Delmina dan Sang Pembaca

lidhamaul
Chapter #33

#33. Seruan

Haydara memerhatikan kulitnya yang masih memerah, tapi telah berhenti mengelupas. “Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan. Aku masih ingin melawannya kalau bisa.”

Dia pun berdiri lagi.

Kamga termangu sesaat, sampai Mangkus terjatuh dan Kamga harus memapahnya untuk menepi.

Tuan Cakarwala tiba-tiba terkikik, membungkuk, memeluk perut. Kemudian berdiri lagi, sedih dan menangis tersedu-sedu. Prajurit yang ada di dekatnya mulai tak terarah.

Delmina melihat Shuna memainkan tangannya. Sesekali kepalanya termundur, menolak untuk merasakan yang sama.

Setelah menangis, Tuan Cakarwala mendekap tangannya persis seperti anak kecil. Dia melirik ke kanan kiri, melotot, bibirnya menyumpah.

Shuna mengibas tangannya. “Orang ini kejam! Sangat mudah iri. Dia menabung dendamnya yang harusnya sekarang sudah karatan. Aku mau tahu bagaimana caranya ia begitu tenang.”

Apa pula yang dikatakan Shuna? Delmina hanya berharap bisa melakukan sesuatu. Serrpa benar, harusnya dia bisa memegang senjata atau bisa membela diri.

Tapi, bukankah ia bisa melakukan sesuatu!

Tanpa berpikir panjang, dia berlari menuju Ratu Alena palsu. Sayangnya, Haydara dan Kamga segera melihatnya. “Dia sudah mengambil darahmu. Bagaimana kalau dia mengambil nyawamu?” Haydara memegang pundak Delmina, meyakinkan agar Delmina tidak maju. “Tapi, untuk apa darahmu?” tanyanya.

“Hai, Ratu palsu. Apa kau mau darahnya lagi?” Haydara menghadapkan Delmina ke arah Ratu Alena palsu sambil mengarahkan pisau ke lengan Delmina.

Perempuan itu menyunggingkan senyum.

“Tidak perlu.” Dua pemuda terlempar seiring langkah perempuan berjubah merah darah itu. “Jadi, kau adalah saudari Alena? Aku salah langkah kalau begitu? Apa kau disembunyikan sewaktu kecil, seperti anak itu? Keponakan dan bibinya sama-sama melarikan diri rupanya ya?” Wajah perempuan itu begitu kesal. Haydara menurunkan belatinya.

“Atau mungkin berkat penyakitku kita bisa berhadapan pada hari ini. Ya, ya, pasti begitu.” Tidak terpikir bagi Haydara akan menyukai penyakitnya.

Tuan Cakarwala mendekati Ratu Alena palsu. “Apa kau menyukai anak-anak? Kenapa kau menyukai anak-anak dulunya?” Tuan Cakarwala bersikap aneh dengan menanyai Ratu palsu.

Perempuan itu hanya melirik dari ekor matanya.

“Kalian tidak bisa menghancurkanku. Begitu bukan yang tertulis di buku itu?” ungkapnya yang membuat banyak tampang merasa ganjil.

Delmina melihat bibinya yang menengok ke arah Kamga. Sebelum Kamga membalas keterkejutan orang di sekitarnya, Ratu bergerak lebih cepat menangkap Shuna.

“Apa yang kau lakukan pada pria itu? Kau mau tahu perasaanku sebenarnya! Kau mau tahu!” Perempuan itu mencengkeram leher Shuna dengan satu tangan. Satu tangannya digunakan untuk menepis orang-orang. Shuna berusaha mendorong tangan yang ada di lehernya. Dia bukan hanya sakit secara fisik, perasaannya pun kacau. Patah hati, kecewa, dikhianati. Semua Shuna serap seakan rasa sakit itu miliknya. Dia menangis kalut.

Hentikan!” Delmina memberi isyarat Ratu Alena palsu untuk berhenti sambil berteriak, yang tentu saja tidak bisa dimengerti. Tapi, setidaknya perempuan itu teralihkan. Dia melempar Shuna, dan gadis muda itu pun pingsan.

Kamga membuat kejutan dengan keberhasilannya menusuk pinggang Ratu Alena palsu dari belakang tubuhnya.

Kengerian selanjutnya menjalar di wajah orang-orang. Para ksatria yang bertarung, mereka yang sempat melihat, tak ayal menurunkan senjatanya hanya untuk memastikan bahwa mereka memang tak salah lihat. Nyonya Purlita yang baru mendekat untuk menarik putrinya, berteriak histeris.

Ratu Alena palsu masih berdiri tegak, menyambut tombak yang menembus pinggangnya. Dia mengamati tak percaya. Kemudian, tangannya bergerak ke belakang, mencabut tombak Kamga. Dengan santai.

Dengan ringan pula, dia putar tombak dan arahkan ke Kamga, hingga Kamga berkelit dan terpukul mundur.

Seseorang menyenggol kaki Ratu Alena palsu, membuatnya tertunduk. Bayangan bocah lelaki menaiki pundak Ratu Alena palsu, menutup matanya, menjepit hidungnya, hingga mulutnya terbuka, dan anak lelaki itu memasukkan sesuatu ke dalamnya, sambil mengatupkannya kembali.

“Del. Aku tidak tahu apa ini berhasil! Cobalah.”

Delmina mengerti apa yang dimaksud Askun. Jadi, dia mencoba tenang. Berusaha mendengar bisik-bisik yang ada di kepalanya. Sedikit demi sedikit memang ada suara. Bisakah ia memerintahkannya?

Lihat selengkapnya