Reno sendiri berbicara dengan Wisnu lewat telepon. Dia ingin bagaimana caranya agar keadilan itu segera didapat oleh sang bunda.
“Tidak Pak. Hak itu harus kembali pada almarhumah bunda, atau harus hancur dan tidak bisa dimiliki oleh siapapun.” Reno sendiri sepertinya tak bisa menahan amarahnyua. Dia terus bertekad untuk membalaskan dendam dan mengembalikan semua yang harusnya menjadi hak dari ibunya.
“Iya Ren. Iya. Saya tidak akan menghalangimu untuk hal itu. Bagas sendiri juga memiliki tujuan yang sama sepertimu.”
“Saya terus menagih janji dari Bapak.”
“Santai saja. Saya gak akan pernah lupa dengan janji yang pernah saya lontarkan pada kalian berdua. Yang penting, kau dan Reno harus melakukan apa yang sudah direncanakan.” Reno sendiri terdiam dan tersenyum. Dia sendiri mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah Wisnu berikan padanya.
Dia sendiri akhirnya berbalik dan bertemu Bagas. Banyak hal yang mereka bicarakan terkait apa yang baru saja Reno sampaikan pada Wisnu. Bagas sendiri bercerita tentang pertemuannya dengan Wisnu sekitar dua tahun yang lalu.
“Saat itulah aku mulai mencari keberadaanmu. Aku tau kalau saat itu kau sudah tak lagi tinggal di panti asuhan itu. Gak mudah mencari alamat rumah dari pamanmu.” Reno sendiri mengerti dengan apa yang Bagas ceritakan. Sang paman memang baru beberapa tahun terakhir tinggal di rumah tersebut.
“Ada orang baik yang mau memberikan keringanan harga untuk rumah itu. Aku bersyukur banget paman bisa tinggal di rumah yang layak walaupun sempit.” Tangis Reno akhirnya pecah. Dia semasa kecilnya tak begitu indah. Fitnah yang dilancarkan wanita licik itu membuat nama sang ibu ternoda. Ditambah, sang ibu harus menjadi korban kebejatan dari orang suruhan keluarga Halimah.
“Bunda dilecehkan beberapa kali.” Bagas sendiri hanya bisa diam dan membiarkan Reno menangis.
“Ren, sudahlah! Itu sudah berlalu. Kita lanjutkan semuanya!” Mereka akhirnya melanjutkan pekerjaannya.
***
Keisya sendiri datang ke rumah mewah itu. Tanpa seorangpun yang mengantar, dia akhirnya masuk dan langsung ingin bertemu Haidar.
“Lho Nyonya, ingin bertemu siapa?” Salah seorang pembantu langsung menghampiri perempuan itu.
“Masih tanya lagi aku mau ketemu siapa. Aku mau ketemu sama suamiku. Dia ada di rumah kan?” Pembantu itu langsung pergi dan memanggilkan Haidar.
Haidar yang mendapati kehadiran Keisya di rumah mewahnya langsung menghampirinya dan bertanya.
“Kenapa malam-malam begini kau ada di tempat ini? Sama siapa kau?”
“Kau suamiku. Jadi aku berhak untuk dekat denganmu dan mendapatkan nafkah.”
“Keisya, kau tak perlu kesini! Semuanya cukup kan untuk hidup sehari-hari?”
“Mas, aku ini istrimu. Nafkah bukan hanya masalah uang dan perhiasan. Aku juga butuh perhatianmu. Apalagi kau tau aku sekarang sedang hamil. Di rahimku ini anakmu Mas.” Haidar tak bisa berbuat banyak. Dia akhirnya meminta salah seorang pembantu untuk mempersiapkan sebuah kamar yang akan Keisya tempati.
Reno dari kejauhan tampak begitu heran dengan apa yang sedang mereka lakukan. Kenapa malam-malam begini Keisya datang ke rumah mewah ini? Apa dia ada perlu yang mendesak dengan suaminya?
Dia teringat apa yang dikatakan Wisnu tadi siang. Dia akan memanfaatkan Keisya untuk hal ini. Apakah ini yang dia maksud? Reno sendiri hanya bisa mengamati dan mendengar dari kejauhan apa yang mereka bicarakan.
‘Sepertinya Keisya jarang dijenguk oleh Haidar. Pantas saja jika dia kesini. Baiklah, aku akan memanfaatkan kesempatan ini untuk hal yang menguntungkan rencana mereka.’
“Pak Haidar, kamarnya sudah siap.” Mereka langsung menuju kamar dan meminta Keisya beristirahat.