Owh iya kita belum kenalan, namaku Deo Saputra Deni, temanku sering memanggilku Do sedangkan keluargaku sering memanggilku De. Usiaku 20 tahun 1 bulan 6 hari, singkatnya 1 bulan yang lalu adalah ulang tahunkku 1 juni 2021.
Awalnya aku tergolong orang yang mudah bergaul, tapi sejak terjadi sebuah teragedi aku menjadi pendiam, bisa dibilang agak sedikit introvert, bedanya biasanya orang introvert itu jarang marah yang sekali marahnya sepertihalnya macan mau menerkam, sedangkan aku kebalikan dari itu, mudah marah tapi hanya sesaat dan mudah memaafkan
Aku hanya memiliki dua teman saja Rehan dan Dika, itupun kami sangat akrab karena sudah berteman sejak bayi, terlebih rumah kami berdekatan sehingga sudah seperti saudara.
Aku hidup berlima, yaitu ketiga adiku dan ibuku, sebetulnya aku punya seorang kaka perempuan, tapi beliau sudah menikah dan ikut dengan suaminya, adik pertamaku perempuan namanya Dinda Syarifah Mudaim, adik keduaku juga perempuan, namanya Anindia Miftahul Gina tapi sering dipanggil Dia, dan adik ketigaku laki-laki namanya Dandi, aku sering memanggilnya Abung alias anak bungsu. Dan mengenai ayahku, beliau sudah meninggal hampir dua tahun lalu.
Saat bapak masih ada mulanya aku hidup berkecukupan, disebut kaya sih enggak, tapi kebutuhan hidup kami terkecukupi dari gajih PNS bapa, selain itu kami juga memiliki beberapa petak sawan dan dua kolam ikan, semua itu berubah ketika bapaku setahun lebih mengidap sakit kangker. Awalnya aku tidak tau, ibu merahasiakan semuanya, setauku bapak sakit biasa saja, aku mengetahui semuanya pada saat-saat masa keritisnya.
Sejak bapak jatuh sakit beberapa aset bapak terpaksa satu-persatu harus dijual, dan pada puncaknya rumah kami juga akhirnya di jual, sebetulnya bapak melarang ibu agar tidak menjual apapun, tapi ibu kekeh menjualnya untuk biaya pengobatan bapak, saat itu bapak mengidap penyakit kangker. Walau sudah divonis dokter, ibu tetap berjuang agar bapak bisa sembuh. Itulah bentuk begitu besarnya cinta ibu ke bapak.
“A...apa dok kangker? Bu sejak kapan bapak sakit kangker? Kenapa selama ini aku tak mengetahuinya. apakah akhir-akhir ini bapak sering sakit-sakitan disebabkan penyakit itu?” aku bertanya. Kabar ini membuatku tak percaya.
Aku tak percaya, kenapa semua ini terjadi saat kapal perjalanan hidupku yang baru mau berlayar? dalam jangka dekat ini aku berencana kuliah mengejar cita-citaku, kenapa Aku belum sampai ditengah lautan tiba-tiba satu pukulan ombak menghantam kapal impianku, bahwa bapak mengidap penyakit kangker. Seketika itupula membuat kapal impianku terhempas dan berbalik diterjal ombak besar kabar itu.
“Su...sudah setahun lalu nak, maaf ibu merahasiakannya, bapak yang minta agar kamu fokus belajar.” Ucap ibu terbata-bata. Kemudian ibu menangis memelukku.
“Tunggu tunggu! Sakit kangker? bapak bisa disembuhkan kan bu? Dok tolong jelasin kondiri bapak seperti apa sekarang!” aku bertanya. Tak percaya Memaksa agar semuanya dijeaskan.
“Baik, akan kami jelaskan ulang, Kangker yang menggerogoti tubuh bapak merupakan gangguan kesehatan karena adanya pertumbuhan sel abnormal yang tak terkendali, pertumbuhan sel kanker bapak tumbuh di sebagian otak bapak, sekarang situasinya sudah menyebar ke bagian otak yang lainnya. Walau pahit hal ini harus saya katakan, kanker bapak sekarang sudah stadium akhir.
