Bagas sendiri yang melihat semua obat yang dibawakan itu langsung mengambilnya. Dia mempersilahkan pembantu itu untuk pergi.
“Tapi Tuan, saya diminta untuk sekalian mempersiapkan obat itu.”
“Tidak perlu. Serahkan semua ini padaku.” Pembantu itu langsung pergi dan mengerjakan tugasnya yang lain.
Bagas sendiri bukannya memberikan obat pada sang Aisyah, justru obat itu malah dibuang begitu saja. Ingin rasanya Aisyah marah, tetapi dia tak bisa berbuat apapun. Hanya tangisan yang bisa dia keluarkan.
“Silahkan menikmati harimu yang begitu indah.” Bagas kemudian pergi. Aisyah hanya terdiam melihat apa yang terjadi saat ini. Semua yang dia lakukan pada ibunya Bagas akan terjadi pada putri yang dia sayangi. Dia harus rela diduakan oleh sang suami.
***
“Uang sebanyak ini Mas? Untuk dia?”
“Iya, karena dia tidak ingin menikmati kemewahan rumah ini, ya aku harus memberikan dia modal dong. Aku sama dia mau buka bisnis restoran yang baru.”
“Tapi, modalnya banyak sekali.”
“Salahkah?”
“Mas, ini berlebihan Mas.”
“Eh Halimah, asal kau tau ya, restoran yang kali ini aku jalankan aku patungan sama Agni. Kau gak tau kan bagaimana kami memperjuangkan restoran itu hingga puluhan cabang?” Halimah terdiam dengan apa yang suaminya katakan. Agni lagi dan lagi. Kenapa dia selalu harus mendengar nama perempuan itu?
“Kenapa? Gak suka mendengar nama dia?”
“Kenapa kau masih menyebut namanya?”
“Karena kekayaan yang aku dapatkan berkat bantuan dari Agni. Kau kan hanya membantu menghabiskan saja.” Apa yang dikatakan Haidar berhasil membuatnya tersinggung.
“Kenapa? Kau tersinggung?”
“Aku istrimu Mas.”
“Dia sampai detik ini belum aku ceraikan.” Apa yang baru saja Haidar katakan berhasil membuat Halimah terasa seperti disambar petir. Haidar belum menceraikanya?
“Kau pernah mendengar aku menceraikannya?”
“Tapi kau mengusirnya. Itu sama saja dengan kau memberikan talak padanya.”
“Tapi belum ada hitam di atas putih. Lagipula, aku juga punya perjanjian dengannya. Semua harta dan tanah yang aku pakai ini harusnya jadi miliknya.”
“Aku pastikan itu tak akan terjadi.”
“Silahkan saja kau menghalangi. Tapi Mama, yang menyimpan rapi perjanjian itu. Kau tak akan bisa merebutnya dari Mama.” Halimah sendiri akhirnya terdiam. Dia akhirnya memilih pergi dan tak mau lagi berdebat dengan dang suami.