Seorang cewek dengan seragam lusuh dan buku yang sudah tak kalah usang di tangannya datang menghampiri Liora dengan tergesa-gesa. Liora mengernyit heran saat melihat cewek itu berlari ke arahnya, padahal ia sama sekali tidak merasa pernah kenal. Sesampainya di hadapan Liora, cewek itu tersenyum lebar menampilkan gigi-giginya yang rapi. Namun itu bukanlah jenis senyum yang ramah, melainkan senyum yang menyiratkan sesuatu yang tidak Liora mengerti, seperti ada dendam yang tersirat di sana. Dia seolah ingin mengatakan sesuatu pada Liora. Dan saat cewek itu mulai membuka mulutnya pertanda akan dimulainya percakapan, tiba-tiba….
Liora mematikan suara keras alarm yang membangunkannya pagi ini. Sialnya, Liora terbangun tepat sebelum cewek itu sempat berbicara. Cahaya pagi menyeruak masuk lewat jendela-jendela kaca, membuat Liora tersadar. Ia menggerakkan tubuhnya, lalu menyibak selimut dengan rusuh. Terduduk di atas kasur sembari mengucek-ucek matanya yang masih belum mampu terbuka sempurna. Liora terdiam sejenak saat membuka mata, tepat saat ia melirik ke arah meja kecil di dekat kasurnya. Ada setumpuk kertas naskah cerpen misteri dari teman-temannya yang belum sempat ia bacakan saat siaran sejak satu minggu yang lalu. Liora kemudian mengambil beberapa tumpuk kertas itu. Di atasnya ada sebuah kertas kecil yang merupakan sobekan dari kalender buku harian.
Ia menatap lingkaran merah di tanggal 17 Desember 2017. Catatan kecil tertulis di angka 17; 'Beranikan dirimu!’ yang membuat Liora terpaku menatap tulisan itu sembari tersenyum dengan maksud menguatkan tekatnya.
Ia menuruni kasur dan berdiri. Matanya yang sudah mulai terbuka lebar menatap kamar yang terasa sunyi. Ruangan besar yang bercatkan hitam dan putih. Cahaya pagi mulai terlihat dari balik korden-korden merah yang masih tertutup rapat. Dengan pelan Liora menyibak korden yang menutupi cahaya dan pemandangan di balik jendela kaca. Ia membuka jendela dan menghirup udara pagi. Betapa sejuknya udara di pekarangan rumahnya yang rindang. Kemudian Liora beralih dari jendela, menuju kamar mandi. Meskipun belum pulih dari keterpurukan, Liora harus tetap masuk sekolah hari ini. Namun cermin di tembok sampingnya menghentikan langkah cewek itu. Wajah seseorang terpantul di sana. Wajah cewek yang sayu dengan rambut sebahu acak-acakan. Matanya besar dengan kantung mata gelap, hidung kecil yang mancung, dan bibir tipis yang memucat.
“Astaga muka gue!” Liora sampai tidak mengenali dirinya sendiri. Ia segera beralih dari cermin itu dan berniat menuju kamar mandi. Baru beberapa langkah berbalik saat cermin di tembok tiba-tiba terjatuh karena pakunya terlepas.
Liora tersentak kaget melihat pecahan cermin yang berserakan mengotori lantai kamarnya. Kemudian ia segera mengambil sapu dan plastik, mengumpulkan serpihan dengan sapu lalu dengan hati-hati memungut satu demi satu belahan cermin dan memasukkannya ke dalam plastik. Setelah itu langsung menuju kamar mandi dan menutup pintunya.
Lima belas menit kemudian, Liora keluar dari kamar mandi. Namun ada hal aneh terlihat di depan matanya. Detakan jantung serasa terhenti saat ia melihat cermin yang tadi jelas-jelas jatuh berantakan, masih terpasang seperti sedia kala di tembok. Liora melihat wajahnya terpantul di sana, tetapi dengan sorot mata yang berbeda dengan dirinya saat ini. Ia lalu memberanikan diri menyentuh pelan permukaan cermin. Ini sangat mustahil. Kaca itu tadi benar-benar sudah hancur berantakan.
Perkataan guru bimbingan konseling tempo hari terngiang-ngiang di telinganya. "Apakah akhir-akhir ini kamu mengalami gangguan tidur? Itu bisa saja mempengaruhi kondisi mental kamu, Liora. Mungkin kamu akan berhalusinasi tentang beberapa hal."
Halusinasi? Liora menatap nanar kaca itu selama beberapa saat. Ya, mungkin tadi ia hanya berhalusinasi.
"Lioraaa!”
Liora hampir saja terjengkang saking terkejutnya mendengar ada yang berteriak memanggil, lalu disusul dengan bunyi gebrakan keras pintu yang terbuka lebar. Lizzy menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar dengan senyum merekah yang tampak tanpa dosa telah mengganggu ketenangan Liora di pagi hari.
"Good morning. Hari ini lo masuk sekolah, kan?" tanya Lizzy sambil berjalan masuk dan menutup pintu kamar Liora lagi.
Liora masih terlalu kaget dengan insiden kaca pecah tadi, jadi ia tidak menggubris pertanyaan Lizzy. Ia tahu, tanpa harus dijawab pun Lizzy sudah tahu keputusannya untuk kembali sekolah hari ini.