“Hah apa dok, setadium akhir?” Betapa terkejutnya aku mendengar penjelasan dokter itu, aku nyaris gila tak percaya mendengarnya, selama ini bapak baik-baik saja, hanya sakit biasa tidak masuk akal kenapa tiba-tiba bapak mengidap penyakit separah itu.
“Dokter, apakah bapak akan sembuh? Apakah ada cara untuk menyembuhkan bapak? Aku bertanya. Rasa cemas panik penyesalan rasa kecewa, semuanya menyatu dalam diriku. Aku ingin marah ngamuk sejadi-jadinya, tapi harus marah kepada siapa, apa yang salah? Dan siapa yang harus disalahkan? Akh kenapa ini? Aku hampir gila menghadapinya.
“Dalam kasus penyakit ini memang ada beberapa pengobatan peroses penyembuhan. Kemoterapi misalnya, hal ini sudah dilakukan sejak bapak kerumah sakit ini, tapi sayangnya hal itu hanya sedikit berdampak. Hanya memperlambat pertumbuhan sel kangker.” Jelas dokter.
“Radioterapi juga sudah kami lakukan, tapi hasilnya tak jauh berbeda. Opsi terakhir dari kami solusinya adalah Operasi, yaitu mengangkat jaringan sel kanker yang bersarang di kepala bapak. Tapi ini beresiko tinggi, keberhasilannya hanya 25%. Selain itu biayanya cukup mahal, hal ini diluar BPJS bapak.” sambungnya. dokter Kembali menjelaskan Panjang lebar mengenai penyakit bapak.
“lakukan apa yang terbaik Dok! Sekecil apapun peluang itu lakukan saja. Mengenai pembayarannya akan kami urus.” Jawab ibu.
“baiklah kalau begitu. Ini formulirnya mohon untuk segera di bereskan!” imbuh dokter itu.
Setelah aku melihat pormulir pembayarannya aku terkejut, “hah 95juta? Dari mana ibu akan mendapatkan uang sebesar itu? Mobil aset bapak yang terakhir kan sudah dijual” gumamku. Untuk mencari Solusi ini kemudian aku kakak dan ibu bermusyawarah, dan akhirnya kami sepakat menjuar rumah.
Walau akan terjual murah karena butuh uang cepat, tapi perkiraan kami sisa uangnya masih bisa untuk membayar hutang-hutang bekas pengobatan terapi bapak dan masih bisa membeli rumah sederhana. Benar saja, setelah rumah kami ditawarkan kepada bu Hajah Juju pengusaha kaya kenalan bapak, akhirnya kami sepakat harga dan ia mau membelinya.
Takdir berkehendak lain, doa dan berusaha memang tetap harus diusahakan, sebuah keyakinan memang hak milik kita sebagai manusia, tapi sebuah kepastian mutlak hanya miliknya [Tuhan]. Akhirnya Pukul 10.30 tanggal 6 juni 2021 bapaku menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit, operasinya gagal. Sejak itulah lika-liku hidup kami dimulai, kehidupan kami berubah total.
Secara ekonomi yang tadinya cukup, kami mulanya mempunyai beberapa aset dan rumah yang lumayan besar terpaksa harus dijual. Kini kami tinggal dirumah jauh dari kata sederhana, pendapatan tidak jelas, bahkan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok sering kurang, masa depanku dan ketiga adiku menjadi terancam, impianku dan rencana kuliahku hancur tak tersisa.
Masih dalam suasana kesedihannya, Kini demi bertahan hidup ibu terpaksa harus bekerja sebagai pejaga toko beras, letak toko tempat ibu bekerja tak jauh dari rumah kami, hanya pekerjaan itu yang bisa ibu lakukan, berbeda dengan bapak yang lulusan S1, dulu bapak bekerja menjadi guru dengan gajin lumayan karena bapa PNS
Sedangkan ibu memang hanya lulusan SMP, ibu waktu bapak sehat bertugas mengurus rumah dan mengurus kami anak-anaknya, karena waktu itu gaji bapak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami, sekarang terpaksa ibu menjadi tulang punggung keluarga, ibu kerja di toko demi menambal kebutuhan sehari-hari.