Tak...tak....tak ....tak brukkkk!
Beberapa buku itu terjatuh bersama tersungkurnya sang pemilik, yang berusaha mengejar lift yang saat itu sedang terbuka. Dia adalah Namira, mahasiswi fakultas sastra di salah satu universitas swasta di Surabaya yang kini sedang menghadapi hari petamanya di semester V. Dan kali pertamanya mengikuti kelas pagi, jika di semester sebelumnya ia mengambil kelas sore.
"Innalillahi wa inna illaihi raji'un." Suara lantang itu spontan keluar dari mulut Namira yang saat itu terjatuh tepat didepan lift. Matanya pun secara spontan mengitari seluruh objek disekelilingnya.
Diantara nafasnya yang tersengal tak beraturan, ia pun menghela lega. Saat ia berhasil memastikan bahwa tak ada seseorangpun yang sedang memergokinya saat itu
"Hufff!!! Beruntung deh. Gak ada yang lihat. Gak bakal ada yang mengingat kenangan pahit hari ini kelak, hheee. Gumam Namira yang terkekeh lirih.
Disaat yang sama, saat ia sedang memunguti buku-buku itu, tiba-tiba ia terhentak. Ia sedikit merinding, ketika ia mendengar suara seorang pria dari arah punggungnya.
"Maaf mbak. Mungut bukunya bisa agak cepat? Mbaknya nutup jalan, lift nya juga udah kebuka tuh! Suara lirih itu terdengar sopan namun sedikit menyindir.
"Heh bro Fatih harusnya kamu bantuin. Sana gih! Sahut Hasan sembari menepuk bahu Fatih yang sedari tadi disampingnya..
"Apaan sih!" Sahut Fatih yang terlihat agak kesal. Karena karakter temannya itu yang teringat suka mumbuli.
"Eh gak usah, udah selesai kok." Sahut Namira yang saat itu langsung menyelonong masuk.
Setelah pintu tertutup, seketika suasanapun menjadi hening. Batin Namira pun mulai menuai pro dan kontra.
"Eh! Ini aku perempuan sendiri?" Kalo ginikan rasanya canggung. Seru Namira dalam hati.
"Eh tunggu! Kita kok kelantai yang sama? Tatap Namira yang saat itu tak sengaja melihat tombol lantai. Matanya yang semula tertunduk, kini tiba-tiba terperangkap pada dua pria yang berdiri tepat di hadapannya itu.
Matanya pun seakan melotot pada salah satu diantara mereka. Dalam beberapa detik Namira pun menarik pandangannya kembali. Wajahnya memerah, jantungnya berdetak tak karuan. Ia merasa sangat kaku, didekat dua pria yang baru saja dia lihat itu.
"Masya Alloh, makhluk apa itu? Begitu indah karya Tuhan. Bagaimana bisa sekeren itu? Eh tunggu! Apa dia yang bicara agak nyindir aku tadi ya? Kalo ini mah namanya bukan lagi jatuh ketimpa tangga, tapi ketimpa berlian. Batin Namira pun terus berkecamuk tanpa henti. Bermonolog seakan dia telah memiliki seorang pendengar. Ilusi nya semakin ngawur. Bagaimanapun juga, sosok pria di depannya itu membuat jiwa pengkhayalnya bangkit. Entah sejak kapan ia menjadi seperti itu. Namun yang pasti, kebiasaan barunya membaca komik online itu, sedikit banyak menggugah semangatnya untuk menulis kembali. Karena bagaimanapun ia pernah bermimpi menjadi seorang penulis dimasa depannya.
"Ganteng, tinggi, keren, cuek tapi hatinya lembut. Apalagi kalo ditambah rajin sama pinter. Cocok banget tuh buat karakter tokoh di webtoon atau novel! Mirip Suho Lee, hihihi. Tapi karakter seperti itu mah cuma ada di dunia fiksi.
"Oke Fi! Tokoh utamanya seperti ini saja. Nanti selepas pulang dari kampus harus secepatnya kutulis, biar gak lupa!" Kepala Namira mengangguk-angguk seakan menemukan jawaban, dan wajahnya yang tertunduk serius kini seakan merambas pelan dalam dunia khayalan.
Fatih yang sebelumnya meanyadari tatapan Namira pun membalas tatapan itu dengan penuh rasa curiga.
"Itu tadi dia melotot, maksudnya apa ya? Terus sekarang ngangguk-ngangguk?"
"Eh bro sudah lantai lima. Ayo kita keluar! Rasa curiga Fatih pun terhenti ketika suara Hasan menimpali kecurigaanya. Ia memilih acuh dan melupakan kejadian yang menurutnya janggal tersebut. Lantas mereka pun keluar lift meninggal kan Namira yang saat itu masih sibuk berdebat dengan khayalan-khayalannya.
Dalam sekejap ia pun tersadar, ketika hentakan lift terasa bergetar.
"Heh! Ini kok balik lagi lantai 3? Dua cowok tadi kemana? Ini pasti gara-gara kebanyakkan halu deh. Seru Namira yang sedikit bingung dengan keadaanya.
Setelah keluar dari lift menuju lantai 5, Namira pun menyusuri lorong menuju ruang yang bertuliskan E05. Ruang yang akan menjadi kelas barunya untuk belajar.
"Bismillah." ucap Namira yang saat itu hendak mendorong gagang pintu masuk. Bak artis yang keluar dari panggung, perasaannya seolah semua mata sedang tertuju padanya. Dengan perasaan yang sangat menggagunya seperti itu, dengan segenap kekuatan pun ia berusaha sesantai mungkin untuk menghadapi ketegangan di hatinya.
"Hari ini harus punya teman!" Batinnya yang terus menyulut jiwanya untuk optimis. Ia terus-terusan berdialog pada hatinya, tentang apa yang harus ia lakukan.
"Tapi aku duduk disebelah mana ya?" Paling depan, nanti takutnya jadi pusat perhatian. Apalagi kalau gak bisa jawab pertanyaaan, wah gawat! Tengah banyak cowoknya. Shippp, belakang cocok."
Namira pun bergegas kearah bangku belakang. Matanya tertuju pada sosok wanita tomboi berkacamata, yang sedang duduk di bangku dekat jendela. Terlihat serius membaca buku dengan kedua headset di telinganya.
"Masya Alloh, wajahnya agak mirip Harry Potter. Pasti dia suka baca buku, nonton film, sama karya seni. Sepertinya bakal cocok nih. Gumam hati Namira saat itu tersenyum sumringah. Seakan tersengat oleh cakra, auranya yang sedari tadi dipenuhi rasa tidak percaya diri kini semangatnya melangkah untuk menghampiri.
"Tapi aku harus panggil apa ya? Kakak aja kali ya? Masalah umur belakangan."
"Permisi kak!" Sapa Namira dengan senyum ramah.
Namun, tiba-tiba wajahnya sedikit murung. Sekarang matanya sedikit redup, seakan kekhawatiran yang ia bayangkan sebelumnya terjadi, kalimat sapaannya itu tak mendapat gubrisan.
"Eh gak dijawab?" Semangat Namira yang mulai memudar dan wajah yang dipenuhi keputus asaan itu hendak melangkah pergi.
"Eh tunggu!" Gumam Namira lirih, kini ia mengurungkan langkahnya.
"Dasar aku!" Dia kan pakai headset sambil baca buku." Gumam Namira sambil menepih dahinya pelan. Kinipun ia kembali menghela lega