“Aku juga tidak tahu mengapa aku begitu,” jawab Delmina ketika Askun menanyainya tentang kejadian bersama dua prajurit. Askun tidak melihatnya langsung, jadi ingin menanyakan pada Delmina.
“Kau tidak senang?” tanya Delmina.
“Senang? Senang karena kau ternyata punya sesuatu atau senang karena apa?” Askun bingung. Delmina pun menjadi bingung. Itu pertanyaan spontan agar Askun tidak menanyainya lagi. Dia sendiri masih tak mengerti.
“Padahal sudah banyak hal aneh kulihat. Tapi, prajurit-prajurit itu membuatku ngeri juga,” ujar Askun kemudian. Pantas saja Askun tidak menyapa dan tidak senyum padanya sejak datang.
Ayah Askun juga tak terlihat, mungkin sedang membahas beberapa hal bersama orang-orang.
Shuna datang tergopoh-gopoh.
“Hai, Askun.” Askun tersenyum pada Shuna dan kemudian pamit untuk ke asrama.
“Ada apa sih dengannya?” tanya Shuna.
“Bukannya kamu tahu perasaannya?” pancing Delmina.
Mendadak Shuna tertawa. “Tapi, aku tidak tahu isi pikirannya.”
Delmina hendak bertanya lagi, tentang apa yang dirasakan Askun, tapi Shuna buru-buru menyampaikan yang ia mau. “Semalam, Paman Kamga mengadakan rapat, Del!”
Lalu, ia duduk di dekat Delmina dengan bersemangat. “Pamanku akan memilih orang-orang berkualitas, persis sesuai permintaan Buku Kehidupan. Ayah Askun juga ikut rapat itu.”
Lalu? Delmina masih belum paham.
“Paman Kamga akan membentuk pasukan! Mereka akan pergi ke kerajaan secepatnya!”
“Ya, itu bagus dan benar.” Dengan penampakan kematian para prajurit yang aneh itu, mereka harus bergerak cepat. Kerajaan Taruktu harus diselamatkan secepatnya.
“Tapi, kita tidak akan diajak!”
Owh. Jadi, itu yang dimaksud Shuna.
“Kau dan aku punya kemampuan untuk membantu. Tapi, Paman Kamga tidak akan mengajak anak-anak dan orang tua.”
“Tapi, aku tidak tahu kemampuanku. Yang kau lihat, mungkin tidak bisa kuulang lagi. Aku hanya ... ” Hanya apa? Hanya meminta prajurit-prajurit itu tenang? Hanya mendengarkan mereka dan tahu mereka kelaparan? Tahu bahwa mereka dipanggil? Tapi, bagaimana caranya?
“Apa kau tidak takut menghadapi pasukan-pasukan itu?” Delmina mengalihkan pertanyaan.
“Mmmh. Aku bisa menyerap rasa tidak takut dari yang lain,” jawab Shuna.
“Kau yakin berdiri di dekat orang yang tepat?”
Shuna menggigit bibirnya, berusaha mencari kata-kata yang pas.
“Waktu Serrpa menyarankan minta bantuan, kau langsung berlari. Kau memanggil bantuan sekaligus menghindari takut, benar?” tanya Delmina, dan tanpa menunggu jawaban, ia menyampaikan lagi, “kau bisa saja mengubah perasaan orang lain, tapi bagaimana mengubah perasaanmu sendiri dengan mudah?”
“Bagaimana kau tahu?” selidik Shuna.
Delmina merunut lagi hidupnya. Dulu, ia selalu melihat Askun yang bahagia, sekali ini bisa juga ia mendapati Askun yang resah, dan malu. Dulu sekali, ia percaya pada Timimina yang akan selalu menolongnya, ternyata ia memendam hasrat menyingkirkan Delmina.