“Lidahnya bagus, saluran pernapasannya bagus, semua bagus. Dia akan baik-baik saja.” Penyembuh Nost mengemas barang-barangnya. Dia adalah salah satu penyembuh terbaik di Taruktu yang baru saja diangkat untuk bertugas di kerajaan. Penyembuh Nost mengatakan Delmina masih akan beradaptasi dengan suaranya. Masih akan menyampaikan dengan gerakan tangannya, dan itu wajar sekali. Haydara menyimak dengan seksama. Mengangguk dan berkali-kali tersenyum pada Delmina dan Penyembuh Nost.
“Waw, tidak menyangka kita bisa kembali ke tempat ini,” kata Haydara, duduk bersampingan dengan Delmina, saat penyembuh sudah pergi. Mereka ada di kamar berwarna lavender. Beberapa barang sudah dipindahkan, dan ruangan-ruangan sudah dipugar. Termasuk ruang bawah tanah yang mereka temukan.
‘Kita’? Delmina tidak berharap bisa kembali ke istana. Tapi, seperti kata Haydara, tempat itu adalah rumah mereka. Suka tidak suka, mereka lahir di dalamnya.
“Jadi, kau ingin dipanggil apa? Liliwana atau tetap Delmina?” Bibi Delmina yang ini, tampak bersahaja, masih tidak ingin memakai pakaian yang sama seperti anggota kerajaan lain, minim perhaisan, dan terlihat sangat santai. Kulitnya masih mengandung bercak-bercak merah dan di pipinya masih ada sisa kulit kering yang mengelupas. Tapi, Haydara tampak sehat dan ceria.
“Dhelminra. Dehlmina. Hu-um,” jawab Delmina senang. Ada sesuatu yang ia ingin sampaikan, kenapa memilih Delmina dan bukannya Liliwana sesuai keinginan ibunya. Tapi, bagi Delmina belum sekarang mengatakannya.
“Aku menghargai apa pun yang kau mau. Sudah siap? Kamga menunggu kita.”
[ ]
Satu bulan berlalu sejak kejadian besar itu. Sedikit demi sedikit Delmina bisa bercakap-cakap dengan ‘suara barunya’.
Berita tentang kehadiran Haydara, Delmina si putri Gathan, ratu palsu, dan semuanya cepat menyebar di wilayah-wilayah lain. Memang benar, para prajurit ratu palsu itu tadinya adalah prajurit-prajurit dan ksatria di Taruktu. Sampai kemudian terjadi sesuatu pada mereka dan diberi nama ‘pasukan rubah’. Sementara para pelayan, anggota kerajaan, dan orang-orang yang mengetahuinya, dibekukan. Sebagian besar mereka bisa sadar, ada yang masih linglung, sakit, serta ada pula yang meninggal. Picuk dibawa ke ruang bawah tanah untuk melihat sisa-sisa penelitian dan percobaan yang dilakukan Tuan Cakarwala. Dia masih tenggelam dalam kesibukan di sana, bersama beberapa tim yang ia bentuk. Tuan Cakarwala, yang dulu bernama Trajo, sesuai cerita Cowel, sudah ditahan. Namun, belum ada keputusan resmi untuknya, mengingat ceritanya juga sangat dibutuhkan. Karena Shuna, Tuan Cakarwala masih bersikap linglung, dan karena Askun, jalannya pun terpincang-pincang.
[ ]
Delmina memasuki ruang baca, tempat Buku Kehidupan Taruktu ditaruh. Ruangan itu telah dibuka sepenuhnya, untuk Sang Pembaca bebas keluar masuk. Ruang baca umum disediakan di tempat lain. Kamga menaruh buku itu di atas sebuah penyangga dan membukanya. Buku itu tidak lagi berkilau dan bergerak-gerak sendiri. Seketika Delmina menengok ke sudut lain, karena ada pergerakan. Pikirnya, akibat buku itu. Ternyata Shuna dan ibunya juga ada di ruang itu.
Delmina merasa seperti baru pertama kali berjumpa dengan Shuna, saat ia dilanda senang, namun juga cemas menghadapi putri orang kaya. Shuna tersenyum dari tempatnya. Sudah satu bulan mereka tidak bertemu sejak Shuna pingsan. Nyonya Purlita dan Haydara saling menyapa. Shuna langsung mendekap Delmina erat. “Aku senang kau baik-baik saja,” katanya berurai air mata.
Kenapa belum apa-apa Shuna ini harus menangis sih? Delmina takut, dia akan ikut-ikutan bersedih.
“Kalau Haydara mengizinkan, aku dan Shuna akan tinggal di sini,” kata Kamga dengan sangat sopan.
“Tentu saja kau harus di sini. Kalau aku harus kesepian, lebih baik aku tinggal di hutan saja. Lagipula, kecuali Delmina, tidak ada lagi yang kukenal,” cerocos Haydara.
Kamga tersenyum. Entah merasa lucu, atau senang karena diterima.
“Tapi, bagaimana dengan Perkampungan Awan Bertuah?” tanya Haydara, baru memikirkannya.
“Tuan Fabar yang akan memimpin di sana. Dia akan ditemani Mangkus, Lumpi, Boktu dan beberapa sahabat lainnya.” Saat Kamga menyebut Tuan Fabar, yang lain menunggu penjelasannya.
“Ya, dia kehilangan tangan kirinya. Tapi, dia mengaku akan baik-baik saja. Mangkus sedang mengerjakan proyek tangan palsu untuknya. Tuan Fabar itu orang yang sabar. Kuharap dia baik-baik saja.”
