“Kawan, sepertinya tur kita harus segera berakhir,” ucap Boktu dari arah depan.
“Tapi, kenapa? Kenapa aku tidak bisa membacanya?” Shuna masih membalik-balik halaman Buku Kehidupan. Empat orang termasuk Delmina ikut penasaran. Mereka maju tuk melihat lembar demi lembar buku.
“Kosong, tidak ada apa-apa.”
“Apa mungkin ini buku yang salah?”
Tapi, Shuna tidak menjawabnya, hanya memucat dan kecewa.
“Sudahlah. Ada suara datang kemari!” Boktu memecah penasaran, dan membuat mereka berpencar. Suara derap kaki itu terlalu dekat membuat mereka terpaksa mencari cara menyembunyikan diri. Delmina merasa perlu bertindak cepat, ia menutup buku itu, dan menarik tuasnya kembali sehingga buku itu masuk. Segera, ia menarik Shuna yang masih bingung.
Lima sahabat awan merasa terperangkap, seseorang menyebut di belakang lemari, dan mereka pun mencoba menyelinap di balik lemari yang bersisian dengan dinding.
Delmina mengambil sembarang buku dan menarik Shuna untuk duduk. Napasnya turun naik meski tidak berlari. Suara itu masuk ke dalam ruangan tersebut.
“Ada apa di sini?” Tuan Cakarwala masuk dibarengi dua prajurit.
Matanya menatap sekeliling, lalu beralih ke Delmina.
“Tempat apa ini?” tanyanya.
Delmina mencerna pertanyaan Tuan Cakarwala. Sepertinya orang itu tidak tahu tempat yang dimasukinya. Shuna yang sedari tadi hanya terpusat pada dirinya, menatap Tuan Cakarwala.
“Ruang baca,” jawab Shuna.
“Bagaimana kalian bisa masuk kemari?” suara Tuan Cakarwala sangat tenang.
“Sebagaimana Anda masuk,” balas Shuna lagi, yang ditangkap kelegaan oleh Delmina.
“Aku mendengar banyak suara. Apa kalian yakin bahwa Tuan Kamga itu sudah pergi ?”
Delmina dan Shuna saling berpandangan. Mereka bahkan tidak berpikir Paman Kamga masih di tempat itu, tapi mereka juga was-was seandainya Tuan Cakarwala akan menggeledah tempat tersebut.
“Buku apa itu?” Tuan Cakarwala bergerak dengan langkah tenang, diangkatnya buku itu dan dibalik-baliknya halaman.
“Kalian ingin tahu wilayah mana yang orang-orangnya senang mengupil?” tanya Tuan Cakarwala. Delmina dan Shuna bersitatap lagi, dan baru membaca judul buku itu : 10 Hal Aneh dari Berbagai Wilayah di Taruktu. Entah mengapa ada buku seperti itu di ruangan tersebut.
Tuan Cakarwala meletakkan buku itu, ia menatap sekeliling, memerhatikan buku-buku di rak, di gantung, beranjak dari lemari ke lemari, sampai lemari yang berdekatan dengan dinding. Tuan Cakarwala menengok ke baliknya.
Delmina mencegah dirinya memekik dan Shuna menekan kedua tangannya ke lantai.
“Aku masih tidak mengerti bagaimana kalian bisa masuk. Silakan keluar dari ruangan ini segera. Aku tidak mau melihat siapa pun ada di sini lagi,” ucapnya seraya menanti Delmina dan Shuna ikut beranjak dari tempat itu. Sementara mereka berdua tidak mengerti bagaimana Tuan Cakarwala tidak bisa melihat kelima sahabat awan. Delmina beranjak sambil menengok ke belakang, Shuna pun sama bingungnya sampai-sampai ia menabrak Tuan Cakarwala. Mereka melewati dua prajurit yang hanya berdiri di dinding masuk.
“Bagaimana cara menutup ruangan ini?”
