“Lina, aku ingin ziarah. Kau bisa mengantarku?”
“Mau berziarah kemana? Kondisi Ibu masih lemah.”
“Aku mau ke makam Agni. Entah kenapa, aku merindukan sosok Agni. Aku rindu dengan ketenangan yang dia berikan. Walaupun dia bukan anak yang aku lahirkan, dia tetaplah anakku. Wanita yang siudah memberikan aku cucu.” Lina sendiri tak bisa menolak keinginan Fatimah. Fatimah sendiri akhirnya mengantarkan Fatimah ke makam sang adik.
Di tengah perjalanan, mereka sendiri dihadang oleh rombongan dari Halimah. Entah apa yang mereka inginkan dari perempuan ini.
“Mau apa kamu? Apa kau belum puas sudah membuiat aku sakit seperti ini?” Fatimah sontak mengeluarkan suara menggelegar. Melihat niat buruk dari wajah Halimah, Lina sendiri langsung menarik mundur kursi roda Fatimah.
“Apa kau dendam pada wanita ini? Wanita yang lemah kau mau membuatnya semakin tak berdaya? Katanya cinta sama suamni kamu, tapi kau malah mau menyakiti dan menyingkirkan ibunya? Kau cinta sama Haidar atau hanya sekedar hanya mengincar hartanya?” Apa yang Lina katakan berhasil membuat orang yang ada di sekitar mereka menoleh. Mereka kaget dengan keributan dan suara Lina yang meninggi.
Plak!
Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat ke pipi Lina. Tapi tak lama,
Plak! Plak! Plak!
Lina membalas tamparan itu. Halimah sendiri yang tersinggung langsung mendorong Lina dan Fatoimah sampai terjatuh.
“Dasar wanita gak gak tau malu. Berani kau melukai Bu Fatimah? Berani kau melukai bibi Reno? Kalau kau samp;ai berani, aku akan pastikan bahwa keluargamu semakin hancur. Aku pastikan kalian akan merasakann apa yang pernah Agni rasakan.” Baskoro yang melihat Lina dan Fatimah diperlakukan demikian begitu marah dengan kesombongan dari perempuan itu tak bisa diam saja. Dia harus membuat mereka bertekuk lutut.
Dia sendiri langsung mendekati Iwan dan mengingatkan apa yang sedang terjadi pada istrinya. Iwan sendiri menahan amarah dan rasa tajkut.
“Apa yang aku perbuat pada istrimu baru permulaan. Aku tak akan pernah ragu membuat istrimu lebih hina dari yang sekarang. Ingat ya! Dia yang menawarkan diri untuk itu. Bukan atas paksaan dariku.” Baskoro sendiri langsung pergi dan mengantar Fatimah untuk menuju makamn Agni.
***
Reno menatap sebuah makam. Sebuah makam yang membuat hatinya selalu sesak. Dia tak pernah menyangka, akhir hidup wanita yang sangat dia sayangi begitu tragis. Dia juga marah dengan banyak orang yang justru membuat sang bunda harus mendapatkan pengucilan.
“Aku akan membuat semua yang menghancurkan hidupmu menderita. Hidup mereka harus hancur. Hancur dan lebih hancur dari hidupmu.” Reno semndiri menangis dan memeluk nisan yang terukir nama sang bunda. Dia keluarkan semua kerinduasnnya itu di tanah makam.
“Mas Reno.” Reno sendiri melihat lelaki yang datang. Seseorang yang dia ingat betul ikut terlibat dalam menghancurkan hidup mendiang Agni.
“Mau apa kau kesini?”
“Saya mau minta maaf atas apa yang pernah saya perbuat pada ibumu. Apapun yang kau syaratkan akan saya terima. Asal maaf itu bisa kau berikan padaku.” Lelaki itu bersimpunh di hadapan Reno. Reno membiarkannya sebentar saja. Rasa amarah itu muncul seakan tak terbendung.
“Apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan maaf darimu? Jujur, selama ini aku dihantui rasa bersalah. Apalagi, setelah ada teman yang bilang kalau kau menyiksa dua orang lelaki yang pernah menyingkirkan kalian berdua. Aku gak mau kalau itu sampai terjadi. Aku gak mau kalau anak dan istriku menjadi korban.”