan yang berhati lembut. Rumah dan tanah pertanian adalah kehidupannya.” Tuan Tota menarik napas dengan gelisah. “Aku minta maaf, itu kalimat yang aku terima dari Sang Pembaca.”

“Bayi itu akan tumbuh di tempat yang dimaksud dan sekarang aku mengatakan ia telah tumbuh di tempat ini. Tempat ini yang Tuan Dasta maksud," lanjut Tuan Tota.

“Tapi, tapi Anda pasti salah. Delmina mungkin bukan yang Anda maksud,” sanggah Bibi Mindu.

“Ya ia bayi itu. Putri Raja Gathan dan Ratu Alena. Dia tidak sempat diberi nama atas permintaan Sang Pembaca agar menunda pemberian nama. Ratu sendiri memanggilnya Liliwana. Delmina memang putri Raja dan Ratu Taruktu. Sejak bayi ia sudah punya suara aneh itu. Benar bukan ia punya suara aneh?” Bibi Mindu dan Bibi Russ saling berpandangan, masih tak percaya.

“Ada yang kurang. Mengapa Anda tidak mengantarnya kemari saat ia masih bayi?” tanya Bibi Mindu.

Tuan Tota mendesah. “Pelarianku malam itu membuat Tuan Dasta alias Raja Kedua alias Sang Pembaca Negeri Taruktu mati ditusuk tombak prajurit. Aku tidak menyangka kematian begitu cepat menyambutnya. Aku terus mengikuti petunjuk yang diberikan, tidak mudah, tapi aku berhasil di beberapa petunjuk. Sayangnya, aku mengalami kegagalan di petunjuk lain. Saat menemukan sebagian pesan Raja Kedua dalam sebuah tulisan, aku kesulitan membacanya karena kemampuan baca tulisku yang memang masih buruk. Suatu hari ketika berada di tepi sungai dan aku terlampau lelah berjalan, aku meletakkan bayi itu di pinggir. Bayi itu cukup tenang. Aku mandi, minum dan melakukan aktivitas agar segar kembali. Saat aku menengoknya, ia sudah tiada. Betapa kacaunya aku saat itu, bukan saja karena aku sudah menghilangkan kepercayaan Sang Pembaca, tapi aku juga telah nyaman bersamanya setelah berhari-hari pelarian kami.”

“Tapi, ini masih janggal. Bagaimana dengan pencarian Anda? Bukankah para prajurit dan Raja sendiri mencari Anda? Anda tahanan bukan? Bagaimana Anda bisa tidak ditemukan? Apa tidak ada yang tahu Raja Kedua bersama Anda?” ganti Bibi Russ bertanya.

“Ah, bagian ini menarik. Malam itu bukan hanya aku tahanan yang melarikan diri, tapi itu bukan rencana Sang Pembaca. Mereka melarikan diri karena ya ada kesempatan. Raja Gathan dan pasukan pencari kesulitan menemukan tahanan mana yang membawa putrinya. Sementara itu Raja Kedua telah mati dan duka itu membuat tugas pasukan jadi berlipat-lipat. Tidak, tidak ada yang tahu kerjasamaku dengan Sang Pembaca. Kalianlah yang pertama kuberi tahu. Pihak kerajaan hanya mengira bahwa Raja Kedua sedang mengejar penculik bayi dan prajurit yang menombaknya salah lihat. Berhari-hari setelah aku menculik bayi itu, Raja Gathan tentu saja masih mencari putrinya. Itu tugasnya bukan? Sampai aku mendengar kabar bahwa ia mati dalam pencarian dan tubuhnya tidak ditemukan. Sejujurnya aku sempat berpikir apa aku sudah salah melakukan pelarian. Tapi, aku menepis pikiran itu. Setelah kematian suaminya, Ratu menarik mundur semua para pencari dan membiarkan dirinya terkurung di dalam istana dalam duka yang panjang. Dia tidak pernah keluar lagi dan hanya terus-terusan mencari prajurit baru, mungkin untuk melindungi dirinya.”

“Suamiku prajurit Ratu Alena yang meninggal saat bertugas,” ungkap Bibi Russ sedih.

“Dan ini bagian yang menarik. Sudah kusebutkan Raja Kedua mati di tangan prajurit pencari? Dia memang salah mata malam itu, tidak sengaja. Tapi, kalian tahu siapa dia? (tentu saja tidak ada yang menjawab). Bahkan aku benar-benar tidak menduganya. Dia adalah orang yang membunuh lelaki yang telah membuatku di penjara. Rupanya beberapa saksi itu berdusta! Mereka dibayar karena takut pada prajurit khusus itu. Aku sungguh dibuat takjub atas kalimat demi kalimat Raja Kedua. ‘Akan muncul pembunuh aslinya setelah kau pergi dari sini, begitu katanya.” Tota memasang wajah masih tak percaya.

“Maka, nama Hamburmin pun dicoret dari daftar tahanan. Sejak itu aku pun tak pernah memakai nama itu lagi. Apa pernah aku ditemukan? Lebih tepatnya bertemu dengan penjaga penjara, tapi saat itu aku tidak bersama bayi itu. Dia tidak bisa menangkapku dengan alasan apa pun. Hari-hari selanjutnya aku bertekad mencari bayi itu. Aku menyusuri sungai, menerobos hutan yang pernah kumasuki, dan terus mencari. Lama kelamaan, aku berpikir untuk mencarinya di Sembilan Wilayah Taruktu. Meski tidak semua wilayah kumasuki. Aku berkelana, bertemu orang-orang dan mengubah caraku berkenalan. Aku belajar kehidupan dari orang-orang, belajar dari alam. Makin lama gaya hidupku benar-benar berubah. Aku tidak menceritakan masa laluku. Aku cukupkan diriku sebagai orang bodoh semata, dengan begitu, aku mendapat masukan lebih banyak dan mudah bertanya. Aku menyapa banyak orang dan dengan senang hati mendengarkan keluh kesah mereka. Sungguh, betapa nyamannya ketika aku merasa tidak sendiri lagi. Setiap wilayah punya kesan bagiku. Tidak ada yang tahu aku mencari putri raja, sayangnya aku pun tidak menemukannya. Aku sangat berharap ia terus hidup, karena masih ada janji yang harus kulaksanakan. Aku juga meneruskan pelajaran baca tulisku, dan makin lama aku makin menyukai membaca. Aku membaca buku apa saja. Dari buku-buku tua aku menemukan istilah Sang Pembaca, yang mengaitkan banyak hal di masa laluku. Aku sangat bersemangat di hidupku yang baru, aku senang dengan Tota yang baru. Lagi-lagi Raja Kedua itu benar, bahwa aku benar-benar bebas. Karena aku tidak suka sesuatu yang indah ini lenyap, jadi aku membagikannya kepada orang lain. Aku menceritakan mereka kisah-kisah yang mengandung nilai kehidupan. Para orang tua menyukaiku dan sering meminta bantuanku yang dengan senang hati kulakukan. Karena terlalu sering memberi saran kehidupan, mereka memanggilku si bijak. Tapi, sungguh aku tidak bijak sama sekali,” raut Tuan Tota mulai menampakkan emosi yang bercampur baur.

Lihat selengkapnya