DENDAM (kau buat ibu kami menangis, kuhancurkan keluargamu)

Zainur Rifky
Chapter #42

Part 42

“Ali, kita urus jasad mama. Kita akan makamkan beliau dengan layak.” Ali menatap dengan mata yang masih basah. Samsir sendiri terdiam dan menyerahkan semua urusan pemakaman sang istri pada anak-anaknya. Andai saja Bagas ada di sini, dia akan lebih senang. Dia tak bisa melihat anak-anaknya hidup dalam pertikaian.

“Papa, ada apa?”

“Iwan, andai Bagas ada di sini, papa akan lebih senang.” Iwan sendiri tak bisa berbuat banyak. Melihat kondisi Bagas yang masih sakit hati dengan mereka sepertinya tak mungkin dia untuk datang ke tempat ini.

“Suatu saat nanti dia pasti akan ke sini. Kita percaya, Bagas masih sayang sama Papa.” Samsir mengiyakan apa yang Iwan baru saja katakan. Dia masih terus berdoa memohon maaf atas kesalahan yang pernah diperbuat pada dua orang itu.

Samsir terus meneteskan air mata. Baru kali ini, dia merasakan kehilangan istri yang pertama. Baru kali ini dia merasakan bagaimana sakitnya orang kehilangan. Lalu, bagaimana Bagas melalui semua rasa sakit ini selama bertahun-tahun? Sama sekali tak bisa dia bayangkan betapa sakitnya dia.

‘Bagas, maafkan papa! Papa sudah bersalah dan telah menghancurkan hidupmu bahkan sejak kau masih kecil.’

***

“Kau harus bertanggung jawab atas kematian mamaku.” Halimah langsung menyerang Reno dengan kata-katanya yang begitu pedas. Reno sendiri yang sudah menyangka Halimah akan datang ke pemakaman juga sudah siap menghadapi perempuan itu.

“Bertanggung jawab? Kenapa aku harus bertanggung jawab?”

“Jangan sok polos kau anak ingusan! Kau yang telah membuat kondisi mamaku semakin memburuk. Setelah kedatanganmu, kau menyiksa mental mama sehingga semakin memperparah kondisinya.” Reno tersenyum dan mendekati Halimah yang sedang dikuasai amarah. Apakah dia lupa dengan apa yang dilakukannya pada mendiang Agni? Kenapa dia tanpa beban meminya dirinya bertanggung jawab atas kematian sang mama?

“Lalu, apa kau mau bertanggung jawab atas kematian dari bundaku?” Pertanyaan yang Reno ajukan sontak membuat Halimah terdiam. Bukan hanya Halimah, Seno dan Ali yang berada di tempat itu juga ikut tersentak. Apa yang sudah Halimah katakan ternyata bisa digunakan Reno untuik menyerang keluarga mereka.

“Apa yang kau bilang? Kau menuduhku yang tidak-tidak?”

“Hei, siapa yang menuduhmu? Bukanlah kau yang sudah mengakui perbuatanmu sendiri? Ingat, nenek Fatimah menjadi saksinya. Kau tau, kak Bagas diam-diam merekam apa yang pernah kau bicarakan saat itu. Itu sepertinya cukup untuk menjadi bukti kalo kamu adalah orang yang tak punya moral.” Reno sendiri menatap Halimah dengan penuh kemenangan. Halimah sontak menahan malu atas apa yang baru saja Reno katakan.

“Hai Mbak Halimah. Kenapa ini? Kok masih ribut?” Bagas sendiri yang sudah melihat dan mendengar semua keributan antara mereka berdua langsung mendekat dan menyapa Halimah. Dia tak lupa menatap ketiga saudara lelakinya yang tak bisa berbuat apapun.

“Kok diam aja sih? Disapa sama saudaranya itu lho. Pantas emang disapa diam aja?” Reno tak kuat untuk tidak menyindir keluarga itu. Mereka berdua langsung tertawa melihat bagaimana wajah mereka yang sudah tak berdaya.

“Kau meminta kami bertanggung jawab atas kematian dari mama kalian? Lalu, apakah kalian mau bertanggung jawab atas kematian dari mama kami berdua? Aku tau, kalian juga ikut andil dalam kematian masing-masing mama kami.” Bagas sendiri mendekati Halimah dan menatap semua saudaranya yang tengah terdiam.

Lihat selengkapnya