Tiga hari ke belakang menuju perayaan ulang tahun Pangeran Kevin sudah terlihat di berbagai penjuru kerajaan. Dari istana sampai jalanan desa, mereka sudah menghiasnya dengan lampu yang berwarna-warni, kain yang terselempang indah di bundaran desa dan bertemu di titik tengah di atas patung Raja Ares I. Rakyat bersuka cita, menyiapkan segala keperluan untuk menyambut hari bahagia itu. Pangeran Kevin adalah salah satu pangeran yang selalu disayangi rakyatnya karena keramahan hati dan suka bercanda serta berbaur dengan masyarakat dari berbagai kalangan. Tangannya juga sangat ringan untuk menyambut siapa saja yang datang padanya ataupun meminta bantuan. Tak heran jika rakyatnya pun tidak berat hati untuk turut merayakan hari peringatan kelahiran pangeran mereka itu.
"Besok kamu akan menjadi pria dewasa, Vin."
Pangeran Arya berdiri di sebelah adiknya yang tengah memandangi jalanan kerajaan yang terlihat lebih bercahaya dibanding hari-hari sebelumnya. Dari kota memanjang hingga ke pedesaan, Pangeran Kevin bisa melihat antusias rakyat Anthares untuk merayakan hari lahirnya yang jatuh esok hari.
"Hanya sampai tengah malam ini usiaku sampai belasan tahun. Setelah itu aku akan menjadi adik yang lebih dewasa."
"Kamu tidak akan tidur, kan?" tanya Pangeran Arya memastikan.
"Tentu saja. Aku akan menuliskan permohonanku kepada dewa dengan lampion yang akan aku terbangkan tengah malam ini," jawab Pangeran Kevin yakin.
"Dewamu pasti akan mengabulkan apapun keinginanmu."
"Aku ingin Kakak hidup bahagia sampai tua nanti."
"Apa? Itu harapanmu?"
Pangeran Arya tidak habis pikir dengan apa yang adiknya itu katakan. Di hari ulang tahunnya dia malah memikirkan kebahagiaannya, bukan harapan pribadi Pangeran Kevin sendiri.
"Tentu saja. Aku hidup bahagia selama ini karena Kakak yang selalu memberikan hidup Kakak kepadaku. Dengan aku meminta agar Kakak diberi kehidupan yang bahagia sampai tua nanti, maka sampai itu pula hidupku juga akan bahagia. Bukan begitu?"
Pangeran Arya bungkam mendengar penjelasan Pangeran Kevin yang dinilainya sudah dewasa itu. Dia juga merasa pernah mendengar hal yang serupa tapi dia tidak mengingatnya dengan jelas. Terkadang dalam beberapa kesempatan Pangeran Kevin menunjukkan sikap dewasanya, dan membuat Pangeran Arya kagum seketika.
"Kamu memang adikku yang pantas aku banggakan. Aku sangat beruntung memiliki Adik sepertimu." Pangeran Arya merangkul bahu adiknya itu sembari menatap kembali pemandangan penuh cahaya di sekeliling istana. "Karena kamu meminta menggunakan namaku, maka aku akan meminta pada dewa agar dia memberimu keselamatan dan kekuatan dalam menghadapi segala cobaan yang akan datang kapan pun itu," sambungnya tulus.
"Cobaan terberat yang akan aku hadapi adalah saat Kakak menikah dan Kakak akan menghabiskan lebih banyak waktu bersama Kakak perempuan nantinya."
Pangeran Arya menyunggingkan senyum.
"Sebesar itu rasa cemburumu padaku?"
"Bukan cemburu. Hanya saja... aku pasti akan kehilangan sekian persen kehangatan dari Kakak."
"Kamu juga akan menemukan wanita yang akan menemani hidupmu sampai tua suatu saat nanti."
Bukannya tersenyum, Pangeran Arya menurunkan ujung bibirnya, sedih dengan kalimat yang merujuk ke arah perpisahan.
Waktu semakin dekat dengan tengah malam. Para warga sudah berkumpul di teras rumah mereka, menyiapkan lampion masing-masing yang kemudian diterbangkan saat lampion Pangeran Kevin terbang untuk mengawalinya. Semua anggota kerajaan beserta pelayan dan prajurit istana sudah berkumpul di halaman utama istana. Di tengah mereka Pangeran Kevin memimpin di barisan depan dengan satu lampion yang akan dinyalakannya.
Kenapa punggungku sakit?
Pangeran Arya yang berdiri di sampingnya menepuk bahu kanan Pangeran Kevin, tersenyum padanya. Dia menilai saat ini adiknya itu pasti cukup gugup karena harus menerbangkan lampionnya sebelum seluruh rakyat Anthares mengikutinya.