Dua pasang kaki sedikit gemetar tatkala menginjak dataran tandus. Material debu berhamburan, sedikit menyesakkan paru-paru yang menghirupnya. Langkah kakinya sedikit lebih ringan.
"Ini... Xous...," ucap si pemilik kaki nyaris tanpa suara. Gadis berambut hitam itu mendongak menatap langit nila kemerahan. Dua bintang membakar tubuhnya yang kurus.
"Ah! Harusnya kupakai tabir surya sejak awal," gerutu si gadis. Ia merogoh ranselnya, mencari botol putih berisi cairan krem. Segera ia usapkan cairan itu ke seluruh tubuhnya yang terbuka, tak terhalang pakaian.
"Cewek... di mana saja sama! Takut kulit kusam, gelap. Gak usahlah ikut ekspedisi kalau begitu!"
Gadis berambut hitam itu menoleh, menemukan seorang lelaki bertubuh jangkung tengah memperhatikannya. Risih, ia menjauh dari lelaki itu. Mencoba tak menanggapi perkataannya barusan.
"Hei, kau! Anak baru. Kemarilah!" sahut seorang bapak berkumis. Kumisnya tidak tebal tetapi tidak pula tipis.
"Perkenalkan, saya komandan Tim Delta. Komandan Mesi Menez. Mulai sekarang, kita akan bekerja sama dalam tim ini. Karena itu, tugas pertamamu adalah berkenalan dengan seluruh anggota tim." Bapak berkumis mulai memberi pengarahan.
"Baik, Pak!" jawab si gadis mantap.
"Perkenalan resmi di markas saja. Di sini sudah terlalu panas." Komandan Menez mengelap dahinya dengan sapu tangan kemudian melihat sekeliling. "Delta Tim, masuk!" perintahnya menggelegar.
Seluruh pasukan segera berbaris. Termasuk si gadis. Ia buru-buru mengekor yang lain menuju sebuah kubah raksasa di tanah tandus itu. Pada salah satu sisi kubah terdapat semacam pintu saluran air.
Seorang dari pasukan itu menekan beberapa tombol hingga pintu itu bergeser memperlihatkan lubang dalam. Satu per satu dari mereka memasuki lubang itu, menuruni setiap anak tangga yang terbuat dari lempengan baja. Lempeng-lempeng itu ditancapkan pada dinding tanah yang keras. Lebih cocok disebut batu daripada tanah.
Sepuluh meter turun, akhirnya mereka tiba di markas FPA, Founder Planet Alliance, yang berupa ruangan luas yang disekat-sekat. Sebagian dipisahkan oleh kaca, lainnya triplek tebal.
"Aruna, silahkan...." Komandan Menez merentangkan tangannya.
Gadis berambut hitam itu sedikit canggung ketika namanya disebut. Buru-buru ia melaksanakan perintah pertama sang komandan.
"Halo... saya Aruna. Mohon kerja samanya...." ucap Aruna pada seorang lelaki yang tengah mengoperasikan alat telekomunikasi.
Suara si lelaki terdengar tidak begitu jelas. Aruna tidak begitu memperhatikan jawaban lelaki itu. Matanya justru asik mengawasi titik-titik beragam warna di layar.
"Bagian apa?" tanya lelaki itu.