Seperti hari-hari biasanya, Warti selalu datang menemui Irsyam. Hal itu membuat Ana sedikit tidak suka. Ya, kalau Warti tidak banyak mengomel, Ana tidak akan bersikap menyebalkan pada kakak kandung ayahnya itu.
"Gimana, minyak yang kemarin udah kamu olesin ke tangan dan kaki bapakmu?" tanya Warti saat berada di ambang pintu sembari menyedekapkan kedua tangan di dada.
Ana menggerutu sebal. Ingin sekali dia memaki Budhenya itu yang tak tahu sopan santun. Ana tahu, Budhenya lebih tua jauh dari dirinya, tapi orang manapun akan sebal jika merasa tidak dihargai.
"Udah, Budhe, " jawab Ana berbohong. Semenjak diberitahu masalah minyak dukun beberapa hari lalu, Ana memilih untuk tidak mengoleskan minyak tersebut pada tubuh Irsyam.
"Bagus kalau gitu."
Ana berlalu meninggalkan Warti. Tak disangka dia mengikuti langkah Ana masuk ke dalam rumah.
"Bapak baru diterapi, Budhe, " ucap Ana, ketus.
Warti menatap Ana tajam. "Orang aku mau lihat adikku diterapi. Kamu itu anak kemarin sore, jangan suka ikut campur."
Ana mendecak kesal. "Udah, ah, terserah Budhe aja. Ana mau berangkat ke kampus."