Seseorang yang sudah ku kenal sedari kecil adalah Caca. Cewek cantik dan manis, dengan kacamatanya yang lucu. Dan rambutnya yang selalu tergulung. Cewek cerdas dan penuh semangat. Dia sahabat baik ku, Ayahnya juga pernah membantu keluarga ku dan juga teman bisnis Papa ku.
Pada saat itu keluarganya hendak berlibur, Ibunya Caca ini sedang mengandung anak laki-laki yang akan menjadi adik Caca. Usia kandungannya sudah hampir delapan bulan. Sehari sebelum hendak berlibur, Caca mendapatkan firasat yang kurang baik. Ia merasa lebih baik tidak usah berangkat, rasanya ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Pada saat itu Caca mengatakan ke Ibunya, "Bu, lebih baik kita tidak usah pergi berlibur ya, Caca mendapat firasat buruk." Jawab Ibunya, "Mungkin kamu hanya tidak enak badan saja nak, lebih baik kamu istirahat saja."
Ibu malah tidak mempercayai Caca dan hanya doa yang selalu Caca ucapkan sebelum berangkat ke tempat tujuannya. Sebelum berangkat Caca datang kerumah ku dengan wajah yang penuh tetesan air mata. Aku tidak tega melihat anak itu menangis, ntah apa yang harus aku lakukan untuk menolongnya. Ia memohon pada ku untuk membujuk kedua orang tuanya agar keberangkatan mereka dibatalkan. Alhasil aku harus berbohong pada orang tuanya.
Aku pun segera mendatangi rumah Caca bersama dengannya. Dan masih saja ia meneteskan air matanya itu. Sesampai dirumah aku melihat Ibunya sudah selesai merapikan pakaian yang hendak dibawanya pergi. "Bu, mau kemana rapi sekali?" tanya ku pura-pura tidak tahu. "Ibu, Caca dan Ayah mau pergi berlibur," jawabnya. Jawab ku dengan nada marah, "Apa-apaan Ibu ini, esok ulang tahun Mama jahat sekali Ibu pergi gitu aja." Ibu mengelus rambut ku sambil mengatakan, "Ibu akan mencarikan hadiah yang terbaik untuk Mama mu, begitu juga untuk mu. Nada kesal ku kembali ku keluarkan, " Aku tidak mau hadiah yang lain, hadiah terbesar keluarga ku hanya kalian, jadi tolonglah jangan kemana-mana, hadiri ulang tahun Mama."
Walau sudah memohon hingga menangis pun Ibu tidak bisa untuk tetap tinggal. "Ibu dan Ayah sudah memesan tiketnya, kalau tidak jadi kan sayang sekali," jawab Ibu Caca. Hingga akhirnya Caca yang terdiam mendengar tiba-tiba lari kekamarnya. Aku pun menyusulnya dan tak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku hanya bisa mengucapkan pada Caca, "Aku dan keluarga ku akan selalu mendoakan mu dan keluarga mu yang terbaik, yakinlah tidak akan terjadi apa-apa dalam perjalanan mu." Caca pun hanya menganggukkan kepalanya.
Tibalah saat dimana Caca harus pergi. Ia akan sampai pada tujuannya esok pagi. Namun pada pukul 21:00 terdengar dering telepon yang mengganggu tidur ku, ntah siapa yang menelepon malam-malam seperti ini. Setelah Papa angkat, ternyata itu telepon dari Ayah Caca, tapi suaranya orang lain. "Apakah anda mengenal pemilik HP ini? saya warga yang menemukan pemilik HP ini, keluarga ini mengalami kecelakaan dan sekarang berada di Rumah Sakit."
Mendengar kata-kata itu dimalam hari membuat ku seperti berada dalam mimpi buruk. Seketika tangisan ku pecah dan air mata berlinang tiada hentinya. Pikiran ku sudah berantakan. Aku harap semoga ia dan keluarganya baik-baik saja. Disamping itu Mama yang juga ikut mendengarkan, tiba-tiba pingsan. Disaat itulah aku dan Papa kebingungan, dengan air mata yang masih saja terus menetes.