Baiklah, kalau cara menyogok dengan uang tidak berhasil, aku harus mencoba cara lain. Apalagi kalau … mencoba menarik hati Andri. Aku harus menjadi seorang perempuan yang disukai Andri. Bagaimana caranya? dari hasil obrolanku dengan Mirna, “Ya, jadi mirip Kak Nirina, dong!”
“Ih!!” Aku membuang muka. "Bukannya kita harus menjadi diri sendiri untuk dicintai?" ujarku dengan percaya diri.
"Coba, saja kalau begitu! Kenapa nanya aku kalau enggak mau dikasih masukan!" ucap Mirna nyolot sambil menghabiskan baksonya. "Pak, tambah satu mangkok lagi!" teriaknya setelah satu mangkok bakso malangnya tandas.
Aku melihatnya tak percaya, "Habis ngeruk gunung?"
"Katanya makan sepuasnya, Kak Ody yang bayar," tuturnya sambil tersenyum lebar, terlihat sedikit cabe merah di gigi. Gadis berkulit hitam manis itu kembali fokus setelah mangkok barunya tiba di hadapan.
Mungkin aku terlalu percaya diri dan tidak mendengarkan apa kata Mirna. Mencoba menggoda Andri dengan gayaku. Aku datangi, senyum-senyum di dekatnya, memanggil-manggil hingga membuat semua penghuni panti ikut menggoda Andri. Alhasil Andri seperti kulit ketemu dengan kuman, alergi. Dia akan menghindar setiap kali melihatku. Mau bagaimana lagi, mungkin aku terlalu frontal dan berterus terang. Ketika terlihat ada kami berdua di sebuah ruangan, orang-orang akan berdeham dan memandangi. Belum lagi para remaja tanggung akan berteriak.
"Ciyeeee ….!"
Akhirnya plan B dihapus dalam daftar lagi. Mau tak mau, tujuan utamaku adalah Andri. Aku tinggal di panti asuhan, karena Andri. Aku harus mendapatkannya dengan segala cara, meski aku harus melupakan diriku sendiri.
***
Semua orang memandang takjub ketika aku keluar dari kamar. Aku membalas tatapan aneh mereka sambil mengedipkan mata, lalu tersenyum bak putri keraton yang ayu.
"Ody?" Tante Dinda menyapa, memandangku tanpa berkedip.
"Ody cantik kan, Tante?"
Tante Dinda mengangguk dengan bersemangat hingga tubuhnya ikut terguncang. "Ody, mau ke mana? Kok, cantik sekali?"
Aku berputar, "Bener Tante aku cantik?" Sekali lagi Tante cantik dengan hidung bangir dan kulit putih itu mengangguk. "Kira-kira menurut Andri … Ody cantik nggak ya?" Aku menyatukan kedua telunjukku di tengah.
Tante Dinda tersenyum, "Semua perempuan itu cantik, Ody. Dan pasti Andri akan mengagumi kecantikanmu."
"Bener, Tante?!" tanyaku girang sambil melompat. "Tante, tapi gak pa-pa kalau Ody pakai baju begini?" Aku menarik-narik ujung jilbabku.
Tante Dinda mengelus punggungku, "Kenapa enggak boleh? Tentu sangat boleh, dong, Ody!" Tante semringah. "Kamu tahu Ody? Hidayah pada manusia bisa muncul dari mana saja. Mungkin saat ini, hidayahmu muncul dari rasa cintamu kepada Andri."