Dengarkanlah Gemuruhku, Dhawa

ayyy
Chapter #3

BAB 2

"Rima!" panggil Dhawa. Rima yang berdiri di depan Dhawa, seketika menengok ke arah Dhawa. Rautnya terlihat bingung, meskipun penampakkan di depannya begitu jelas mengungkapkan tengah bersiap untuk memotret Arima yang sedang memegang sumbu kembang api. Dhawa memindai pandangannya ke Arima lagi dari kamera analog. "Senyumnya mana?"

Arima memiring, dan menengok ke Dhawa dengan senyuman yang menyala saat api sudah mulai berada di ujung sumbunya. Dhawa langsung secepatnya memantekkan momen begitu manis di sebuah atap kecil tersebut.

...

Sudah lima hari napasnya Arima menyemai di petakkan ruangan dengan keterbatasan fasilitas juga. Hanya ada kasur yang dipenuhi tumpukkan pakaian bersih. Di sisi kasur, ada jemuran kering. Arima berusaha merapikan pakaiannya, tetapi tidak kunjung usai. Entah kenapa, pergerakkan semulanya begitu cekatan, perlahan, memuai saat melihat kegiatan itu tidak menyelesaikan apa-apa. Arima mengembuskan napasnya lagi. Berapa banyak pakaian yang harus Arima kumpulkan? Pikirnya dalam benak.

Namun, jawaban hanya tergius di setiap lipatan pakaian yang sudah tertata di depannya. Arima berujung menjadi manusia auto-pilot.

Tumpukkan pakaian di sisinya ada empat baris. Dan, itu bukan pakaiannya Arima saja, melainkan beberapa pengungsi di deretan tempatnya. Arima mengerjakannya dengan hasil patungan warga se-tempat. Ya, bagaimanapun, jasanya tetap mesti dibayarkan. Anggaplah Arima membuka jasa laundri di tempat seadanya.

Beruntung air yang menjadi kebutuhan warga sehari-hari kali ini lebih baik dari sebelum tempat singgahan mereka di daerah Pejompongan. Sekitar lima tahun mereka bertahan di pemukiman yang disediakan oleh sebuah yayasan majelis. Lantaran teralang sama biaya produktivitas mereka pada akhirnya, beberapa pengungsi kembali mencari tempat untuk mereka.

Arima awalnya merasa sesak. Yayasan yang awalnya mengulurkan tangan kepada mereka, jadinya, menjadi buah simalakama. Padahal pihak yayasan mengetahui keadaan keuangan mereka akibat dari berbagai penolakkan tempat untuk mereka sehingga mereka tidak bisa fokus memenuhi materi mereka secara penuh. Pengusiran dari yayasan majelis di Pejompongan itu, merupakan tindakan satu dari kesekian puluh tempat lainnya. Bukan semata-mata penolakan yang berimbas ke materi mereka, adapun lapangan kerja mereka terkendala sama dokumen identitas mereka.

Status mereka masih menjadi warga pengungsian yang belum ada perlindungan dari pemerintah. Untuk itu, tantangan mereka duakali lipat dipersulitkan ketimbang masyarakat yang resmi memiliki surat tanah terlindungi pemda. Lowongan kerja saja sudah begitu terbatas untuk mereka. Dan Arima berusaha bertahan hidup di tengah kota tak mewujudkan kesempatannya untuk hidup itu dengan membuka pelayanan jasa cuci. Harganya pun menyesuaikan keadaan mereka.

Namun, setidaknya masih sedikit meringankan dua warga yang turut membantunya untuk mencuci pakaian di tempat seadanya. Tidak menggunakan gaji, tetapi, hanya bisa menyanggupi makan bersama. Dan, sisanya akan dibawa mereka untuk keluarga mereka.

Di sebuah gang terpencil di daerah Muara Angke. Arima tidak mengira air di sini cukup bersih dengan tatanan kota yang lumayan semerawut. Gang ini masih berkesinambung dengan pembangunan sebuah apartement berbintang. Itulah tak Arima mengerti mengapa masih ada air bersih di sekitar kota dengan resapan air yang kecil. Namun, bukan semudah dibayangkan untuk mendapatkannya. Saat pertama kali Arima melihat apartement besar itu, otak Arima langsung berputar cepat.

Sisa warga akhirnya mempercayai Arima yang bisa memanfaatkan peluang. Awalnya, Arima melakukan hal beresiko seperti mencuri air dengan usaha cerdiknya dari apartment itu. Sampai di sebuah kafe, Arima yang sedang mempersiapkan niatnya itu, bertemu dengan Bani Januardi Dhawarman. Arima ingat penampilan Dhawa saat masuk ke dalam kafe. Tampilannya ada kesan tersendiri untuk Arima. Dhawa di dalam balutan kaos polo hitam dan celana jeans belel, berjalan dipenuhi harum semerbak segar. Arima tidak mengerti perparfuman, tetapi memperhatikan sikap dan gestur Dhawa selama memesan, Arima bisa menaksir berapa harga parfum tersebut.

Lihat selengkapnya