"Aruna, tolong berikan tabung ini pada Axelle. Bilang padanya, ini formula baru. Cukup sekali tembak ke bagian dada atau kepala." Karmen menyerahkan sebuah tabung silinder dari kaca berisi cairan jingga.
"Oke," sahut Aruna. Meskipun ia tak tahu untuk apa cairan itu digunakan, gadis berambut sebahu itu menerimanya dengan patuh.
"Eh—kamu, sini dulu!" Belum sempat Aruna melangkah, seorang wanita berambut cepak melambaikan tangan sembari berseru padanya.
"Nama kamu siapa?" tanya wanita yang terlihat sangar itu. Dari Karmen, Aruna mengetahui bahwa dia adalah satu-satunya komandan wanita, pemimpin tim Echo yang bertugas membuat dan meneliti senjata.
"Aruna, Bu," jawab Aruna setelah ia berjarak sejengkal dengan sang komandan wanita.
"Yang lengkap, dong!“ Suara Komandan Echo itu agak meninggi.
Sedikit terkejut, Aruna menjawab lagi, "Nama saya Aruna Geulisya dari tim Delta." Susah payah gadis itu mengatur napas agar tak terlihat takut atau pun gugup.
"Oh... kau anak buah si Menez rupanya. Hati-hati bawa tabungnya. Jangan sampai pecah. Itu cairan korosif," ujar komandan yang Aruna baru ingat bernama Rosa itu.
Setelah tangan yang dibalut sarung tangan hitam milik komandan Rosa itu melambai, Aruna pergi. Sesuai dengan perintah, ia berhati-hati membawa tabung itu.
Ketika kakinya melangkah di pintu masuk ruangan Delta, Aruna baru menyadari sesuatu. Ia tidak mengetahui siapa itu Axelle. Dalam perkenalannya kemarin, ia tak menemui seorang pun yang bernama Axelle.
"Apa... aku melewatkan seseorang, ya?" gumam Aruna.
"Hei, bawa apa itu?"
Aruna menoleh. Itu suara si pencibir tabir surya. Bartolo... Barto... apalah itu, ia tak ingat betul namanya.
'Sepertinya bisa kutanyakan padanya,' pikir Aruna.
"Oh, ini dari komandan Rosa untuk Axelle. Apakah... kau tahu siapa itu Axelle?" tanya Aruna hati-hati. Ia takut kalau-kalau makhluk di depannya mendadak ketus seperti pertama kali mereka bertemu.
Lelaki bernama Bartolo... Barto... atau apalah itu diam sejenak kemudian menatap Aruna lekat-lekat. Sedetik kemudian ia tersenyum, membuat Aruna lupa sejenak dengan pertemuan mereka pertama kali yang menjengkelkan.
"Kau lihat siapa yang sedang bersama komandan?" lelaki tinggi itu meraih bahu Aruna dan menariknya, "Itu yang namanya Axelle," katanya.
Aruna melirik Barto dan kaget mengetahui wajah mereka terlalu dekat. Hanya berjarak sejengkal saja. Lebih kaget lagi ketika tiba-tiba saja lelaki itu berpaling melihatnya. Buru-buru ia membuang muka.
"Terima kasih," ucap Aruna. Ia bergegas menghampiri Axelle yang sepertinya akan keluar dari ruangan.
"Pak...." Aruna menghadang Axelle yang ternyata berwajah rupawan dan berbadan tegap. Hanya saja lelaki itu terlihat sangat serius dan memancarkan aura yang sedikit mengancam.
"Ada apa?" tanyanya, membuat Aruna hampir menelan ludah karena selain tampan, lelaki itu memiliki kharisma tinggi yang membuatnya segan.
"Ah... ini dari komandan Rosa, Pak Axelle." Aruna menyodorkan tabung kaca yang sedari tadi ia genggam.
Lelaki itu melihatnya sekilas kemudian dengan wajah lurus ia berkata, "Saya bukan Axelle."
Lelaki itu pun segera pergi dengan langkah kaki mantap meninggalkan Aruna dengan hatinya yang kini mencelos. Ia tak tahu harus apa atau bagaimana. Ia bimbang mencerna apa yang sesungguhnya sedang berlangsung dalam drama kehidupan barunya.
Sambil terus berpikir, ia mengambil kursi terdekat kemudian duduk. Segelas air ia tenggak tanpa jeda.
"Ada masalah apa tadi?" bisik Coelho.
"Gak tahu," jawab Aruna seperti orang linglung.
"Jangan begitu. Ceritakan saja. Aku adalah orang yang bisa menjaga rahasia." Coelho mendekati Aruna. "Ada masalah besar apa? Apa yang tadi kau bicarakan dengan Jenderal?"
Seolah melihat bintang meledak, pupil mata Aruna melebar. Dia Jenderal? Yang benar saja! Ia barusan berbuat salah pada seorang Jenderal?
Aruna menutup mukanya kemudian mengusapnya. Dicarinya Barto dengan kedua matanya yang masih melebar. Brengsek!
"Kenapa?" tanya Coelho melihat Aruna bertingkah tak wajar.
"Orang itu menipuku!" tukas Aruna kesal sembari menunjuk Barto yang tengah membersihkan alat tembak.
"Memang apa yang Axelle lakukan padamu?" tanya Coelho lagi.
Darah Aruna serasa naik ke ubun-ubun mendengar ucapan Coelho barusan. "Axelle? Bukannya dia Barto... Bartolomiw?" Aruna balik bertanya.
"Kau masih menganggap nama yang kemarin itu beneran , ya?“ Coelho memandangi Aruna tak percaya. "Dia Axelle, Axelle Clear. Apa kau gak memeriksa absen kami di database?"
"Ah—iya...." Aruna duduk lemas. Buru-buru ia meminjam komputer Coelho dan memeriksa. Benar saja, orang itulah yang bernama Axelle!