Setelah tugas Reno selesai, dia kembali ke kamarnya. Bagas sendiri bertemu Fatimah dikarenakan dia ingin menyampaikan sesuatu yang begitu penting.
“Ibu memanggil saya?”
“Aku sengaja memanggilmu kesini. Aku ingin kau yang mengamankan harta milik Reno.” Bagas sendiri terkejut. Kenapa harus dia? Kenapa tidak langsung memberikannya langsung pada Reno?
“Saya? Ditugaskan seperti ini? Kenapa Ibu begitu percaya pada saya?”
“Aku punya alasan tersendiri. Kau yang begitu berani menentang semua perbuatan dari kakakmu. Saya percayakan semua padamu, karena kulihat kakakmu gak pernah berani berbuat macam-macam jika ada kamu.”
“Maaf, tapi saya rasa Bu Fatimah tidak tau bagaimana sebenarnya kakak saya. Dia akan melakukan apapun untuk tujuanya.”
“Saya juga mengenalmu sejak lama Bagas. Bagaimanapun kelakuan kakakmu, pasti tak akan berani macam-macam ketika ada kamu. Saya tau beberapa kali kau dapat tamparan kan dari dia?” Bagas mengiyakan.
“Dia hanya bisa sebatas itu. Tak mungkin berbuat lebih. Saya mohon, bantu saya! Rumah ini dan ada beberapa harta yang harusnya jatuh ke tangan Reno.” Fatimah memberikan sebuah peta. Bagas sendiri terkejut, hak Reno seluas itu?
“Seluas ini?”
“Iya. Ada perjanjian antara Haidar dan Agni sebelum mereka menikah. Haidar berselingkuh dan sesuai perjanjian itu, semua harta milik Haidar akan jatuh ke tangan Agni. Tapi karena keserakahan kakakmu, dia terusir dari rumah yang harusnya menjadi haknya.” Bagas sendiri mulai mengerti. Dia hanya bisa mengiyakan permintaan dari Fatimah.
“Saya minta maaf atas perbuatan kakak saya.”
“Tak perlu meminta maaf Bagas. Ini sudah takdir hidup Agni. Walaupun, dalam hati kecil ini masih tidak ikhlas dengan akhir hidupnya yang begitu malang.” Fatimah terisak. Teringat bagaimana kebersamaan Haidar dan Agni. Seorang perempuan yang turut membesarkan perusahaan yang kini dikelola Haidar.
“Tapi keberhasilan suaminya harus dirasakan perempuan lain. Bukan dirinya.” Bagas yang mendengar itu hanya bisa menahan amarah. Sekejam itu kah seorang Halimah? Tidak hanya merebut suami, tapi menyita semua harta yang seharusnya menjadi milik Agni?
“Ibu, sepertinya Ibu kurang sehat. Istirahat dulu ya! Mau saya ambilkan makanan atau apa?”
“Ambilkan minum untukku! Tolong juga panggilkan Reno.” Bagas sendiri hanya tersenyum dan berlalu. Tak lama, Reno sendiri membawakan minuman yang sudah dia siapkan untuk sang nenek.
“Nenek.”
“Sini Nak!” Siang itu, banyak yang mereka bertiga bicarakan. Fatimah sendiri selalu menceritakan sosok Agni yang dia kenal. Reno hanya bisa menahan kesedihan dan semua dendam yang sudah begitu membara.
“Sudahlah Ren! Kita lanjutkan semua ini. Aku sudah tau letak kelemahan dari perempuan itu.” Reno sendiri langsung menoleh pada Bagas. Kelemahan apa yang dia maksud?
“Kau mau tau?”
“Pasti dong.”
“Ikuti saja permainanku!” Bagas menceritakan harta yang seharusnya dimiliki oleh Agni. Hal itu yang akan dijadikan senjata oleh mereka berdua melawan keluarga di rumah ini. Reno hanya bisa tersenyum atas strategi yang disusun begitu rapi.