Delmina melihat Shuna mengangguk-angguk kencang setelah pamannya berkata.
“Banyak hal yang ingin kutanyakan, apa mungkin sekarang? Selama ini aku mengamankan Shuna di rumah saja,” ujar Nyonya Purlita.
“Kurasa aku juga harus menjelaskannya sekarang. Aku mulai mengkhawatirkan hal-hal lain,” ucap Kamga sembari menunggu dirinya siap.
“Kami tidak bisa menemukannya ratu palsu itu. Perempuan yang menyamar sebagai Alena. Perempuan itu bernama Wuyara. Dulu sekali, dia pernah menjadi ratu di negeri ini. Itu sebabnya dia tahu apa itu Sang Pembaca, tahu bahwa dalam sejarah Taruktu, Sang Pembaca selalu laki-laki. Karena itu Wuyara tidak menerima laki-laki dan menutup pencarian putri dari Alena dan Gathan, karena tidak ingin ada Sang Pembaca lain mendatanginya. Dia tahu ada ruangan yang berisi Buku Kehidupan Taruktu, tapi tidak tahu di mana. Karena buku itu tidak selalu di ruang yang sama. Dasta berhasil menutup tempat ini.”
Sampai sini, Nyonya Purlita terlihat menahan sesak.
“Dia tahu Dasta adalah Sang Pembaca dan sudah mati. Dia mendengar putri mereka diculik dan ada kabar kemartiannya. Tapi, dia tidak tahu nama anak itu, karena memang belum dinamai resmi. Hanya lima orang yang tahu Liliwana; ibunya, ayahnya, bibinya. Ditambah dua orang; Dasta dan Tuan Tota atau Hamburmin. Sebenarnya itu sudah menjadi petunjuk, kalau perempuan itu bukan ibu dari Delmina.”
Delmina merasa tenang, dia tidak jadi diberi nama Liliwana, dan firasat awalnya ketika berjumpa Ratu Alena palsu itu benar.
“Tapi, untuk apa Wuyara menyamar? Bagaimana caranya?”
“Aku tidak akan bisa merinci caranya, karena hanya dia yang tahu. Tapi, dia butuh menyamar demi tujuannya menghancurkan Taruktu dan itu dimulai dari tempat ini. Aku yakin banyak yang membantunya, bukan hanya Tuan Cakar-cakar itu.”
“Kenrapha, nama Wuyaya trascha asying? Thidak adra di fuku-fuku sejarah,” tanya Delmina.
“Bu, Delmina bisa bicara,” kata Shuna terharu dan Nyonya Purlita tersenyum lebar.
“Dari dulu, Delmina juga bisa bicara. Hanya kita saja yang tidak mengerti,” Kamga tertawa.
“Apa?” Haydara kaget.
“Ya. Delmina memang ...”
“Bukan, maksudku aku baru ingat, bahwa namanya tidak pernah kudengar sebagai ratu di negeri ini. Apa kau tahu dari Buku Kehidupan?” tanya Haydara.
“Sebagian ya. Sebagian kupelajari dari sejarah Taruktu yang hilang. Karena itulah Sang Pembaca butuh banyak membaca, tidak boleh mengandalkan keistimewaannya saja.” Kamga mengusap matanya yang belakangan terasa lelah.
“Sebagai ratu, Wuyara punya gelar lain. Sayangnya itulah yang sulit kutemukan. Alasan lain,” Kamga tidak melanjutkan kalimatnya.
“Paman, waktu kami bersentuhan, aku merasa ada anak kecil. Dia sayang pada anak itu. Tapi, aku tidak paham, kenapa sentuhannya bisa menyakitiku. Tuan Cakarwala saja yang menurutku keji tidak begitu. Apa artinya Wuyara lebih keji ? Apa kekejian bisa menyakitiku?” tanya Shuna.
Kamga terdiam lebih lama. “Shuna, yang membuatnya berhasil menguasaimu ada dua hal. Pertama, dia tahu cara mengirimkan perasaannya padamu. Dia bisa memilah dan mengeluarkannya untukmu. Kedua,” Kamga menarik napasnya, “dia sudah hidup ratusan tahun.”
Ketiga perempuan di dekat Kamga tercengang.
“Apa dia mempelajari ilmu hitam untuk bisa bertahan sampai sekarang? Pantas saja dia susah mati,” Nyonya Purlita menyimpulkan.
“Ya, kakak. Itu penyebab pertama. Penyebab kedua adalah anak kecil itu. Tapi, maaf. Aku akan menyampaikannya di lain waktu. Aku ingin mencari tahu beberapa hal lebih dulu.”
[ ]
Delmina kedatangan tamu.
Seorang perempuan kurus yang telah memberinya gelang. Perempuan itu berdiri di kamarnya, lebih tegang dibanding yang pernah Delmina jumpai. Delmina memeluknya. Rindu dengan Bibi Russ.
“Seumur hidup, aku belum pernah kemari.” Kemudian Bibi Russ diam sangat lama.
“Waktu aku tahu prajurit yang menyerang kalian bukan manusia, aku bertanya-tanya apa suamiku menjadi bagian pasukan penyihir itu? Lalu, aku senang saat benar-benar diberi tahu kuburannya.” Bibi Russ menangis pilu. Baru kali itu, dia melihat pertahanan perempuan itu hancur juga.