Demi Allah dan Waktu yang Berjalan

Diba Tesi Zalziyati
Chapter #8

Tanggapan Tubuh

Di mana tepatnya tempat cinta berkembang? Di hati? Bukan. Menurut artikel yang kubaca, cinta diproses oleh otak. Katanya ada sebuah bagian yang dinamakan sebagai hipotalamus. Hipotalamus adalah organ tubuh yang punya tanggung jawab besar mengeluarkan hormon cinta. Munculnya rasa tenang dan bersemangat setiap kali aku melihat Andri. Hanya melihat. 

Akan tetapi, setelah melihat dan membaca chat Andri dengan perempuan yang merupakan pacarnya, tiba-tiba aku merasakan respon yang lain dari tubuhku. 

"Kamu kenapa, Ody? Kenapa akhir-akhir ini lemas dan tidak bersemangat seperti sebelumnya? Ada yang mengganjal di hati?" 

Tante Dinda menyadarkanku, atas rasa aneh dan tanggapan tubuh yang sungguh tak wajar. Aku kemudian mengakui, bahwa aku merasa putus asa, kecewa, terluka, cemburu, dan entah perasaan negatif apa lagi. 

Aku bingung dengan diriku sendiri, aku tidak menyukai cinta, sangat tidak menyukainya karena cinta akan membuat perubahan besar bagiku, seperti yang kulihat dari orang-orang yang mudah jatuh cinta. Dan memang, kuakui aku jatuh cinta kepada Andri, kebaikannya, kehangatannya, tatapannya, kegantengannya, aku manusia biasa yang hatinya ternyata mudah meleleh. Hal-hal yang dilakukan lelaki dengan hidung mancung, mata cokelat dan bibir merah itu adalah sesuatu yang tak biasa kudapatkan dari lingkunganku sebelumnya. Aku merasa … menjadi manusia. Akhirnya, di saat kusadari bahwa aku jatuh cinta, aku tidak berusaha menekannya. Aku nikmati, seperti janjiku kepada Mama, aku ingin melakukan apa pun yang aku sukai tanpa harus memperhitungkan masa depan, apakah aku akan terluka, atau kecewa. Untuk apa memikirkannya bukan? 

Aku memutuskan mencintai Andri tanpa syarat. Tak perlu ada balasan, tak perlu memiliki. Ah, aku rupanya sangat puitis dan romantis bagaikan pujangga yang menata kata, hahhaha. Namun, pikiranku tiba-tiba berubah semenjak aku menyadari ada dan lain di hati Andri, ada perempuan lain yang menunggu Andriku melamarnya, ada seseorang yang menjahit mimpinya bersama Andri, membicarakan hari esok, akan memiliki anak berapa, akan tetap bekerja, akan melakukan apa terhadap anak-anak mereka. Dadaku berdetak sangat kencang, darahku terasa dididihkan di atas kompor dengan api besar.

Itu terlalu berlebihan bukan? Bukan reaksi tubuhku, tetapi apa yang dilakukan perempuan kecentilan yang padahal harusnya dia diam saja tak menggoda Andri. Bagaimana kalau Andri nanti jatuh menjadi milikku? Jangan pernah buat rencana apa-apa bersama Andriku. Dia masih sendiri, katanya sebelum janur kuning melengkung Andri masih milik bersama, bukan? Kalau begitu jangan buat rencana apa-apa. Hal itu membuatku muak. Apakah Andri sebucin itu sampai-sampai mau memikirkan hal yang tak masuk akal? Aku … aku harus jujur kepada pujaan hatiku. 

“Kenapa?” Andri tiba-tiba berjarak sangat dekat denganku. Aku sedang duduk termenung di bawah pohon rindang di depan rumah kami sambil memegang gagang sapu lidi. 

“Ngagetin aja!” Aku memukul bahunya pelan. Dia tertawa sambil duduk di sebelahku, memangku gitarnya, lalu memetiknya asal. 

Selama tinggal di panti, Andri selalu membantuku untuk berinteraksi dengan penghuni lainnya. Dia akan memberitahu apa saja yang harus dan jangan kulakukan.

“Kata Mama kamu lagi badmood.” 

Aku melirik, lalu kembali menghadap depan, membuka HP dan menyetel lagu cinta yang sedang sering diperdendangkan oleh anak-anak panti. Aku jadi menyukainya. Andri kembali membunyikan gitarnya, mengikuti lagu yang kusetel, sambil ikut bernyanyi. 

Aku tertawa, dia ikut menyanyi setelah penyanyi membawakan satu lirik, seperti yang tidak hafal dengan lirik. 

“Nah, gitu atuh, ketawa.” Senyumannya melebar. Sangat tampan. 

Lihat selengkapnya