Delmina dan Shuna sama-sama mengendikkan bahu. Tuan Cakarwala mencari sesuatu di dinding dan menemukan knop kayu dalam lubang di satu sisi dinding yang terbuka. Dia memutarnya dan berhasil.
Pintu dinding itu bergeser kembali secara perlahan.
Secepatnya mereka keluar. Delmina dan Shuna berharap lima orang yang masih di dalam dapat menemukan cara untuk keluar. Sekali lagi, Delmina melirik dinding yang makin menutup itu, dan teringat jarum berkepala yang ada di dalam garis. Dia mengambilnya tanpa sepengetahuan siapa pun, dan menusukkannya ke saku dalam bajunya.
[ ]
Shuna uring-uringan di atas ranjang. Dia masih tidak mengerti mengapa tidak bisa membaca buku yang ia yakini sebagai Buku Kehidupan Taruktu. Delmina duduk di ranjang menatap Shuna yang membelakanginya. Dia sendiri masih memikirkan nasib lima pemuda itu. Tuan Cakarwala meminta mereka untuk tidak kemana-mana hingga Ratu Alena selesai beristirahat. Entah kapan selesai.
Shuna bangun sesaat, dan berkata, “Tuan Cakarwala itu hanya terlihat tenang. Sebenarnya ia murka sekali melihat kita di sana,” kemudian ia membenamkan dirinya lagi, lalu bangun lagi dan berkata, “sudah tidak ada yang menarik minatku,” kemudian baring lagi dan akhirnya tertidur.
Delmina melembutkan pikirannya agar tidak terlalu lelah, hingga akhirnya ia ikut tertidur.
Pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit, Shuna membangunkan Delmina. “Kita sudah terlalu banyak tidur, ayolah kita jalan-jalan lagi.”
Apakah ibunya akan mengizinkan? Sudahlah, pikir Delmina. Dia berminat mencari arah matahari terbit dan bersantai di sana. Mereka masih memegang peta untuk berjaga-jaga, meski peta itu tidak bisa menunjukkan bagian dalam istana. Mereka ingin mampir ke ruang baca, tapi khawatir ada penjagaan. Mereka juga menelusuri jalan yang dipakai lima sahabat awan namun tak menemukan siapa pun di sana.
Semoga mereka baik-baik saja, harap Delmina.
Shuna mengajak mereka mencari jalan keluar yang berbeda. Mereka berhasil naik ke benteng dan memandang matahari terbit. Tempat itu benar-benar sepi.
Apa kabar lima sahabat awan itu? Sebenarnya di mana kamar ibuku? tanya Delmina dalam kepalanya.
“Sebenarnya di mana kamar Ratu Alena dan Tuan Cakarwala itu? Apa kau tidak penasaran?” tanya Shuna senada dengan pikiran Delmina.
“Ke mana pelayan-pelayan dulunya? Dan dua prajurit itu?”
“Kau mau kita mencari tahu?” tanya Delmina.
“Kurasa begitu.”
[ ]
Kali itu mereka mencoba berjalan-jalan di area yang belum mereka lewati. Banyak tempat yang masih indah meski tidak terawat. Mereka mencoba lorong-lorong, kadang mereka tertawa, kadang merasa aneh. Ada lorong yang bercabang-cabang, dan Delmina mengendus aroma tanah yang baru dibongkar di sekitar lorong itu. Ini berkat tinggal di tanah pertanian, hidungnya bertambah peka dengan aroma tanah.
Pikiran mereka mulai mengabur, ingin berbalik atau meneruskan. Delmina berminat untuk mencari tahu, sementara Shuna melatih dirinya untuk tidak cemas, sampai Delmina memegang tangan Shuna untuk memastikan bahwa Shuna akan nyaman-nyaman saja.
Mereka sudah berada di bawah tanah, dengan beberapa portal batu yang masih baru. Di dekat mereka ada undakan dengan celah yang sempit untuk menuruninya, berkelok-kelok hingga dasar yang lebih dingin. Delmina mencapai penasarannya dengan berada di depan. Mereka tiba lagi di sebuah lorong yang sangat panjang dan tak bercahaya.