Tok
Tok
Tok
Ada sebuah ketukan pintu dari luar. Ana yang kebetulan sedang di ruang tamu segera membuka pintu itu. Ternyata, yang datang adalah Warti, kakak perempuan Pak Irsyam.
"Nggih, Budhe. Wonten nopo?"¹ Ana tersenyum ramah, dan mempersilakan Warti masuk. Warti pun duduk di sebelah Pak Irsyam yang sedang tertidur.
"Ngene, Nduk, " ucap Warti, menatap Ana penuh keseriuan. "Mending bapakmu digolekke perawat ae, piye?"²
Mata Ana membulat, dia seolah tidak suka dengan usulan Warti. Buat apa dicarikan perawat, toh Ana bisa merawat bapaknya sendiri.
"Nggak usah aja, Budhe, " tolak Ana mentah-mentah. "Aku bisa rawat bapak dengan tanganku sendiri."
Warti menatap Ana tajam. Dia mulai marah besar. "Kamu itu dikasih saran orang tua malah ngeyel. Niatku itu baik, biar kamu fokus sama kuliahmu. Kan, kalau bapakmu ada perawat, kamu nggak usah susah-susah ngurusin bapakmu."
Ana ikutan naik darah. Nada emosinya meninggi. "Emang kalau bayar perawat, uang darimana? Bapak aja udah nggak dapat pensiunan, uang ibu juga bakalan habis kalau buat kebutuhan sehari-hari!"
Suara ribut-ribut itu membuat Sarti, ibu Ana menuju ruang tamu. Dia melihat anak pertamanya itu sedang cekcok dengan budhenya.
"Ada apa?" Sarti mengernyit kebingungan. Sungguh, dia tidak tahu apa yang terjadi antara Ana dan Warti.