“Hai, Nyonya! Kenapa kau tutup mulut putrimu?’' Seorang pria paruh baya bertanya padanya.
“Maaf, Tuan, putriku suka sekali memaki, jadi aku minta dia untuk diam saja.” Alice beralasan.
Lelaki itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil tertawa mendengar jawaban Alice.
“Gadis secantik dia bagaimana bisa mengeluarkan kata-kata makian? Ha ...ha ... ha ... ini kedengarannya lucu sekali!” Lelaki bernama Deke itu terus tertawa, membuat Alice dan Kimberley tertunduk malu, wajah mereka terlihat merona.
“Berarti dia sama seperti Putri Juliette, anak raja kita, Tuan Rehard” Samantha mendengus kesal.
“Halo, Samantha, Putri Juliette bukan putri raja, tapi dia hanya seorang anak dari seorang pelayan wanita yang dijadikan selir oleh raja kita. Setelah Permaisuri Alice terusir bersama bayinya, Putri Kimberley, karena dituduh menjalin hubungan gelap dengan pengawalnya yang bernama Daroll, akhirnya selir bernama Zelena itu menggantikan posisi Permaisuri Alice.”
“Hai, Deke, kau jangan membual pagi-pagi begini, apalagi tentang isu yang terjadi di dalam istana, kalau tidak mau hidupmu berakhir di dalam penjara bawah tanah!” Chaiden, lelaki berkumis tebal si pedagang sayur memperingatkan Deke. Membuat wajah Deke memerah, mengingat betapa mengerikannya jika ia harus menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara bawah tanah seperti Daroll.
“Nyonya, mana gaun pilihanmu?” Deke mengalihkan pembicaraannya. Ditatapnya Alice dan Putri Kimberley bergantian.
“Itu, Tuan!”
“Wow, itu cantik sekali untuk Wilona, bahkan Putri Juliette si anak selir itu pun akan kalah dengan kecantikan putrimu.”
“Terima kasih, Tuan.” Alice mengangguk sopan.
“Berapa harga gaun ini?” tanyanya pada Deke.
“Lima keping uang perak, Nyonya,” jawab Deke sambil menurunkan satu buah gaun yang ditunjukkan oleh Alice tadi.