Di dalam balutan selimut tebal Ander dan Monica berpelukan. Seperti lama tak berjumpa mereka terus saja menempel bak Rama dan Shinta.
Jika dilihat dari dekat tubuh mereka begitu berkeringat, gurat kelelahan juga sangat terlihat dari wajah keduanya. Di tambah napas yang sedikit tersenggal, sepertinya mereka baru saja berolahraga dengan sangat keras.
"Ehmm, apa rencanamu untuk kemajuan bisnis kita?" Tanya Ander pada wanita yang menyandarkan kepalanya di bahunya.
"Hmmm. Kita bekerja di bidang kosmetik. Kita perlu wajah baru untuk launching produk terbaru kita Minggu depan," jawab Monica antusias dan sorot mata yang meyakinkan.
"Wajah baru? Kenapa kau tiba-tiba mendapatkan ide itu. Apakah jajaran artis kita kurang menarik?"
"Tentu saja tidak. Mereka menarik, tapi untuk bisa meroket ke tempat paling tinggi kita perlu sesuatu yang lebih dari itu."
"Baiklah gadis seperti apa yang kau inginkan?"
"Dia ... gadis yang sangat cantik, anggun dan menarik. Gadis yang membuat mata yang memandangnya langsung terjatuh, tunduk, dan tak mampu berpaling. Ia gadis yang selalu bersinar dan jadi pemikat semua orang."
"Apakah ada gadis yang seperti itu?"
"Tentu saja ada, dan tugasmu adalah menemukannya," ucap Monica yang berakhir sebuah tugas untuk Ander.
"Hmmm." Ander meraba-raba dagunya seolah sedang memikirkan sesuatu, "Aku tahu siapa yang bisa menemukan gadis seperti itu." Ander tersenyum misterius.
Suasana di lobi club sedikit memanas di sekitar pria tambun. Kekesalannya memuncak saat gadis impiannya lepas karena seseorang telah mengusiknya.
"Jangan ikut campur," titahnya. Sayang sekali ucapannya tak diindahkan oleh orang yang telah menganggunya.
"Jangan mengganggunya, Kau tahu bagaimana jika tanganku mulai bertindak, aku bisa membuat seluruh isi kepalamu berceceran di bawah sana." Tangannya menunjuk lantai yang sangat dingin saat mengucapkannya.
"Siapa kau berani sekali mencampuri urusanku?"
Pria itu mendekat, sorot matanya tajam, "Ethan Anderson. Ingat baik-baik nama itu. Sekarang pergilah, cuci wajahmu yang kucel itu, dan jangan mencoba-coba bertingkah macam-macam saat di dekatku."
"Kau akan membayar mahal untuk semua ini!" Pria tambun itu berucap sebelum akhirnya meninggal Ethan.
Ethan tidak mengindahkan ucapannya, ia lebih tertarik mengikuti sang gadis yang masih bisa ia tangkap bayang-bayang juga suara sepatunya.
Ia mengikuti gadis itu, dari belakang ia bisa melihat rambut panjangnya yang bergerak ke kanan dan ke kiri seirama dengan langkah kakinya. Rambut yang indah dengan warna hitam kecoklatan.
"Apakah kau tidak berencana untuk mengucapkan terimakasih," ucap Ethan.
"Atau sekedar terbersit untuk mengucapkannya." Tambah Ethan sambil terus berjalan mendekati sang gadis.
Gadis itu menghentikan langkahnya. Membalikkan badan dan menemukan Ethan yang berdiri beberapa langkah darinya.