Coelho memasukkan beberapa botol minuman beralkohol ke dalam tas. Disusul Husain yang menjejalkan empat bungkus rokok premium sementara Axelle memasukkan sekantong kopi dan marshmallow. Semua benda itu berasal dari bumi dan dilarang beredar di Xous.
Namun seperti ulat yang ikut tumbuh bersama sayur organik, beberapa orang menyelundupkan barang-barang menyenangkan dari bumi tanpa ketahuan. Mereka mendapatkan benda itu diam-diam dari seorang kapten tim Bravo yang memang bertugas menyuplai logistik FPA. Kapten itu sudah bertahun-tahun mengedarkan alkohol, rokok dan bahkan obat psikotropika. Belakangan juga ia menyelundupkan beberapa makanan manis. Tentu saja ada uang ada barang.
Para pekerja FPA bukan orang suci. Beberapa tua mungkin setia pada buku panduan FPA tetapi orang-orang muda lebih berani. Mereka menghamburkan uang untuk bersenang-senang ketika libur tiba. Sudah merupakan rahasia umum bagi sesama pekerja jika ada kawan mereka masih teler saat bekerja. Tidak jarang orang teler akan gugur dengan mudah.
Minggu lalu, pekerja dari tim Hotel tergilas rantis yang tengah diuji coba. Pekerja itu rupanya telah mengkonsumsi kokain di malam hari dan masil teler. Tidak ada yang menangis dan tidak ada yang kehilangan—setidaknya di Xous. Seseorang telah menggantikan tugasnya pagi berikutnya dan kehidupan tetap berjalan.
“Kenapa bocah itu belum datang?” Axelle melihat gelang di tangan dan memeriksa waktu.
“Baru lewat lima menit, Axe. Dia akan datang. Lihat saja!” ujar Zephyr. Ia menggendong tas berisi benda-benda langka dari bumi itu.
“Atau mungkin tidak,” gumam Husain pelan. “Dia terlihat takut tadi siang, kan?” tanyanya pada Coelho yang menyelipkan pemantik api sederhana ke dalam saku dalam seragamnya.
“Iya juga, sih,” jawab Coelho tak yakin.
“Sudah lewat sepuluh menit. Kita harus berangkat sekaarang.” Axelle berdiri kemudian membuka pintu dengan keras.
Mes itu memiliki teras luar sempit. Pintunya akan memenuhi teras saat terbuka. Menghalangi siapa pun untuk lewat.
“Kalian dengar sesuatu?” tanya Coelho seraya melangkah keluar disusul Zephyr dan Husain yang membuka pintu hingga mentok.
Husain dan Zephyr saling pandang dan menggeleng pelan. Axelle terdiam sejenak. Ia mendengar sesuatu tadi. Diliriknya sekeliling dan buru-buru menutup pintu kamar Coelho. Tidak ada siapa pun di balik pintu.
Coelho yang jelas mendengar suara-suarar tidak menyerah. Ia melihat kiri, kanan dan memeriksa atas dan bawah. “Man!!!” Mata Coelho melebar dan buru-buru ia mengulurkan tangan ke bawah sembari memasang kuda-kuda.
“Apa sih?” tanya Zephyr yang kemudian ikut melongok ke bawah.
“Aruna!” jerit Husain, “Sedang apa kau di situ?"
Axelle ikut melongok ke bawah. Aruna tengah bergelantungan di besi penahan teras. Wajahnya pucat dan penuh keringat. Para lelaki kompak mengulurkan tangan. Tapi tidak ada tangan seorang pun yang cukup panjang untuk menjangkau Aruna.
“Aku tidak bisa bertahan lebih lama!” jerit Aruna. Ia baru beberapa menit berpegangan pada bagian bawah pagar tapi terasa sudah seharian di Xous.
“Tali … ambil tali!” teriak Axelle.
Coelho segera berlari lagi ke kamarnya dan mencari dimana letak tali. Pikirannya buntu melihat rekannya bisa saja jatuh dari lantai dua. Coelho mondar-mandir mencari benda panjang itu tapi akhirnya ia menarik selimut di kasur dan segera melemparnya ke arah Aruna. “Pegang ini!” sahut Coelho.
Zephyr dan yang lain segera menggenggam ujung selimut dan bersiap menarik.
Aruna sekuat tenaga menahan beban tubuhnya pada satu tangan sementara tangan lain berusaha meraih selimut. Meski gemetar dan jantung berdebar, Aruna mengumpulkan kekuatan untuk meraih selimut Coelho.
Pada titik itu, Aruna sadar ia bisa saja melepas pegangan kedua tangannya untuk meluncur jatuh dan mengakhiri hidup seperti yang ia mau. Aruna menatap dataran Xous yang berdebu di bawah sana. Sebuah rantis bobrok terparkir dilapisi kotoran tebal. Pagar jaring besi dengan tiang yang cukup lancip untuk menembus tubuhnya menanti. Dengan gaya tarik Xous yang lebih besar dari bumi, ketinggian tiga sampai empat meter cukup untuk membuatmu mati. Kematian yang sungguh menggiurkan.
“Aruna! Pegangan yang kuat!”
Aruna menengadah dan melihat Axelle, Coelho, Zephyr dan Husain memanggil-manggilnya penuh harap sekaligus cemas.
“Aruna!!!”
Gadis itu menggenggam selimut kuat-kuat dan membiarkan kematian melambaikan tangan sambil berkata sampai jumpa lain kali.
“Sial! Kenapa kau bisa ada di sana?” ucap Zephyr setelah mereka berhasil menarik tubuh Aruna kembali ke teras sempit.
Aruna—yang masih berbaring karena tenaganya terkuras—malah tertawa. “Siapa yang membuka pintu sekeras itu?”
Para lelaki saling melempar pandang dengan heran. Mereka duduk lega, napas masih memburu. Kemudian setelah menyadari kemungkinan yang terjadi mereka ikut tertawa—kecuali Axelle.
Axelle menutup wajahnya kemudian berkata dengan napas terengah, “Aku tidak tahu ada orang.”
Zephyr berdiri kemudian mengulurkan tangan pada Coelho dan Husain. Keduanya menyambut Zephyr dan berdiri sementara Axelle masih terduduk heran melihat Aruna yang belum berhenti tertawa.
“Jadi … kau mau ikut pesta?” tanya Axelle setelah tawa Aruna mulai mereda.
“Pesta?” Aruna melihat rekan-rekannya dengan wajah serius. Entah kenapa terbersit sedikit rasa senang di hatinya lolos dari maut. Aruna mengulurkan tangan yang disambut oleh Axelle. “Ayo, pergi!”
***
Tempat itu ada di timur laut markas besar. Dibutuhkan waktu lima belas menit berjalan kaki untuk ke sana. Sebuah bunker usang yang rusak dan tak lagi digunakan. Beberapa rongsokan menumpuk tertutup pasir. Pecahan batuan keras Xous tampak berserakan. Menjadi bukti kalau dulu pernah ada pertempuran hebat terjadi.
Axelle dan Zephyr menggeser lempeng yang menghalangi jalan masuk. Pintu bunker yang terbuat dari baja hanya terbuka sekitar lima puluh sentimeter. Pintu itu macet. Tidak bisa terbuka atau tertutup. Karenanya tim Delta menghalanginya dengan pintu kendaraan baja.
Udaranya terasa sangat kering meski ada di dalam tanah. Sedikit debu merah muda menghiasi lorong sepanjang tiga puluh meter. Coelho hendak menaikkan tuas di ujung lorong tetapi tangannya terhenti karena lampu-lampu tiba-tiba saja menyala.