Semilir angin membelai terik matahari, dimana rasa gerah saat itu mungkin akan sedikit terobati. Tepat pukul 12.00 PM, kondisi dimana masjid akan dipenuhi oleh para mahasiswa yang hendak melaksanakan sholat dzuhur. Saat itu terlihat Namira dengan hijab yang masih sempurna membalut kepala dan tubuhnya, dengan butiran air wudhu yang masih terlihat merambas diantara kulit putih wajahnya. Ia baru saja meninggalkan area wudhu khusus wanita yang letaknya bersebelahan dengan area wudhu khusus pria. Dan lagi-lagi ia dibuat tak sadarkan diri, membatu diantara lalu lalang mahasiswa yang sedang keluar masuk pintu. Matanya terperangah pada sosok yang saat itu mencuri perhatiannya. Dan bisa ditebak, dia adalah si cowok tampan dengan karakter Suho Lee yang sedari kemarin membuatnya terkesima. Yups! Dia adalah Fatih.
"Dia habis wudhu ya?" Gumam Namira pelan, dengan mata yang menatap wajah Fatih dengan jeli.
Butiran air wudhu yang masih membasahi wajah Fatih saat itu, seakan menambah cahaya ketampanan yang ia pancarkan. Namira pun semakin dibuat histeris, ketika Fatih mencoba menyibakkan rambut kepalanya yang saat itu tergurai menutup dahinya. Hatinya seakan meleleh dengan pemandangan yang baru saja ia lihat.
"Oh my God, sadarkan aku." Teriak hati Namira yang sudah tak tahan lagi. Ia pun bergegas melarikan dirinya untuk masuk kedalam masjid, dimana saat itu Oni dan Nadya sudah terduduk disana mendahuluinya.
Setelah sholat pun usai, mereka terduduk diantara emperan masjid. Saat itu mereka berbincang-bincang sambil mengenakan sepatu milik mereka.
"Nam kamu tahu tempat makan didepan kampus kita?" Tanya Nadya.
"Maksudnya tempat makan Mbok Ginah?" Sahut Namira meminta penjelasan.
"Iya." Jawab Nadya.
"Gak tahu kenapa ya, tiap kali ingat namamu, aku jadi teringat nama tempat makan itu. Apa karna agak mirip?" Tanya Nadya dengan wajah tanpa dosa.
Namira pun dibuat bingung oleh pernyataan Nadya barusan. Pikirannya mulai mengadakan perbandingan. Nama yang menurutnya gak ada miripnya.
"Namira VS Ginah." Batin Namira terus terusik, ia terus memutar pikiranya keras. Mencari letak kesamaan diantara keduanya.
"Hah mirip dari mana?" Tanya Namira heran. Dilihat dari sisi manapun ia tak menemukan sedikitpun persamaanya.
" Haaah! Gak usah kaget. Dia memang sukanya main cocokologi sendiri. Sahut Oni seolah memberikan jawaban atas kebingungan Namira. Seolah ia sudah hafal dan paham dengan sifat Nadya.
"Dulupun dia juga pernah bilang kalo namaku itu ngingentin dia sama bakso Pak Boneng. Maksudnya apa coba? Dia mau ngelawak? Kalo lapar dan mau ngajak makan bareng mah to the point aja!" Imbuh Oni yang saat itu menggerutu kesal.
"Heheheh peace!" Tawa Nadya yang tak mempedulikan ekspresi wajah keduanya. Jadi gimana? kalian gak mau nih makan dulu sebelum pulang?" Imbuhnya.
"Aku sih oke-oke aja. Arya juga masih ada 2 jam mata kuliah." Kamu gimana Mir? Mau ikut nggak?" Sahut Oni.
Namira terdiam dalam beberapa detik. Pikirannya terlalu jauh berkelana untuk memberikan sepatah kata jawaban. Dan saat itu yang hanya terbesit didalam benaknya bahwa ini adalah kesempatan berharga untuk menjadi lebih dekat dan mengenal mereka. Namira pun mengaguk, sebagai tanda keikutsertaanya.
"Aku juga ikut. " Lanjut Namira.
Setelah berjalan keluar dari kampus untuk beberapa meter, akhirnya merekapun sampai pada tempat makanan yang mereka tuju"Tempat Makan Mbok Ginah". Tempat makan yang menyediakan berbagai makanan khas jawa. Sesampainya disana, mereka langsung menuju lantai 2 untuk menaruh tas milik mereka. Namun sayang seribu sayang, tempatnya begitu ramai disaat jam makan siang berlangsung, hingga tempat duduk pun harus mengantre dan berebutan.
"Apa kita cari tempat lain aja Nad? Ucap Namira mengusulkan pendapat.
"Gak perlu, kita gabung dia aja." Jawab Nadya dengan mata dan jari telunjuknya yang saat itu tertuju pada satu orang yang sedang terduduk seorang diri.
Seolah sedang bermimpi. Bagaimana bisa mereka selalu dipertemukan dalam kesempatan bersama. Dimana dalam sebuah cerita ini akan dikatakan sebuah takdir cinta. Namira masih saja diam terpaku. Membayangkan hari ini adalah saat-saat heroine dipertemukan dengan seorang pangeran. Ia terus tak percaya jika semua itu juga terjadi dalam dunia nyata. Secara tak sadar, ia pun telah masuk dalam ilusi. Terbawa perasaan yang tak bisa ia pertanggung jawabkan untuk dirinya sendiri. Ia pun segera kembali dalam sadarnya. Membuntuti Nadya dan Oni yang saat itu mendekat ke arah Fatih.
"Hey bucin!" Seru Nadya pada Fatih yang saat itu sedang memainkan gadgetnya.
"Apaan sih! Kaget tahu." Jawab Fatih sembari memegangi jantungnya, yang seakan meloncat keluar dari rongga dadanya.
"Sendirian aja? Kalo gini kan kelihatan jomblonya? Hahahahha." Ucap Nadya mengejek.
"Aku gak sendiri kok." Jawab Fatih yang saat itu masih mencoba mengatur kembali keseimbangan detak jantungnya.
"Halaaaah palingan si Hasan. Kita gabung ya? Tempat duduknya sudah penuh tuh. Lagian ini tempat duduknya masih kosong kan ya? ucap Nadya yang langsung menyelonong duduk tanpa meminta persetujuan. Oni dan Namira pun tak lama kemudian duduk menyusulnya.
Saat itu juga Fatih melirik Namira yang kini duduk tepat didepannya. Namira yang menyadari hal itu, dalam sekejap ia menjadi terpatung . Diam dengan seribu bahasa yang bergejolak didalam hatinya. Dalam sadar ia menjadi takut. Perasaan gugup yang membuatnya kini menjadi salah tingkah itu akan semakin berulah.
"Duh beneran kan ya? Dia lihat ke arahku tadi? Oh Alloh! Tolong bantu hamba mengendalikan diri. Tiada daya dan upaya melainkan dari Engkau." Batin Namira yang merasa sudah diam tak berdaya. Rasanya ia ingin berlari kabur untuk menenangkan dentuman jantung dan juga kekacauan hatinya .
"Eh iya, kita kan belum pesan makanan." Ucap Nadya yang saat itu baru saja terduduk dan meletakkan tas selempang miliknya."