Dengarkan Aku, Langit

Qanitah Muflihah
Chapter #2

HUTAN

Langit tak tahu ia berada dimana, padahal tadi ia baru saja bergurau dan bersenda ria bersama teman-temannya di salah satu rumah makan Padang disekitar tempat mereka KKN. Namun setelah itu ia tak tahu lagi bagaimana kronologinya yang jelas ia sudah tak sadarkan diri dari tadi menurutnya, dan baru saja sadar di pukul delapan malam menurut praduganya. Ia berusaha untuk tidur kembali, namun matanya tidak bisa tertutup karena sedikit merasakan ngeri di sekitar tubuhnya. Ia tiba-tiba teringat jika tangan dan kakinya terikat serta mulut dilakban, ia berusaha untuk membukanya. Ia memberontak, berusaha melepaskan semua ikatan.

Ia mendekat ke sebuah pohon terdekat, ia menggesek-gesekkan tali di tangannya. Lima menit lebih ia mencoba namun ternyata talinya terlalu tebal, setelahnya ia kelelahan dan kemudian mencoba untuk tidur kembali. Benar saja, tak lama setelah itu ia benar-benar tertidur dengan nyenyak dalam keadaan dingin tentunya. Ia mencoba untuk melawan dingin dengan tidur meringkuk disebelah pohon besar itu, ia punya sedikit harapan diesok hari. Ia berharap akan datang-datang petani-petani yang akan membersihkan hutan belantara ini. Semoga, harapnya.

***

Esok paginya ia terbangun, sudah gatal-gatal seluruh kulitnya akibat digigit nyamuk tadi malam. Ia ingin sekali menggaruknya namun ia lagi-lagi tak bisa - ia lupa tangannya terikat, ia mencoba untuk duduk walau telah berusaha dengan sekeras tenaga namun ternyata ia tak juga mampu mungkin akibat ia belum makan pikirnya. Ia akhirnya kembali tiduran mengahadap kanan, matahari mulai naik. Ia kepanasan. Ia juga kelaparan. Ia sudah tidak makan sekitar sepuluh jam yang lalu, ia menatap lebah-lebah yang tengah mengisap madu di bunga-bunga yang menghasilkan madu. Ia menelan ludahnya sebagai pengganti kelaparan. Ia teringat kepada bi Rati yang selalu mengingatkannya setiap kali jam makan datang, baik ia dirumah, di kampus, dengan teman-temannya bahkan saat ia bersama dengan Fira maupun Jia Li. Ah iya, Jia Li bagaimana kabarnya. Ia tiba-tiba teringat kepada janjinya dan Jia Li saat terakhir kali mereka berpisah di depan ruko kelontong ayahnya, saat itu keadaan sangat kacau balau.

Seharusnya KKN-nya sudah selesai dua minggu lagi, ia juga teringat bagaimana Bintang, Ferdi dan Riko disana. Ia merindukan mereka, jelas ia sangat rindu mereka. Bagaimana tidak, sudah lebih dari delapan tahun mereka bersama, segala bentuk perilaku satu sama lain telah mereka ketahui. Tiba-tiba saja air mata Langit turun, mulai membasahi tanah-tanah disekitar tempat ia tiduri kini. Tak pernah ia menangis seperti sekarang ini, apalagi menangis karena kerinduan kepada orang-orang terdekatnya.

Lihat selengkapnya