Demi Allah dan Waktu yang Berjalan

Diba Tesi Zalziyati
Chapter #3

Dokter Cinta


Lagi-lagi berbicara tentang cinta. Jujur, aku memang si anti cinta. Tak ada kata cinta dalam kamus kehidupanku. Namun, lucunya, aku pun tak mengerti cinta itu apa. 

~Melody~

"Neng Ody!!" Terdengar teriakan dari luar rumah. Mbok Yum ternyata sedang kewalahan dengan kelakuannya sendiri. Membersihkan bagian belakang rumah dengan tongkat. Tebak apa yang dibersihkannya? Sarang lebah!! Bagaimana tidak ngambek lebah-lebah itu. Tidak ada kerjaan. Padahal sebelumnya aku sudah bilang untuk tidak mengganggu mereka. Mereka makhluk yang teguh pendirian, sekali digusur, sengatnya akan menyambangi tubuh penggusur. 

Cari masalah rupanya Mbok Yum. Mentang-mentang pemilik rumah menyukai kerapian, sepertinya ia ingin tetap disukai agar tetap bisa tinggal di rumah. Padahal, panggil saja pemadam kebakaran, atau tukang korek WC biar wajah mereka saja yang bopeng-bopeng. 

Aku memandangi Mbok Yum yang berlari menghindari kejaran lebah dari jendela. Tersenyum menyaksikan, memang aku se-antisosial itu. Menurutku, tak perlu juga bersusah ria membantu untuk meringankan beban orang lain. Tidak berguna. 

Meski akhirnya, secara logis kalau kubiarkan Mbok Yum di luar sendirian tanpa bantuan, bagaimana nasibku ke depannya? Aku tak mudah dekat dengan orang lain, tak juga mudah suka dengan orang, aku tak punya teman, meski takingin diperhatikan seperti perhatian Mbok Yum kepadaku. Aku ingin dimasaki, meski belum tentu akan memakannya. Aku terdiam agak lama, pikiranku mulai membayangkan hal yang tidak-tidak, seperti kehilangannya, tangannya menggapaiku, tetapi tak sampai, bahkan berada di pemakaman menguburkannya yang sudah dibungkus kain kafan.

Aku mundur dengan mantap, berlari, akhirnya kuambil seragam APD di kamar Mama. Mama memang orang yang penuh perhitungan, selalu sedia payung sebelum hujan. Aku segera meminum minuman kaleng berasa manis di kulkas. Katanya akan membuat lebah menjauhi kita. Meski aku masih belum yakin apakah minuman itu berkhasiat. Ah, pokoknya aku sudah siap. 

Aku berlari ke halaman belakang, menarik Mbok Yum ke pelukan, menyelimutinya dengan terpal yang besar. Kami berjongkok, hingga suara denging yang berisik itu hilang. 

Akan tetapi … harusnya aku tak menunggu lama tadi, Mbok Yum sudah keburu pingsan. 

***

Suara sirene mengantarkan kami menuju rumah sakit. Dokter dengan rambut yang menipis itu mengatakan bahwa Mbok Yum memiliki alergi, "Syukur langsung dilarikan ke rumah sakit, kalau tidak nyawanya bisa melayang." Entah mengapa, kakiku bergetar dibuatnya, kupandangi wajah perempuan tua yang biasa menemaniku itu. Tak terasa mataku menghangat. Sebegitu penting ternyata sosoknya bagiku. 

Lihat selengkapnya