Langit pagi ini lebih membiru setelah semalaman suntuk hujan badai melanda Kerajaan Anthares. Tetumbuhan mulai bangkit dengan mengangkat lembaran daun lebar yang sebelumnya terbebani karena air yang tak kunjung berhenti jatuh dari langit. Tanah kerajaan pun penuh dedaunan tua yang masih basah dan ranting-ranting kecil berserakan. Seolah kehidupan langit turut merasakan sakit yang dirasakan Pangeran Kevin, hujan yang ribut bersama angin menjawab asumsi itu.
Pangeran Arya membuka matanya karena cahaya matahari berhasil lolos dari sela-sela gorden yang sedikit terbuka. Dia meregangkan tubuhnya yang kaku dan menyadari sosok yang tidur dengannya tadi malam sudah tidak ada.
"Kevin? Dimana dia?"
Dengan cepat Pangeran Arya meneliti semua sudut ruang kamarnya dengan gelisah. Karena tidak kunjung menemukannya, dia pun berlari ke arah kamar adiknya dengan melewati koridor yang cukup panjang. Beberapa pelayan terlihat segera berbalik begitu menyadari baju piyama Pangeran Arya yang tidak terikat dan melambai-lambai menabrak angin, memperlihatkan bentuk dada bidang dan perutnya yang keras membentuk enam petak itu.
"Apa Kevin di dalam?" tanyanya begitu sampai di depan pintu kamar Pengeran Kevin.
Pelayan wanita yang dengan cepat menyadari penampilan Putra Mahkota itu cukup terbuka segera menundukkan kepalanya. "Iya, Yang Mulia. Pangeran Kevin ada di dalam," jawabnya.
"Kevin, aku akan masuk!"
Tanpa menunggu jawaban pemilik kamar, Pangeran Arya langsung menerobos masuk kemudian menutup kembali pintu setinggi tiga meter itu.
"Kakak? Kakak sudah bangun?" tanya Pangeran Kevin menyadari kehadiran kakaknya dan cukup terkejut dengan keadaan seorang Pangeran Mahkota di depannya itu.
"Sepertinya Kakak belum benar-benar bangun," lanjutnya tersenyum geli. "Aku tahu tubuh Kakak itu sangat seksi, sangat proporsional. Tapi setidaknya biarkan wanita Kakak saja yang akan menikmatinya. Jangan semua pelayan bahkan prajurit sampai tergoda dengan tubuh Kakak itu!" godanya memberi isyarat tentang bagaimana Pangeran Arya seharusnya mengikat pinggang baju piyamanya terlebih dahulu sebelum keluar kamar.
"Haiss!!!"
Dengan wajah malu akhirnya Pangeran Arya mengikat tali pinggang piyamanya.
"Sudahlah, Kak. Masih beruntung Kakak memakai baju saat ke sini. Jadi, apa yang membuat Kakak datang?"
"Kenapa kamu pergi dari kamarku begitu saja, hah?" tanya Pangeran Arya setengah marah karena ditinggal sendirian di kamar.
"Umur kakak lebih tua lima tahun dariku. Memang sudah waktunya Kakak mencari seorang pendamping hidup. Maaf, Kak. Tapi aku sedikit risi dengan bahasa yang Kakak gunakan."
"Aku sudah baik-baik saja. Aku bangun dan Kakak masih tidur. Jadi, aku kembali saja ke kamarku untuk mandi," jawab Pangeran Arya setengah serius.
"Dasar tidak pengertian! Aku semalaman menjagamu! Aku tidak bisa tidur, dan kamu pergi begitu saja? Bagaimana aku tidak khawatir?"
Pangeran Kevin tersenyum kecil mendengar alasan kakaknya yang berlarian hingga ke kamarnya tanpa memikirkan dirinya sendiri.
"Aku baik-baik saja, Kak." Pangeran Kevin memakai satu lagi sarung tangannya yang berwarna hitam.
"Tunggu! Mau ke mana kamu?" tanya Pangeran Arya menyadari busana Pangeran Kevin yang begitu rapi. Baju lengan panjang berbahan kulit warna coklat kayu, celana dengan warna senada, dan kasut hitam sampai lutut. Dia juga teringat dengan dua prajurit yang dia lewatkan di depan pintu kamar, masing-masing mereka memegang busur dan anak panah milik Pangeran Kevin yang biasa dia bawa berburu.
"Aku akan pergi berburu. Kakak ingat? Setiap kali pergi berburu aku tidak pernah berhasil membidik rusa atau binatang lainnya dengan benar. Padahal kemampuan memanahku lebih baik dari Kakak. Sudahlah. Aku sudah tidak bisa menahan diri untuk pergi ke hutan. Semalam juga hujan badai, kan? Mungkin ada hewan, tumbuhan, atau rakyat kita yang membutuhkan bantuan. Aku akan pergi ke hutan sebelah utara istana," jelas Pangeran Kevin sembari merapikan kedua sarung tangannya.
"Bukankah kita belum pernah ke sana?"
"Maka dari itu aku ingin ke sana. Aku dengar di sana cukup gelap dan lembab. Jika tidak bisa membidik di sana, setidaknya aku bisa melihat kehidupan liar di hutan itu,"
Mendengar Pangeran Kevin akan pergi berburu, kegelisahan kembali menyelimuti hati Pangeran Arya. Dia tidak bisa membiarkan adiknya pergi begitu saja.