"Di dunia nyata, kamu sedang koma. Sekarang kita berada di dunia mimpi," Rama tersenyum.
"Apa kita tidak bisa bertemu di dunia nyata?" tanya Deolinda dengan wajah sedih.
"Bisa, kalung yang kamu pakai adalah jawabannya."
"Caranya bagaimana?"
"Kamu gengam kalung yang kamu pakai, fokus dan pintu ke dunia ayah akan terbuka." Rama tersenyum menyentuh wajah Deolinda.
"Aku akan lakukan apa yang ayah katakan, kita akan bertemu di dunia nyata." Deolinda tersenyum menatap wajah ayahnya.
"Ayah akan menunggu kamu," Rama tersenyum menatap putrinya.
"Deolinda," Deolinda mendengar suara ibunya.
"Apa ayah mendengar suara ibunda?"
"Ibumu sudah mencari, sekarang waktunya kamu untuk pulang." Mereka berdiri dan berjalan menuju cahaya yang sangat terang.
"Masuklah, ayah akan menunggu kedatanganmu." Rama tersenyum, Deolinda memeluk ayahnya.
"Aku pasti bertemu dengan ayah lagi," Deolinda tersenyum dan masuk ke dalam cahaya.
Deolinda membuka mata dan melihat Andini, Deolinda tersenyum. Andini memeluk putrinya dengan bahagia, Andini melepaskan pelukannya.
"Ibunda bahagia, kamu masih hidup." Andini tersenyum menyentuh wajah Deolinda, Deolinda berusaha untuk duduk.
"Aduh," Deolinda merasa sakit di bagian perutnya.
"Tuan putri tidak boleh bergerak, tuan putri harus beristirahat." Kenan memberi tahu keadaan Deolinda dan menyuruhnya untuk tidur.
"Andini, ayo kita keluar. Biarkan Deolinda istirahat," ucap raja Wisnu dengan tegas, Deolinda tersenyum mendengar perhatian dari kakeknya.
Andini berdiri, "kamu istirahat, nanti ibunda kembali untuk melihat keadaan kamu."
"Iya ibunda," Deolinda tersenyum.
"Terima kasih sudah menolong kakek," raja Wisnu tersenyum, mereka pergi meninggalkan Deolinda dan Kenan.
"Hai, nama kamu siapa?" Kenan melihat sekeliling dan tidak menemukan seseorang.
"Tuan putri berbicara dengan saya?" tanya Kenan dengan sopan.
"Iya, saya berbicara dengan kamu. Perkenalkan nama saya Deolinda," Deolinda tersenyum dan mengulurkan tangannya.
"Nama saya Kenan Mahardika, maaf tuan putri. Saya tidak bisa bersalaman dengan anda," ucap Kenan dengan sopan.
"Kenapa?" tanya Deolinda bingung.
"Karena kita berbeda, anda seorang putri sementara saya hanya tabib." Kenan menundukkan kepala menjelaskan semuanya.
"Mulai sekarang kita sahabat, aku tidak mau kamu memanggil aku tuan putri." Deolinda tersenyum mengulurkan tangannya.
"Tapi tuan putri," Kenan ragu.
"Tidak ada penolakan," Deolinda menunggu kenan.
"Iya Deolinda," Kenan tersenyum dan menggenggam tangan Deolinda.
"Bagaimana luka aku?"
"Luka yang kamu alami tidak berbahaya, alasan kamu koma adalah ada racun dipedang."
"Racun apa?"
"Racun ular hitam, racun yang sangat berbahaya. Penawarannya adalah bunga mawar hitam yang bisa ditemukan di puncak gunung."