Di luar hujan masih sangat deras. Bahkan lebih deras dari sebelumnya. Sesekali juga terdengar bunyi petir yang cahayanya mengkilat ke mana-mana. Sonia masih ketakutan, hanya saja ia sudah tidak terisak lagi seperti sebelumnya.
"Kau membunuhnya Ander." Keluh Sonia.
"Diamlah Sonia, tenanglah." Ander kesal dengan ucapan Sonia yang berulang-ulang.
Ander menggulung mayat Monica ke dalam karpet. Dengan gerakan pelan tapi pasti ia berhasil menutup seluruh tubuh Monica di dalam karpet yang penuh dengan darahnya. Pistol yang digunakan Monica ia selipkan juga di dalam.
"Kita tidak bisa melakukan kekejaman ini Ander. Ia kekasihmu, bagaimana kau tega. Hiks ... hiks ... hiks."
"Come on Sonia! Dia sudah mati. Kita harus menyingkirkannya jika tak mau dapat masalah."
"Aku tidak bisa melakukannya."
"Ayolah. Jangan sampai ada yang melihat kita."
"Tidak Ander. Aku tidak mau."
"Hahhh ...." Ander menghela napas.
Tanpa memperdulikan Sonia yang masih terus meracau, Ander mengambil mobilnya dan memindahkannya tepat di depan pintu rumah Sonia.
"Ayo Sonia, kita harus segera menghapus jejaknya." Sonia hanya menggeleng menanggapi Ander.
"Sonia ... ayolah." Ander memasukkan mayat Monica ke dalam bagasi. Dalam sekali hentakan ia tutup pintu bagasi dan menghampiri Sonia.
"Dia menyalahkanku Ander, Monica Membenciku. Matanya terus menatapku dengan penuh kebencian. Aku tidak mau Ander."
"Aku di sini, kau di sini. Dan dia sudah mati. Sekarang kita harus segera pergi."
"Tidak Ander." Sonia melangkah masuk ke dalam rumah.
"Tidak Sonia. Kau harus ikut." Ander menahan tangan Sonia. Pria itu memaksanya masuk ke dalam mobil.
"Ander ... aku takut." Sonia merengek pada pria yang kini telah duduk di belakang kemudi. Tubuhnya basah kuyup saat memasukkan mayat Monica.
Tanpa menjawab perkataan Sonia, Ander melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Sonia. Dengan kecepatan penuh, mobil itu membelah jalanan lenggang dan menerjang badai yang semakin besar.
"Jika saja aku tahu, mimpiku akan membuat nyawa orang lain terenggut. Maka aku tidak akan pernah menginginkan ini," ucap Sonia lirih. Wajah wanita cantik itu kini tampak sendu. Bayang-bayang Monica terus saja menghantuinya.
Semua ini terjadi saat Monica mencari wajah baru untuk produk kecantikannya. Sembilan bulan yang lalu, di sebuah club malam. Seorang gadis cantik bertubuh molek, menari di atas panggung dengan gerakan yang begitu lincah dan gemulai.
Parasnya yang cantik membuat seluruh perhatian tertuju padanya. Tidak ada satu pasang mata pun yang bisa lepas dari pesonanya. Ia adalah gadis pertama di club itu dengan kecantikan yang nyaris sempurna. Jika boleh mengesampingkan Tuhan, ia adalah gadis dengan kecantikan yang sangat sempurna.
Setiap gerakan yang ia lakukan selalu memikat semua orang. Sorak sorai, tepuk tangan, bahkan kerlingan nakal tertuju padanya. Gadis itu, terlihat biasa saja dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan penuh gairah.