Sinar sang Surya pagi ini akhirnya berhasil membuka paksa dua kelopak mata lelah seorang pangeran muda yang masih terkapar di atas ranjangnya.
"Vin! Bangun!"
"Kakak... sejak kapan ada di sini?" tanya Pangeran Kevin sembari mengedipkan matanya beberapa kali agar segera fokus.
"Sudah dari fajar aku di sini. Kenapa kamu sangat sulit mengubah kebiasaanmu itu hah? Kamu itu pangeran di Kerajaan Anthares!" omel Pangeran Arya membuka jendela di sisi timur kamar Pangeran Kevin.
"Aku tidak perlu serajin Kakak, kan? Kakak putra mahkota negeri ini! Kakak yang akan jadi raja nantinya dan mengurus semua kepentingan kerajaan. Jadi tidak apa-apa aku bangun siang," rengek Kevin yang sebelumnya sudah duduk kemudian bersiap untuk merebahkan tubuhnya lagi.
"Eits!" Pangeran Arya segera menarik kerah baju tidur adiknya itu. "Tidak, tidak. Itu tidak benar. Kamu adalah seorang pangeran. Kamu harus disiplin! Lihat di luar sana, para prajurit sudah bersiap di tempat latihan, dan kamu!"
"Aku kesiangan juga karena Kakak yang memberiku kopi semalam! Kakak yang tidak bisa tidur tapi Kakak memberiku kopi! Jadi, kenapa aku yang disalahkan sekarang? Aku butuh keadilan, Dewa!" tutur Pangeran Kevin menyatukan dua telapak tangannya dengan kepalanya yang mendongak ke atas.
Pangeran Arya menghela napas berat kemudian berkata, "Dewamu sedang sibuk! Ayo, cepat bangun! Ibu dan ayah sudah menunggu untuk sarapan."
"Sarapan? Hhh... baiklah. Aku akan bersiap," saut Pangeran Kevin akhirnya bangun dari ranjang dan bersiap untuk sarapan keluarga.
***
"Tidurmu nyenyak, Pangeran Kevin?" tanya Raja Ares IV sembari memotong kecil daging di depannya.
"Saaangat nyenyak, Ayah. Tapi kakak menganggu tidur saya," adu Pangeran Kevin membuat Ibu Ratu Heira menyunggingkan senyum kecilnya.
"Aku tidak mengganggumu! Memang sudah waktunya untukmu bangun! Dasar tidak tahu terima kasih!" balas Pangeran Arya menunda makanan yang sudah siap dilahapnya.
Ratu Heira pun mencoba menengahi, "Kenapa kalian sudah bertengkar pagi-pagi? Lihat! Langit hari ini begitu cerah. Kalian pergilah ke desa atau berlatih pedang! Bukankah kau juga belum pandai mengayunkan pedang, Pengeran Kevin?"
"Ibu melukai hati saya." Pangeran Arya memanyunkan bibirnya. "Benar, memang benar saya belum bisa mengayunkan pedang dengan baik, tapi keahlian memanah saya lebih baik dibandingkan dengan Kakak!"
"Apa katamu?"
Suara lebih keras terdengar membuat Raja Ares IV menunda untuk menyantap daging yang masih setengah porsi itu.
"Aku bilang aku lebih baik dari Kakak dibidang memanah," jelas Pangeran Kevin membanggakan dirinya, sedangkan Pangeran Arya menunjukkan wajah geram pada adiknya itu.
"Sudah, sudah. Hari ini kalian pergilah ke desa! Lihat apa saja yang sedang mereka lakukan! Bantu mereka saat kalian dibutuhkan! Dan cobalah lebih ramah pada mereka! Lupakan tentang memanah dan berlatih pedang!" tutur sang raja merampungkan perdebatan kakak beradik itu.
"Baik, Ayah."
***
"Kak, apa aku boleh mengeluhkan sesuatu padamu?" tanya Pangeran Kevin dari atas kuda saat di perjalanan menuju desa.
"Tentu saja. Kamu bebas mengatakan keluh kesahmu padaku," jawab Pangeran Arya tanpa memalingkan wajah dan tetap fokus pada jalanan.
"Sebenarnya semalam aku merasa ada yang aneh."