Malam itu tak berbintang, tapi juga tak benar-benar gelap.
Sunyi menuruni jalanan, membelai dingin wajah-wajah muda yang duduk di pelataran toko tua yang telah lama mati.
Bangunannya reyot, catnya penuh coretan satir, tapi bagi kami—
anak-anak yang tumbuh tanpa arah—tempat ini seperti surga kecil yang tak diundang.
Katanya ini markas geng.
Tapi geng yang isinya cuma bocah-bocah dengan wajah lelah dan impian berkarat.
Kami tak punya rencana jangka panjang, tak ada visi hidup besar.
Hanya sekadar duduk, berceloteh tentang gadis-gadis yang baru mengenal lip gloss,